Sutinah dan Laela pun segera bergegas ke kamar kerja Arjuna meski dengan perasaan takut.
"Mbak, ayo duduk," kata Zalina. Sutinah dan Laela pun duduk di samping Zalina.
"Mbak, tadi saya sudah menelepon Dominic. Dan, dia dalam perjalanan pulang sekarang. Nanti, setelah selesai makan siang, Mbak dan Laela bereskan barang-barang kalian. Karena, mulai siang ini kalian tidak bisa lagi tinggal di rumah ini, karena..."
Mendengar perkataan Arjuna wajah Sutinah pun memucat seketika, tanpa menunggu perkataan Arjuna selesai ia langsung bersimpuh di kaki Zalina.
"Ya Allah, Bu. Saya mohon, jangan pecat saya, Bu. Saya nggak tau kemana lagi saya dan anak saya mau pergi. Saya tau, anak saya kurang ajar sudah berani- berani mencintai Mas Dom. Ampuni, Bu."
"Ya Allah, Mbak. Mas Arjuna belum selesai bicara. Yang mau usir kalian itu siapa? Kalau urusan pekerjaan, sudah jelas saya tidak bisa lagi membiarkan calon besan saya bekerja di rumah ini. Mbak dan Laela akan tinggal di rumah Dominic. Karena pamali kalau belum menikah tinggal satu atap. Dan, nanti Markonah akan bekerja di sini. Tidak masalah kan, kalau sementara di sana tidak Mbak dan Laela beres-beres berdua. Saya nanti akan meminta asisten rumah tangga yang baru untuk bekerja di sana," kata Zalina geli sambil membantu Sutinah untuk kembali duduk.
Sutinah pun menarik napas lega sambil mengusap air matanya.
"Sa-saya pikir Ibu dan Bapak marah dan mau pecat saya dan mengusir kami."
"Tidak mungkin saya dan Mas Arjuna mengusir dan memecat Mbak. Apa lagi Mbak sudah lama sekali bekerja untuk kami. Masalah cinta, itu tidak bisa dipaksakan. Jika memang Laela bisa membuat Dom jatuh cinta sebagai orang tua kita hanya bisa mendukung mereka, kan. Sekarang, lebih baik kita makan siang, Mbak. Nanti, Dom akan mengantar kalian ke rumah. Dia sedang dalam perjalanan menjemout Markonah dulu," kata Zalina.
Laela pun memberanikan diri menghampiri Zalina.
"Bu, saya boleh memeluk Ibu?" tanyanya dengan suara lirih. Zalina menatap gadis berwajah ayu di hadapannya itu,kemudian tanpa ragu, ia pun memeluk Laela dengan hangat. "Terima kasih kau mau mencintai putraku. Tapi, sebelum aku lupa aku ingin bertanya padamu, La."
"Iya, silahkan Bu."
"Apakah kau mau memaafkan Dom jika ia pernah melakukan kesalahan di masa lalu? Kau mau menerima segala kekurangan Dom?" tanya Zalina.
"Ada apa, Bu?" tanya Laela.
Zalina dan Arjuna saling berpandangan. Dan, perlahan Zalina menceritakan apa yang sudah disampaikan oleh Calista sebelumnya.
"Jika kau berubah pikiran dan ingin meninggalkan Dom, Ibu tidak akan marah. Tidak pula akan berpengaruh pada pekerjaan Ibumu. Ibu juga akan tetap membiayai kuliahmu," kata Zalina.
Laela meneteskan air mata. Kecewa, jelas ia kecewa, tapi perasaan cinta yang ia rasakan jauh lebih besar dari pada kekecewaan yang saat ini ia rasakan.
"Bu, seperti Mas Dom dan keluarga ini menerima saya dengan baik, saya juga mau menerima masa lalu Mas Dom. Yang lalu biarkan saja, asalkan saat kami menikah nanti Mas Dom bisa setia hanya kepada saya."
"Alhamdulillah," sahut Zalina dan Arjuna serempak.
"Nah, lega sudah. Ayo kita segera makan siang, aku sudah lapar ini," kata Arjuna.
Mereka pun melangkah dengan perasaan lega menuju ruang makan. Tampak Khanza, Arasy, Calista dan Dominic menunggu dengan wajah tegang.
"Mana Arlina, Mbak?" tanya Zalina.
"Dia tidur, Lin. Mbak menidurkannya di kamar, oya ini Markonah, Lin?"
Seorang wanita muda berusia 20 tahun tampak takut-takut menghampiri Zalina.
"Nyuwun sewu, Bu. Kata Mas Dom, saya mulai hari ini tinggal di sini?" tanya gadis itu.
"Iya, kamu kerja sama saya. Nanti, anak saya akan ajari kamu apa aja yang harus kamu kerjakan ya. Udah, sekarang kita makan dulu," kata Zalina.
