Theana menatap Ratu, dugaannya selama ini benar. Ratu adalah anak orang berada. Hanya saja selama beberapa hari ini dia memang tidak terlalu memperlihatkan.
"Biaya rumah sakitmu sudah dibayar oleh perusahaan untuk 3 hari. Jadi, kau tidak usah khawatir. Aku akan menjagamu di sini juga."
"Thea, kalau kau menjagaku di sini, kau mau tidur di mana? Dalam ruangan ini ada empat orang. Tidak masalah, kita pindah kelas saja. Supaya kau bisa tidur dengan nyaman juga. Tolong urus administrasinya. Tidak masalah jika harus menambah biaya. Aku tidak tega jika kau harus tidur di lantai memakai tikar," kata Ratu lagi.
"Kau serius?"
"Apa aku kelihatan sedang bercanda? Ayo lekas, mana nomor rekeningmu biar aku transfer sekarang," kata Ratu lagi.
Theana pun memberikan nomor rekeningnya pada Ratu, dan gadis itu segera mentransferkan sejumlah uang pada Theana. Theana terkejut bukan main saat melihat saldo di rekeningnya.
"10 juta, ini banyak sekali loh, Ratu."
"Minta kamar VIP saja. Jadi, hanya aku di kamar supaya kita bisa lebih leluasa. Kau belilah pakaian untuk kita ganti. Daripada kau harus pulang ke Mess kita kan jauh. Jika ada sisa uangnya bisa kita pakai untuk kebutuhan kita makan sehari-hari nanti. Dari mess ke kota itu lumayan jauh Thea."
"Baiklah, aku urus pindah kamarmu dulu ya. Sepertinya bisa memakai debit. Baru aku akan pergi membeli pakaian ganti dan kebutuhan yang lain."
"Iya, maaf sudah merepotkan dirimu, ya."
Theana pun segera ke ruangan administrasi dan membayarkan deposit untuk 3 hari ke depan. Tepatnya menambah biaya karena Ratu upgrade kamar dari kelas II ke ruang SVIP. Setelah pembayaran selesai dengan cepat, Ratu pun dipindahkan ke kamar SVIP. Tentu di kamar itu dilengkapi dengan AC dan sofa sehingga Theana bisa tidur di sofa. Dan juga ada kamar mandi sendiri di dalam kamar itu.
"Nggak sayang uangmu, Ra?" tanya Theana.
"Nggak apa-apa. Lagi pula aku nggak tega jika kau sampai tidur di lantai nantinya."
"Tadi aku bayarkan dua juta rupiah, Ra. Ini kuitansi nya, sisa delapan juta aku ambil di ATM sambil membeli keperluan kita, ya."
"Belilah minuman dan makanan kecil untukmu juga, Thea. Aku titip roti saja, ya. Siapa tau aku kurang suka dengan makanan rumah sakit."
"Ratu, makanan rumah sakit mana ada yang enak, sih."
"Hahaha, iya kau benar sekali."
"Ya sudah, aku pergi dulu ya, tidak jauh juga kok. Kau tidak apa-apa kan ditinggal sendiri?"
"Tidak apa-apa."
Theana pun segera keluar kamar dan membeli segala keperluan mereka berdua. termasuk tas kecil dan pakaian. Tak lupa Theana membeli makanan kecil dan juga beberapa botol air mineral. Setelah itu ia segera kembali ke rumah sakit. Ketika ia masuk, Ratu tampak tertidur dengan pulas, mungkin karena kamar itu juga berAC sehingga gadis itu bisa lebih nyaman lagi beristirahat.
**
Sementara itu, di tempat yang berbeda seorang pemuda tampan sedang asik menatap wajah gadis cantik yang ada di ponselnya. Hingga tepukan di bahunya membuat pemuda itu terkejut.
"Aduh, apaan sih bikin orang kaget!" serunya.
"Abis dari tadi asik banget sih, liatin ponsel sampai nggak kedip begitu."
"Dia gebetanku, Ra. Asli anaknya bikin penasaran, dia cantik tapi jutek luar biasa. Dia juga pinter, itu yang bikin aku tambah suka."
"Haduh, baru sebulan di Jakarta udah punya gebetan aja. Sama-sama anak hukum juga?"
"Iya,namanya Calista. Kau kenal?"
Amara menatap saudara sepupunya itu tak percaya. Dia menyebut nama Calista? Calista Sailendra?
"Coba, aku lihat fotonya," kata Amara. Rama pun memberikan ponselnya pada Amara.
"Ca-Calista Syailendra."
"Kau kenal?"
