Zalina menatap Liemey yang kebingungan dan tampak panik itu. Ia langsung membimbing Liemey untuk duduk di kursi.
"Tarik napas dulu, cik. Ini minum dulu," kata Zalina sambil memberikan segelas air kepada Liemey.
"Elena,Lin..."
"Kenapa dengan Elena?" tanya Arjuna.
"Dia hilang..."
Zalina dan Arjuna saling pandang.
"Bagaimana bisa hilang, Cik?" tanya Zalina cemas.
"Damian...Sore tadi, Damian pulang lalu mengomel gara-gara Dominic menolak ia jenguk. Elena pun kembali jadi sasaran kemarahannya. Mereka bertengkar, pada puncaknya ia mengusir Elena dari rumah."
"Benar-benar kelewatan dia itu, astaga!"
"Ponselnya?"
"Aku meneleponnya berkali-kali tapi, dia tidak mengangkatnya, Jun. Dia juga tidak membawa apapun selain tas nya. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya," kata Liemey.
Arjuna dan Zalina tampak berpikir, mereka panik tapi, mereka juga tidak mau bertindak gegabah.
"Coba telepon Jimmy, sayang. Minta tolong Calista untuk menelepon Jimmy, katakan jika Calista ke sana untuk segera mengabari kita. Coba minta tolong Calista juga menelepon teman Elena yang lain, aku akan menyuruh anak buahku untuk mencari Elena ke tempat hiburan malam yang lain. Siapa tau Elena tidak ke Pub tempat Jimmy bekerja karena ingin menghindari kita."
Zalina bergegas memanggil Calista dan meminta Calista untuk membantu mereka.
"Daddy kenapa lagi, Mami?" tanya Calista. Zalina menggelengkan kepalanya, tampak air matanya menetes membasahi pipinya.
"Seharusnya tadi Mami paksa dia pulang ke sini," kata Zalina. Calista menepuk bahu Maminya, "Bukan salah Mami. Mami sudah berusaha memberikan yang terbaik. Tapi, Elena sendiri yang memilih jalannya. Kita cari saja sekarang, Mami."
Zalina dan Calista pun segera bergabung dengan Liemey dan Arjuna di ruang tamu. Arjuna tampak sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sementara Liemey tampak duduk bersandar sambil menangis dalam diam.
"Mami harus kuat, jangan menangis seperti ini terus," kata Calista pada Liemey.
"Kau menginap di sini saja, Cik. Jangan pulang kalau kondisi sedang panas," kata Zalina.
"Tidak bisa, Lin. Damian akan semakin bertambah marah jika aku sampai tidak pulang. Kalian bisa kan memberi aku kabar jika Elena di temukan? Aku harus pulang sekarang, jangan sampai Damian datang ke sini dan membuat keributan lagi, Lin."
Zalina hanya bisa menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
"Ya sudah, kau pulanglah dulu, Cik. Aku pasti akan memberi kabar jika Elena di temukan."
Liemey pun mengangguk dan bergegas, "Jangan ngebut," kata Zalina.
"Iya, Lin."
Zalina pun bergegas masuk kembali saat mobil yang dikemudikan Liemey sudah menjauh.
"Aku sudah menelepon John untuk mengerahkan anak buahnya mencari Elena,sayang. Kita tinggal tunggu saja di rumah sambil menghubungi teman-temannya," kata Arjuna.
"Aku sudah menelepon beberapa teman dekatnya, Papi. Tapi, mereka bilang tidak ada. Jimmy pun mengatakan bahwa Elena tidak ada mampir."
"Coba kau ingat-ingat Calista, siapa tau ada yang terlewat. Coba ingat-ingat tempat favorit Elena," kata Zalina.
Calista berusaha mengingat kemana Elena biasa pergi jika sedang kesal. Tapi, Calista sendiri merasa bingung. Masalahnya, sejak SMP mereka berbeda sekolah, dan sejak itu juga hubungan mereka menjauh. Semua itu karena Damian yang terlalu mengatur Elena begini dan begitu. Untungnya mereka kini kuliah di universitas yang sama meski berbeda jurusan. Sehingga, Calista tau dengan siapa Elena dekat.
Tiba-tiba, Calista teringat satu nama, meski dia sedikit ragu tapi tak ada salahnya untuk mencoba.
"Mami, ada seorang teman kuliah Elena yang cukup dekat dengan Elena. Tapi, dia..."
"Dia kenapa?" tanya Zalina.
"Dia terkenal sebagai seorang ayam kampus, Mami. Namanya Nadila, biasanya dia sering ke tempat hiburan malam. Yang aku tau, akhir-akhir ini Elena dekat dengannya, Mami."
"Kita coba hubungi, Kak. Ada nomor ponselnya? Bisa Kakak coba telepon?"tanya Zalina.
"Itu masalahnya, Mami. Aku tidak memiliki nomor ponselnya. Tapi, aku tau di mana apartemennya."
"Kita ke sana, Mas?" tanya Zalina.
