"Oke." Nayla melambai padanya dan tersenyum. "Selamat tinggal, Kak."
"Bye bye." Andre berdiri di tempat dan memperhatikan Nayla memasuki gerbang taman kanak-kanak sebelum berbalik untuk pergi ke sekolahnya.
Karena ada hambatan di pintu masuk taman kanak-kanak Nayla tadi, Andre terlambat beberapa menit. Ketika dia tiba di sekolah, jam pertama sekolah sudah dimulai.
Andre berdiri di pintu masuk sekolah dan berbicara dengan penjaga di ruang resepsi, dimana dia menjelaskan alasan keterlambatannya. Akhirnya pak penjaga resepsi membiarkan Andre masuk.
Andre segera berlari ke kelasnya sambil menentang tas sekolah di punggungnya. Dan ketika dia mencapai pintu kelas, dia berteriak ke dalamnya sambil terengah-engah. "Maaf, saya terlambat!"
Saat itu Pak Hasan sedang berkeliling di ruang kelas untuk berbicara dengan beberapa murid. Dia langsung berbalik dan melihat Andre berdiri di ambang pintu kelas dalam kondisi penuh keringat.
Pak Hasan menatap ke arah Andre, dan perlahan-lahan bertanya sambil mengerutkan keningnya, "Mengapa kau terlambat?"
"Dalam perjalanan…Terjadi sesuatu yang tidak bisa saya hindari sehingga saya terlambat." Andre menjawab sambil terengah-engah.
Pak Hasan merenung sejenak, lalu berjalan ke Andre dan melambai padanya, "Ayo, kemarilah."
"Hah?" Andre tercengang sejenak, dan berjalan mengikuti Pak Hasan ke koridor di depan kelas.
"Apakah kau mengikuti les setelah pulang sekolah akhir-akhir ini?" Pak Hasan meletakkan satu tangannya di ambang jendela di koridor, sementara tangan lainnya mendorong kacamata di pangkal hidung. Dia bertanya pada Andre dengan wajah yang serius.
"Tidak." Andre menggelengkan kepalanya dengan jujur.
"Lalu bagaimana bisa kau ...Tiba-tiba tertarik untuk belajar?" Pak Hasan bertanya kepadanya dengan tidak percaya, "Aku sempat menelepon lain tadi malam untuk mencari tahu tentang situasinya. Dan aku terkejut ketika mendengar mereka berkata bahwa akhir-akhir ini kau selalu tertib saat berada di kelas. Kau selalu mendengarkan pelajaran dengan serius dan tidak mengobrol dengan teman sekelas seperti sebelumnya. Jadi ada apa? Apakah kau tiba-tiba tersadar? "
"Uhm...Tidak..." Andre ragu-ragu sejenak, dan menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu, apa kau sadar bahwa akhir-akhir ini nilaimu meningkat dengan cepat?" Pak Hasan menatapnya dengan takjub, "Sebelumnya kau hanya mendapat nilai 67 dalam tes matematika yang aku berikan. Tapi tiba-tiba kali ini kamu mendapat nilai 100 dalam tes yang aku berikan secara tiba-tiba. Jika kau memiliki kisi-kisi belajar yang ampu, tolong bagikan dengan siswa lain. "
"Tidak, bukan begitu, Pak." Andre memandang Pak Hasan dengan ekspresi tercengang: "Saya rasa ini semua karena saya mulai mempelajari setiap mata pelajaran dengan lebih giat di kelas ... Kemudian, saya juga mulai mendengarkan guru dengan seksama di setiap kelas, dan kemudian saya menyadari bahawa soal-soal ujian kemarin sangat sederhana dan bisa ditemukan dalam pelajaran-pelajaran yang Anda berikan. "
Pak Hasan memandang Andre dengan ragu dan berpikir sejenak. Kemudian dia kembali bertanya pada Andre, "Lalu apa yang mendorongmu untuk belajaran dengan lebih giat dan mendengarkan pelajaran dengan baik ketika kau memutuskan untuk pergi ke kelas setiap hari?"
Andre sedikit terkejut, dan wajah Nayla yang bulat dan menggemaskan muncul secara misterius di benaknya.
Nayla yang duduk di sofa sambil memegang tas sekolah tua saat pertama kali dia bertemu dengannya… Dan Nayla yang sangat ingin pergi ke sekolah saat mereka berbicara tentang sekolah...
Pak Hasan berdiri di depan Andre, dengan sabar menunggu jawabannya.
Setelah beberapa lama, Andre akhirnya berbicara perlahan, "Karena...Adik saya..."
"Adikmu?" Pak Hasan tertegun sejenak. Jelas dia tidak menyangka bahwa dia akan mendapatkan jawaban seperti itu, "Maksudmu gadis kecil yang kau ajak ke sini untuk menggantikan orang tuamu saat Ibumu sedang dalam perjalanan bisnis?"
