Calista terbelalak mendengar cerita Zalina.
"Mami...jadi...?"
"Iya, dulu selama hampir dua bulan Mami berada dalam raga Mommy kalian. Itulah sebabnya kenapa Mami bisa tau apa saja makanan kesukaan kalian, kebiasaan kalian. Semuanya, Mami lakukan karena Mommymu yang memberitahu. Mommy kalian biasa berdiri di samping Mami sambil memberi instruksi apa saja yang harus Mami kerjakan. Selama hampir 2 bulan Mami ikut merasakan kepedihan Mommy kalian. Mami juga masih ingat bagaimana untuk terakhir kalinya Mommy kalian berpamitan. Rasa sesaknya masih terasa sampai sekarang, nak.
"Mommy kalian adalah kakak yang baik untuk Mami. Sekalipun Mami memiliki Tante Arasy. Tapi, almarhum Mommy kalian dulu sangat mencintai Mami seperti adiknya sendiri. Jujur, dulu Mami lebih dekat dengan almarhum Mommy kalian, dibandingkan dengan Tante Arasy. Jadi, bukan hanya kalian yang kehilangan kasih seorang Ibu, Mami juga kehilangan Kakak yang begitu baik. Dan, almarhum Mommy kalian sudah menitipkan kalian pada Mami. Andai saja kalian tau, bagaimana Mami merasa sangat terluka saat kakak Dom dan Kakak El memutuskan tinggal dengan Daddy kalian. Tapi, Mami tidak bisa memaksakan kehendak, kan?"
Calista memeluk Zalina dengan erat dengan air mata berlinang.
"Mami, terima kasih sudah merawat dan membesarkan aku dengan baik. Bahkan, Mami dan Papi tidak pernah membedakan kasih sayang antara aku dan anak-anak kandung Mami."
"Meskipun bukan dari rahim Mami, tapi kau adalah anak Mami. Dan, Mami sangat mencintaimu, nak."
Zalina membelai rambut Calista perlahan. "Nah, sekarang yang harus kau lakukan adalah, belajar dengan baik, supaya Mami bisa melihatmu memakai toga. Mami mohon padamu, tetaplah menjadi anak Mami yang selalu mencintai Mami."
"Mami nggak perlu meminta itu, karena aku akan selalu mencintai Mami," jawab Calista.
"Ya sudah, ayo kita turun. Papi sama Mami bawa oleh-oleh, soal laptopnya Laela, nanti kalau masih rusak biar Mami yang ganti. Dan, untuk Elena jika dia kemari biar Mami bicara padanya."
"Terima kasih, Mami."
Zalina menghapus sisa air mata yang masih membasahi pipi Calista. Kemudian merangkul putrinya itu dan menggandengnya keluar. Dan, di ruang keluarga tampak Krisna dan Arlina sibuk membuka oleh-oleh yang di bawa oleh kedua orangtuanya.
"Kak, ini buat Kakak," kata Arlina sambil menyodorkan coklat kesukaan Calista.
"Waah, makasih ya, dek."
"Sama-sama."
"Kak, ini buatmu dan Laela. Papi belikan kalian sepatu dan tas baru. Kalian pilih saja mana yang kalian suka," kata Arjuna.
"Terima kasih, Papi."
"Sama-sama, kak."
**
Seperti biasa, di malam hari setelah selesai makan malam semua kembali sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Zalina mengajari Arlina belajar, Krisna seperti biasa menempel pada Calista untuk urusan pelajaran begitu juga dengan Laela. Zalina menyiapkan satu ruangan khusus untuk belajar. Dan, biasanya anak-anak akan menghabiskan waktu belajar bersama di ruangan itu. Ruangan itu di design seperti sebuah perpustakaan mini. Ada rak-rak berisi buku- buku. Mulai dari buku pelajaran sampai novel-novel.
Zalina memang sengaja membuat nya agar ia bisa selalu mendampingi anak-anak nya belajar. Dan, anak-anak pun terbiasa belajar bersama tanpa terganggu dan bisa fokus. Setelah selesai belajar, barulah anak-anak tidur. Dan, tentu saja di kamar masing-masing. Kecuali si kecil Arlina tentu saja harus di temani dulu di kamarnya baru Zalina bisa kembali ke kamarnya sendiri.
"Anak-anak sudah tidur, Lin?" tanya Arjuna saat Zalina masuk kamar dan mulai membersihkan wajahnya.
