webnovel

PENYESALAN

Damian tiba-tiba saja merasa sudut hati nya kosong. Ada sedikit rasa takut yang menjalar di hatinya. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana jika Liemey sampai meninggal, ia tidak lagi memiliki siapa-siapa. Tidak ada Ibu, tidak ada anak.

"Bapak sedang bertengkar dengan istri Bapak?" tanya petugas di samping Damian.

"Iya, Pak. Tadi, saya berusaha mengejarnya. Tapi, dia malah ngebut dan rupanya kurang fokus melihat jalan. Yang saya lihat tadi tiba-tiba mobil yang di kendarainya melesat dan menabrak trus itu."

Pertugas itu hanya menghela napas panjang. Kebetulan sekali Liemey di bawa ke rumah sakit yang sama dengan tempat Elena di rawat. Secara tidak sengaja Calista yang hendak pulang melihat Damian yang turun bersama seorang petugas kepolisian dan langsung berlari ke arah mobil ambulance yang baru saja tiba. Calista penasaran, tapi ia merasa enggan untuk mencari tahu. Sehingga ia melanjutkan niatnya untuk pergi ke rumah Gita menjemput Arlina dan langsung pulang.

Damian menunggu di depan UGD dengan perasaan yang tidak menentu. Tiba-tiba dia ingat, bahwa Elena juga di rawat di rumah sakit yang sama. Maka, Damian pun langsung mencari kamar tempat Elena di rawat. Ia melihat Arjuna yang baru saja keluar dari sebuah kamar VVIP dan bergegas menghampiri.

"Mana anak kurang ajar itu?" tanya Damian tanpa basa basi. Arjuna mengerutkan dahinya dan menatap Damian dengan tajam.

"Kau mencari siapa? Di dalam itu ada istri dan anakku yang sedang sakit."

"Elena itu anakku!"

"Anak? Bukannya kau sendiri yang berkata bahwa kau tidak memiliki anak? Seorang lelaki pantang menjilat ludahnya sendiri Dan. Kalau kau berniat mencari ribut, lebih baik kau pulang. Jangan mencari keributan di sini!"

"Kau bukan ayah dari anak-anakku!"

"Secara hukum, Zalina adalah Ibu yang sah bagi Elena dan Calista. Dan, Zalina itu adalah istriku yang sah. Artinya anak-anak Zalina adalah anak-anakku. Dan, sebagai seorang suami dan ayah, aku harus menjaga anak dan istriku."

Kedua lelaki itu saling bertatapan penuh emosi. Namun, Arjuna sama sekali tidak gentar. Sekalipun Damian ayah kandung Elena tapi, Zalina istrinya menang secara hukum. Lagi pula apa yang Damian lakukan juga sudah kelewatan.

"Liemey kecelakaan, dan ia ada di ruang UGD sekarang. Jika sampai terjadi sesuatu dengannya maka semua adalah salah anak kurang ajar yang ada di dalam sana. Tapi, baiklah aku tidak akan mencabut kata-kataku. Katakan pada ketiganya, jangan pernah anggap aku sebagai Daddy mereka lagi. Sepeserpun dari hartaku tidak akan pernah aku berikan pada mereka. Jika aku mati sekalipun!" sergah Damian kemudian ia pun berlalu.

Arjuna hanya menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar merasa kesal dengan kelakuan Damian. Tadinya,Arjuna akan kembali ke kantor, tapi ia memilih untuk kembali ke kamar perawatan Elena sebentar.

"Kau bertengkar dengan siapa, Mas? Aku tadi mendengar ada yang berteriak," kata Zalina.

"Liemey kecelakaan, dan menurut Damian dia ada di ruang IGD. Apa kau akan baik-baik saja jika aku tinggal?" tanya Arjuna.

"Aku masih sanggup mengatasi tiga orang seperti Damian. Kau kembali saja ke kantor, Mas."

Arjuna mengelus rambut istrinya tercinta itu dan menempelkan bibirnya di dahi Zalina penuh kasih sayang. "I love you," bisik Arjuna mesra di telinga Zalina yang tentu saja langsung membuat pipi Zalina merah merona. Elena yang melihat hal itu hanya tersenyum dan pura-pura batuk kecil. Zalina dan Arjuna pun hanya tertawa sambil mengedipkan sebelah mata mereka pada Elena.

"Mami dan Papi selalu mesra. Aku terkadang berpikir, apa aku akan memiliki suami sebaik Papi kelak," ujar Elena setelah Arjuna pergi.

Zalina tersenyum dan membelai rambut Elena.