"Kakak bisa menjaga adik-adik?" tanya Arjuna. Calista mengangguk, "Iya, Papi. Aku akan menjaga adik-adik dengan baik."
"Papi ganti pakaian dulu kalau begitu," kata Arjuna.
Zalina mengangguk, ia pun segera menuju ke kamar Arlina. Tampak gadis kecil itu sedang bermain bersama Laela.
"Sayang, Mami dan Papi pergi sebentar ya, ada keperluan. Arlina tinggal di rumah bersama Mas Krisna dan Kak Calista juga Mbak Laela, ya," pamit Zalina.
"Lama nggak perginya, Mami?" tanya Arlina.
"Nggak, kok sayang."
"Ya udah, tapi janji ya, Mami jangan lama-lama," kata Arlina. Zalina pun mengangguk, dan melambaikan tangannya. Calista segera membuntuti Zalina sampai Mami dan Papinya itu pergi. Setelah itu, ia pun kembali ke kamar Arlina untuk menemani adik bungsunya itu bermain
**
Arjuna dan Zalina menatap gadis muda yang berdiri di hadapan mereka. Gadis itu cukup cantik dan menarik, hanya sayang tampak sedikit liat dan urakan.
"Om dan Tante cari siapa?" tanyanya cukup sopan.
"Namamu Nadila? Apa kau kenal dengan Elena?" tanya Zalina lembut. Gadis itu mengangguk, "Elena mahasiswi Ekonomi, kan? Saudara kembarnya Calista?"
"Iya, kau mengenalnya, nak?"
"Aku kenal Elena, Tante. Maaf, apa Tante dan Om orangtua Elena? Maaf kalau saya tadi bersikap kurang sopan, silahkan masuk, Om, Tante."
Sikap Nadila langsung berubah menjadi lebih santun saat mengetahui siapa yang berdiri di hadapannya saat ini.
"Tidak usah, Nak. Om dan Tante sedikit tergesa-gesa. Apa Elena mampir kemari hari ini? Kami mencoba menelepon ponselnya tapi, dia tidak mengangkatnya. Tadi, dia sedikit bertengkar dengan Daddy-nya dan pergi dari rumah. Saat ini, kami bingung harus mencarinya ke mana lagi."
"Om dan Tante ini pasti Om Arjuna dan Tante Zalina. Kalian Papi dan Mami Elena. Elena sering bercerita tentang Om dan Tante. Elena tidak datang ke sini, sudah beberapa hari ini aku tidak sempat bertemu dengannya, Tante. Bisa saya minta nomor ponsel Tante? Jika Elena datang kemari, saya akan menahannya dan langsung menghubungi Tante," kata Nadila
Zalina tidak melihat dusta di mata Nadila. Bahkan gadis itu terlihat jujur, Zalina pun segera memberikan kartu namanya pada Nadila.
"Tolong ya, Nak. Hubungi Tante jika Elena datang, tidak apa jika dia menginap di sini untuk semalam, besok pagi Tante akan menjemputnya."
"Nanti, saya akan mencoba meneleponnya juga, Tante. Semoga dia mau mengangkat telepon dari saya."
"Terima kasih, Nak."
"Tante, saya yang seharusnya berterima kasih. Tante beruntung memiliki anak sebaik Elena dan Calista. Mungkin, dengan Calista saya tidak terlalu akrab. Tapi, Elena banyak mengajarkan saya tentang kehidupan, kami sering berbagi cerita. Saya kagum pada Tante, saya janji akan membantu menemukan Elena," kata Nadila.
Arjuna dan Zalina hanya mengangguk dan tersenyum. Zalina sendiri menyempatkan diri untuk memeluk Nadila sebagai ungkapan terima kasih. Ia dan Arjuna pun bergegas pergi. Sementara Nadila merasa suatu kehangatan yang mengalir saat Zalina memeluknya.
**
Sementara itu, Elena sedang duduk di sudut ruangan sebuah kelab malam. Bukan kelab malam yang biasa ia kunjungi, karena ia tau jika ia ke sana Jimmy pasti akan menghubungi Zalina dan Arjuna. Ia sebenarnya ingin pulang ke rumah Zalina, tapi, ia tidak mau membuat Zalina kembali khawatir dan bersedih. Ia tidak bisa melihat Zalina kembali menangis. Sudah cukup apa yang ia lakukan. "Mulai hari ini aku akan bertanggung jawab atas diriku sendiri," gumam Elena.
Entah sudah berapa banyak minuman yang Elena habiskan. Ia merasa kepalanya berputar dan kesadarannya mulai berkurang saat ia merasa ada tangan yang menopang tubuhnya dan membawanya pergi dari sana. Ia ingin melawan dan menepiskan tangan orang-orang yang membawanya, tapi kesadarannya makin hilang dan hal yang terakhir ia ingat, ia di bawa masuk ke dalam sebuah mobil.
**
hayoo dibawa siapa Elena? Penasaran? Besok lagi yaaa hhihii