"Sudah, aku baru saja menidurkan Arlina. Aku heran dengan anak kita yang satu itu, manjanya minta ampun. Kata Laela kemarin dia sempat menangis lama ketika kita tinggalkan. Padahal, saat kita pergi dia sempat melambai dengan gembira kan, tapi setelah itu dia langsung menangis sedih."
"Ya, buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya, sayang," kata Arjuna sambil memeluk istrinya dari belakang. Meskipun sudah dua kali melahirkan, tubuh Zalina masih tetap langsing dan singset. Hal itu jelas karena ia rajin minum jamu-jamuan. Dan, perawatan setelah melahirkan.
"Maksudmu, kau ketika kecil manja seperti Arlina?"
"Aku kan lelaki, kalau Krisna yang mirip denganku itu sudah pasti, sayang. Tapi, manjanya Arlina itu pasti darimu. Apa kau tidak ingat saat hamil Arlina kau dua kali lipat lebih manja kepadaku dibandingkan ketika hamil Krisna," goda Arjuna membuat Zalina hanya mengerucutkan bibirnya kesal.
Namun, tiba-tiba Zalina teringat sesuatu. Ia pun membalikkan tubuhnya dan menatap Arjuna dengan serius.
"Mas, ini tentang Elena," katanya. Arjuna langsung mengejutkan dahinya dan duduk di hadapan Zalina.
"Elena? Kenapa dia, Lin? Apa ada sesuatu yang terjadi lagi?"
Zalina pun mulai menceritakan apa yang Calista sampaikan siang tadi. Arjuna menghela napas panjang setelah Zalina menyelesaikan ceritanya.
"Elena butuh orang-orang yang mencintainya. Mungkin ia merasa tidak ada kehangatan di rumahnya, sehingga ia melakukan hal-hal yang menarik perhatian Damian."
"Sayangnya, Damian lebih mencintai dirinya sendiri. Dia menganggap hanya dirinya sendiri yang bersedih karena kehilangan Mbak Arista. Dia lupa ada anak-anak yang harus ia perhatikan. Untung saja Mas Ruga selama ini tetap setia mendampingi di kantor. Jika tidak, perusahaan itu sudah lama kolaps. Lihat Dominic sekarang, ia memilih untuk tinggal sendiri di rumah itu bersama asisten rumah tangga dan security. Entah apa yang ada dalam pikiran Damian."
"Apa kita perlu bicara pada Damian?"
"Bahkan istrinya yang bicara pun tidak ia dengarkan, Mas."
"Kalau begitu, kita bicara pada Elena. Kasian anak itu, Lin. Apalagi jika dia terus menerus mabuk dan keluar masuk tempat hiburan malam. Dia anak gadis, bagaimana dengan kuliahnya nanti. Aku sedikit khawatir juga pada Calista. Anak kembar itu sensitif, mereka bisa saling merasakan. Jika salah satunya bersedih yang satunya juga akan merasakan hal yang sama."
Zalina mengembuskan napasnya perlahan. "Aku akan mencoba bicara dengan Elena, Mas. Semoga saja dia masih mau menganggap aku Maminya." Arjuna bangkit dan meraih Zalina ke dalam pelukannya.
"Sabarlah, sayang. Ini memang resiko kita jika memiliki anak-anak yang beranjak dewasa. Sekarang, Calista dan Elena. Sepuluh tahun ke depan, Krisna dan Arlina. Yang paling penting kita harus bisa bersikap dan bertindak dengan bijaksana. " Terima kasih, Mas. Kau ini manis sekali sih," ujar Zalina.
"Hem, kau ini mulai menggodaku ya," kata Arjuna sambil menempelkan bibirnya ke telinga Zalina dengan lembut membuat Zalina kegelian.
Tanpa menunggu lama Arjuna langsung menggendong tubuh Zalina dan membawanya ke tempat tidur mereka. Seperti biasa dengan Arjuna melakukan semua dengan lembut dan penuh cinta. Setelah sepuluh tahun bersama, cintanya pada Zalina tidak pernah berkurang sama sekali. Bahkan, makin hari makin bertambah. "Aku mencintaimu,Lin," bisik Arjuna setelah mereka melepaskan semuanya bersama. Zalina hanya tersenyum dengan napas yang masih tersengal.
Seperti biasa, mereka berdua pun saling berpelukan sampai tertidur. Namun, baru satu jam Zalina dan Arjuna lelap pintu kamar mereka di ketuk dengan keras. Keduanya langsung terjaga dan segera merapikan pakaian mereka dan membuka pintu.
"Mami, Papi, tolong..." kata Calista dengan wajah pucat pasi saat Zalina membuka pintu.
**
FOLLOW IG AKU YAAA @alya_incess88