"Tentu saja sayang. Kau pasti akan bertemu dengan pangeran yang baik hati dan mencintaimu dengan sungguh-sungguh seperti Papi mencintai Mami.

"Aku ingat, dulu Papi begitu sabar saat Mami mengandung Krisna dan Arlina. Papi sampai bekerja dari rumah karena Mami harus bedrest."

"Papimu itu memang baik, sayang. Mami bersyukur Tuhan telah mempertemukan kami. Bahkan, Papi selalu mendukung apapun yang ingin Mami lakukan. Yang paling penting adalah, Papi juga sangat mencintai kalian bertiga. Kau, kakak dan adikmu."

"Sama seperti Mami mencintai kami."

"Ya, sama seperti Mami mencintai kalian."

Elena tersenyum sambil menggengam tangan Zalina.

"Mami, jika aku sampai hamil akibat kejadian itu, apakah Mami akan malu? Aku sudah membuat Mami malu dan kecewa."

"Yang seharusnya malu itu adalah lelaki kurang ajar itu. Kau tidak salah, itu adalah kecelakaan. Murni di luar keinginanmu, kan. Kita akan menghadapinya bersama-sama, percayalah pada Mami dan Papi."

"Iya Mami."

Sementara itu, karena Liemey terluka cukup parah, dokter harus segera melakukan tindakan operasi. Dan kini, Damian pun berasa di depan ruang operasi itu, sendiri. Ia merasa begitu hampa dan bingung. Ia sempat memberi kabar pada Aruga. Saat ini yang Damian miliki hanyalah sahabatnya.

Liemey sendiri masih berada di antara batas hidup dan mati. Kepalanya terbentur cukup kuat sehingga menyebabkan pendarahan di dalam. Dan ada pecahan kaca yang menusuk tepat di lambung, sehingga menyebabkan kebocoran lambung.

Liemey melihat cahaya yang sangat menyilaukan matanya, namun ia penasaran mengikuti cahaya itu. Hingga ia pun tiba di sebuah taman yang indah.

"Kau Liemey?" sapa seseorang dengan ramah. Liemey menoleh dan melihat seorang wanita cantik yang sedang tersenyum padanya.

"Kau..."

"Aku Arista, mantan istri Damian."

"Kau cantik sekali. Tapi, tunggu jika kau ada di sini apa ini artinya aku sudah mati?" tanya Liemey.

"Belum. Tapi, saat ini semua bergantung padamu. Kau mau kembali atau tetap di sini," ujar Arista.

Liemey memandang berkeliling, taman ini cukup indah dan rasanya begitu nyaman sekali.

"Rasanya, aku tidak ingin kembali."

"Kenapa?"

Liemey memeluk Arista dan menangis tersedu dalam pelukan Arista.

"Maafkan aku, Arista. Aku tidak mampu menjaga anak-anakmu dengan baik. Bahkan, Elena celaka karena aku tidak mampu menjadi Ibu dan istri yang baik."

"Bukan salahmu, kau sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik. Kau juga berusaha menjadi Ibu yang baik. Kau menyayangi anak-anakku. Kau menjaga Dominic dan Elena dengan baik. Terima kasih banyak, Liemey."

"Aku ingin tinggal di sini saja bersamamu. Bisakah?"

"Aku sudah mengatakan padamu, bukan? Pintu di sebelah sana akan tertutup dalam waktu 30 menit dari sekarang. Jika kau kembali, kau masih bisa selamat meski proses penyembuhanmu akan lama. Tapi, jika kau tetap di sini maka kau akan meneruskan perjalananmu ke sana," kata Arista sambil menunjukkan tangga yang menjulang tinggi ke atas."

"Aku memilih untuk meneruskan ke atas sana, Arista. Damian tidak membutuhkan aku dan cintaku. Kau sendiri, mengapa masih di sini jika kau bisa lanjut ke atas?" tanya Liemey.

"Aku masih menunggu seseorang di sini. Jika ia sudah datang maka aku dan dia akan bersama- sama ke atas."

Liemey pun mengangguk, ia memantapkan hati dan melangkah ke tangga yang menjulang tinggi. Dia melihat ada dua orang yang memakai jubah berwarna putih menunggunya di anak tangga itu. Liemey menoleh dan melambaikan tangannya pada Arsita dan meneruskan langkahnya, namun ia menatap kembali ke arah pintu saat ia masuk tadi dengan ragu.

Sementara itu dokter yang menangani Liemey tersentak kaget, detak jantung Liemey mendadak berhenti, ia pun langsung meminta alat kejut jantung dan berusaha untuk mengembalikan denyut jantung Liemey kembali...