"Papinya Calista salah seorang investor terbesar di perusahaan Papiku. Hati-hati kalau kau, tapi menurutku lebih baik kau jangan dekat-dekat dia lagi. Jujur, aku nggak suka sama dia."
"Ya itu urusanmu, Ra. Kau yang tidak suka kenapa aku harus Ikut-ikut."
"Saudara kembarnya itu sudah membuat orang yang aku cintai masuk penjara."
"Mike? Haduh, Ra, aku kan pernah bilang, Mike itu bukan pemuda baik-baik. Aku kenal dengan keluarga Mike, ayah Mike itu bekerja untuk Papiku. Mike masuk penjara karena dia sudah menodai seorang gadis. Ternyata yang ia nodai saudara kembar Calista."
"Kau masih mau mengejar gadis itu?"
"Kenapa tidak. Dia nggak salah apa-apa, Calista itu anak yang baik dan pintar. Dia juga cantik dan berasal dari keluarga baik-baik. Syailendra Corporation itu bukan perusahaan kecil, Ra. Papi Calista itu konglomerat, mau apa saja dia tinggal tunjuk. Aku sudah pernah ke rumahnya beberapa kali, Tantenya ramah. Dan, kemarin bahkan aku sudah bertemu dengan Papi dan Maminya kok. Mereka baik, nggak sombong."
Amara mendelik sewot. Ia masih sakit hati karena Calista pernah menamparnya dengan keras. Sekarang, saudara sepupunya sendiri malah membela Calista. Membuatnya bertambah kesal dan membenci gadis itu.
"Terserah sajalah Ram, tapi jangan harap aku suka pada gadis itu. Andai saja Papinya bukan investor di perusahaan Papi, sudah habis dia kemarin aku ajak berkelahi."
"Hahaha...sejak kapan kau bisa bela diri,sih? Dulu, kau ikut taekwondo saja hanya karena pelatihnya ganteng dan masih muda. Bukan berlatih kau malah sibuk cari perhatian."
"Kau ini sepupuku bukan, sih? Heran, senang sekali memojokkan diriku."
"Bukan memojokkan, aku hanya bicara sesuai dengan fakta."
Amara hanya mengendikkan bahunya lalu melangkah pergi meninggalkan Rama. Hari ini ia akan menjengguk Mike di tahanan, sehingga ia merasa tidak perlu melanjutkan perdebatannya dengan Rama.
"Ada apa sih, Amara?" tanya sang Ibu saat melihat Amara mengerucutkan bibirnya.
"Nggak apa-apa, Ma. Aku hanya sedikit kesal pada Rama."
"Kau ini, seharusnya tiru Kakak sepupumu itu, Rama itu anak yang baik dan rajin. Dia sengaja pindah ke Indonesia lebih dulu untuk kuliah sambil mengurus anak perusahaan milik Papinya. Kau ini anak Papa dan Mama satu-satunya tapi, kadang dimintai tolong sedikit saja tidak mau. Padahal kelak perusahaan Papa itu akan diwariskan kepadamu juga," omel Mamanya.
"Mama selalu saja membandingkan aku dengan Rama. Yang anak Mama ini aku atau Rama sih?"
Amara tak mempedulikan lagi Mamanya, dengan kesal ia menghentakkan kaki dan segera pergi. Amara tidak mau terlambat, karena untuk membesuk Mike itu tidak bisa berlama-lama juga tidak bisa setiap hari. Sehingga ia harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
Mike tampak jauh lebih kurus dibandingkan ketika minggu lalu Amara datang membesuknya.
"Aku bawa banyak makanan favoritmu juga uang, Mike," kata Amara.
"Aku perlu ponsel juga, Amara."
"Iya, aku sudah membawa semua pesananmu itu dalam shoping bag yang aku bawa."
"Baguslah kalau begitu."
"Bukannya tidak boleh ya membawa ponsel ke dalam lapas?"
"Tidak boleh jika ketauan. Kalau tidak ketauan ya aman-aman saja."
"Mike, kau tidak bisa meminta orang tuamu memohon naik banding atas kasusmu ini?"
"Tidak bisa, sejak awal kami meminta banding itu selalu di tolak. Apa ada kabar tentang Elena? Kau tau dia di mana sekarang?"
"Buat apa sih kau masih terus menanyakan gadis itu? Bukankah dia yang sudah membuatmu jadi begini, Mike?"
"Aku hanya ingin tau saja, Amara."
"Kau ini aneh."
"Aku jelaskan pun kau tidak akan mengerti Amara."
"Mungkin aku tidak akan bisa mengerti, karena yang aku tau bahwa selama ini aku terlalu mencintai dirimu. Entah bagaimana perasaanmu padamu, aku tidak tau."