"Ya." Andre mengangguk dengan sungguh-sungguh, "Ibu saya biasanya sangat sibuk bekerja. Meskipun dia yang membawa adik saya pulang ke rumah, dia tidak punya waktu untuk merawatnya. Jadi sayalah yang mengurus makanan adik saya, membantunya berpakaian, dan mengepang rambutnya. Sayalah yang melakukan semua hal itu.
"Jika ibu saya ada di rumah, dia akan mengirimku dan adikku ke sekolah di pagi hari. Jika dia tidak ada di rumah, sayalah yang mengantar adik saya ke sekolah."
Suara Andre berhenti, dan kemudian melanjutkan: "Tapi saya sendiri yang selalu menjemputnya dari sekolah setiap sore. Atau malam jika saya terlambat."
"Beberapa waktu lalu, gara-gara kegiatan kelompok belajar bersama, saya selalu pergi menjemput adikku di malam hari pada setiap harinya. Dia duduk dengan menyedihkan di kantor satpam di samping sebuah pemanas listrik, menunggu saya dengan sabar untuk menjemputnya."
"Kalau hanya begini mungkin tidak apa-apa, tapi ternyata pak satpam di taman kanak-kanak tempat adik saya bersekolah adalah orang yang mesum. Dia sering melakukan tindakan tidak senonoh pada gadis-gadis kecil di taman kanak-kanak."
"Jika saya tidak pernah memberi tahu adik saya sebelumnya tentang adanya beberapa bagian tubuh kita yang tidak boleh disentuh oleh orang lain secara sembarangan, saya tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan adik saya sekarang..."
Andre mengatakan semua ini dalam satu tarikan napas, lalu dia mengangkat kepalanya, dan menatap lurus ke arah Pak Hasan, "Jadi, demi adik saya, yang bisa saya lakukan hanyalah belajar dengan giat, dan berusaha untuk tidak tertinggal dan mendapat hukuman setiap hari sepulang sekolah. Dengan begitu aku bisa menjemputnya dari sekolah lebih awal setiap hari. "
"..."
Pak Hasan mendengarkan Andre dengan saksama. Dan untuk sementara, dia tidak tahu harus berkata apa.
Setelah sekian lama, dia menghela nafas lama, mengangguk dan berkata: "Sepertinya memanggil adikmu ke sekolah memang lebih berguna daripada memanggil ibumu ke sekolah."
"..."
Andre mengerucutkan bibirnya dan tidak berkata apa-apa.
Dia dan Pak Hasan berdiri berhadapan di koridor selama beberapa saat sebelum Pak Hasan mengulurkan tangan dan menepuk bahu Andre, "Masuklah."
Hah?
Andre mengangkat kepalanya karena terkejut dan menatap Pak Hasan.
Apakah Pak Hasan tidak memberinya hukuman karena terlambat untuk hari ini?
Dia ingat bahwa setiap kali dia terlambat, dia akan dihukum berdiri di koridor sampai kelas pagi berakhir.
Saat melihat reaksi Andre, Pak Hasan mengulurkan tangan dan untuk menggosok hidungnya dengan rasa malu. Kemudian dia berbisik, "Masuklah. Usahakan lain kali kau tidak terlambat."
"Ya," Andre menjawab, lalu berjalan menuju ruang kelas.
"Dalam hati adikmu," Pak Hasan tiba-tiba berbicara kepadanya dengan suara rendah, "Kau pasti dianggap pahlawan."
Andre berhenti sebentar ketika dia mendengar kata-kata ini, dan kemudian dengan cepat memasuki kelas.
Dia berjalan ke kursinya dan mengeluarkan buku teks pelajaran yang ingin dia baca lebih awal dari tas sekolahnya. Kemudian dia membukanya, dan setelah membaca dua baris, dia tidak dapat menahan diri untuk menoleh ke luar jendela.
Langit hari ini terlihat sangat biru, tanpa jejak awan atau bayangan.
Persis seperti mata Nayla.
Andre memikirkannya dan tidak bisa menahan tawa. Dia mengalihkan pandangannya ke arah buku teks pelajaran di depannya. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia mulai membaca dengan serius.
——
Karena kejadian seperti itu terjadi di taman kanak-kanak di pagi hari, dan kepala sekolah taman kanak-kanak diminta oleh polisi untuk pergi ke kantor polisi untuk membantu penyelidikan, pihak taman kanak-kanak memutuskan untuk mengakhiri sekolah lebih awal di hari itu.
Nayla duduk di kelas dan menyaksikan teman-teman sekelasnya dijemput satu per satu oleh orang tua mereka. Dia menoleh ke arah Bu Ratna di sampingnya.
Bu Ratna sedang duduk di kursinya dan menatapnya dengan ekspresi khawatir, "Nayla, mengapa kau tidak menghubungi ibumu saja untuk menjemputmu?"
"Ibu sangat sibuk bekerja." Nayla duduk di kursi sambil memegang tas sekolahnya dan menjawab dengan sungguh-sungguh, "Biasanya kakak yang datang untuk menjemputku."