Setelah selesai makan siang Sutinah dan Laela langsung membereskan barang-barang mereka dan bersiap untuk pindah ke rumah Dominic. Sementara Calista langsung membawa Markonah berkeliling dan memberitahu apa saja tugas Markonah di rumah itu.
Sementara Arjuna dan Zalina tampak duduk di ruang keluarga bersama Arasy, Khanza dan Dominic. Merasa sedang berada di suasana sidang Dominic hanya menunduk penuh rasa bersalah.
Plak...plak...plak.
Tanpa diduga Zalina dengan tega menampar Dominic dengan keras hingga pemuda itu mengaduh. Menyadari Zalina sudah mengetahui semuanya, Dominic pun memeluk kaki Zalina sambil menangis.
"Maafkan aku, Mami. Demi Allah, Mi semua itu terjadi begitu saja. Aku yang salah, Mi. Aku nggak bisa kontrol dan yang paling utama aku tidak mengindahkan nasihat Mami. Padahal jauh hari Mami sudah tidak setuju dengan hubunganku dan Kezia. Ampuni aku, Mi."
Zalina berusaha menahan air matanya sendiri sambil menatap langit-langit ruangan itu.
"Mami kecewa sekali, Kak. Selama ini, Mami selalu berharap Kakak bisa memberikan contoh yang baik untuk ke empat adik-adikmu. Untuk Elena, Calista, Krisna, Arlina. Kau ini anak yang paling tua, seharusnya bisa menjadi contoh yang baik. Baik, jangan pikirkan Krisna dan Arlina jika kau tidak mau menganggap mereka adik kandungmu. Tapi, kau lihat Calista. Kau tau karma? Apa yang kau lakukan pada Kezia itu berbalik pada Elena. Apa kau sadar itu? Kau melakukan itu pada Kezia setahun yang lalu. Dan, 5 bulan lalu adikmu sendiri mengalami bagaimana rasanya dinodai. Kau tau perasaan Mami saat ini, Kak? Sakit sekali rasanya."
"Aku sadar, Mami. Semua kesalahanku, aku mohon maaf, Mami. Tolong Mami, aku bisa bersikap tidak peduli saat semua orang meninggalkan aku. Tapi, aku nggak bisa kalau Mami yang meninggalkan aku. Demi Allah, Mami. Aku minta maaf."
"Lin, kau sudah berjanji," kata Arjuna dengan lembut mengingatkan sang istri. Zalina menoleh pada Arjuna,kemudian menatap Dominic yang sedang menangis sambil memeluk kakinya.
Perlahan, ia menarik tubuh Dominic sehingga pemuda itu bangkit berdiri, kemudian memeluknya.
"Kau ini memang keras kepala, Kak. Berani kau melakukan hal itu lagi, Mami tidak segan untuk menggantungmu di pohon mangga milik Mami!"
"Aku sayang sekali sama Mami. Tolong, maafkan aku, ya Mi."
"Jangan pernah berani menemui perempuan itu lagi. Dan, satu lagi meskipun Laela dan Ibu Sutinah tinggal di rumahmu, kau tidak boleh menginap di sana. Kalau mau mengantarkan Laela pulang dan pergi kuliah tidak masalah. Tapi, anggap kau sedang bertamu ke rumah orang. Jangan coba-coba berbuat yang aneh-aneh!" kata Zalina lagi.
"Iya Mami," jawab Dominic di sela isaknya.
"Malu sih, Kak sama badan tinggi besar nangis begitu," ledek Calista yang entah sejak kapan sudah duduk di samping Khanza.
"Hush, Calista," tegur Khanza.
"Memang benar, Oma. Anak paling besar tapi, paling cengeng."
"Sudah, Cal. Kasian kakakmu, sudah ditampar Mamimu, kau ledek juga dia," sahut Arasy.
"Ya sudah, aku tidak meledeknya lagi. Laela dan Ibunya sudah siap, kau antar mereka ke rumahmu, dan ingat pesan Mami, jangan lama-lama di sana. Kalian belum halal," kekeh Calista membuat Dominic meleletkan lidahnya.
Suasana haru dan sedikit tegang berubah hangat kembali. Setelah berpamitan, Sutinah dan Laela pun segera masuk ke dalam mobil Dominic. Dalam hati wanita itu bersyukur, di masa tuanya ia bisa menikmati dengan anak dan menantu yang baik seperti Dominic.
Baru saja hendak mobil Dominic berlalu, tiba-tiba sebuah BMW memasuki halaman. Melihat mobil yang amat ia kenal dengan baik, Calista langsung berlari ke atas, sambil berseru.
"Katakan saja aku tidur, jika bocah degil itu mencariku, Tante Arasy!" serunya.