Brak!
Tiba tiba Amy pingsan di bahu Alfa dengan kondisi masih memeluknya.
Alfa menoleh ke samping dan menyadari kalau Amy telah pingsan. Ia panik dan khawatir.
"Amy!"
***
Alfa menatap Amy yang masih tidak sadarkan diri di ranjangnya. Ia menggendongnya ke kamar dan menidurkannya. Ia terus menatapnya, lama sekali, wajahnya yang teduh dan terlelap, seolah putri raja yang tidak pemarah dan tenang. Yah meskipun itu adalah sebaliknya.
Alfa mengingat saat Amy berusaha membuka baju kimononya. Dan berusaha menggodanya.
"Kenapa? Kau takut? Kalau begitu kau saja yang membukanya."
"APA?!" teriak Alfa "Kau pikir aku gila? Kenapa kau harus melakukannya?"
"Apanya yang kenapa? Bukannya kau menginginkanku?"
Amy mendekat dan memeluknya. Melingkarkan kedua lengannya di leher Alfa, lebih tepatnya memaksanya. (cek bab 148)
Bagaimana bisa dia menahannya, sedang dirinya adalah seorang pria sehat dan memang sudah lama menyimpan perasaan untuknya. Alfa menyisir rambutnya ke belakang dan menunduk memikirkannya. Ia membayangkan hal yang tidak diinginkan benar benar terjadi di apartemen Amy.
"Kenapa kau melakukan ini?" Alfa menghela napas. "Aku sudah cukup tersiksa dengan membayangkan dirimu saat itu. Aku sudah cukup tersiksa dengan keobsesian ku yang tidak mau hilang saat itu. Aku sudah sangat menderita seolah aku harus segera menerkammu agar aku baik baik saja. Aku… aku harus menyelamatkan egoku, tapi sekarang…godaan seperti ini saja membuatku lemah. Apa aku kecewa? Apa aku cukup kecewa karena tadi bukanlah dirimu yang sebenarnya yang menginginkanku? Ahhh, sudahlah, aku memang sudah rusak dari dulu."
Dalam batinnya yang paling dalam ia sebenarnya kecewa karena tadi bukan keinginan Amy yang sebenarnya seolah olah dirinya berharap terjadi sesuatu diantara dia dan Amy. Alfa merasa buruk karena memikirkan hal itu. Ia mendesah dan hanya menutup matanya sembari menunduk merasa malu dan merasa sangat bersalah pada pikiran kotornya.
Amy perlahan membuka matanya. Ia mengerjap ngerjapkan mata dan menatap sekelilingnya, termasuk Alfa yang ada di sampingnya, dengan duduk dan menundukkan kepala entah apa yang sedang dilakukannya.
"Kau sedang apa?"
Alfa tersentak lalu menatap Amy dengan wajah terkejut ia menganga.
"Amy!"
Teriakan Alfa membuat Amy terperanjat dan terlonjak kaget.
"Apa sih teriak teriak? Seperti melihat setan saja!"
"Astaga!" Alfa memegang dadanya dengan ekspresi terkejut setengah mati.
Amy duduk dan melihat dirinya sendiri. Rambutnya yang tadinya ia rasa kuciran sekarang tergerai. An anehnya ia memakai handuk kimono mandi. Ia kembali tersentak dan berteriak.
"Aaaaakk!"
"Ada apa?!" kini Alfa kembali kaget lagi.
"Ke…kenapa aku memakai handuk mandi?"
Amy memegang bajunya dan duduk dengan mundur. Ia melihat Alfa dengan tatapan aneh dan curiga.
"Ke…kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Lalu aku harus bagaimana? Kau tiba tiba ada di sini dan aku hanya memakai handuk begini? Bagaimana aku tidak curiga?! aiishh sialan!"
Alfa sontak berduri dan melangkah menjauh sembari memberi tanda silang dengan kedua lengannya.
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kau yang tadi tiba tiba bersikap aneh tau! Aku juga tidak mengerti kenapa kau hanya memakai handuk. Kau terus terusan menggoda…" Alfa berusaha mengatakannya dengan bahasa yang sopan. Namun ia kesusahan menjelaskan situasi. "Anu..maksudku…kau yang mendekatiku tadi… tidak tidak maksudku.. tadi kau….aarrgghh" Alfa menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?"
"Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Apa kau tidak ingat apa yang sudah kau lakukan tadi?"
"HA? Kenapa kau malah marah padaku?"
"Aku tidak marah, My. Coba kau ingat ingat tentang tadi. Kau benar benar berbeda."
"Aku?" berbeda?" kepanikan Amy mereda. Ia melihat gesture Alfa yang menunjukkan gerak gerik aneh.
"Mungkinkah tadi…aku bersikap seperti orang lain?" tanya Amy hati hati.
"Oh? Iya! Iya benar! Kau berubah seperti orang lain tadi. Ah astaga," Alfa memegang dadanya. "Aku sangat khawatir kau berubah menjadi orang lain tadi."
"Berubah menjadi orang lain?" batin Amy. Ia mengingat ingat lagi kejadian tadi.
"Jangan! Jangan ambil alih tubuhku! Jangan keluar dulu!"
Amy menoleh dan terdengar suara bel pintu lagi.
Ting tong! Ting tong!
Amy menunduk, lalu beberapa detik kemudian mendongak menatap dirinya di cermin dengan penuh percaya diri. Ia memberi senyum smirk, menaikkan salah satu sudut bibirnya lalu menyibak rambut panjangnya dengan gemulai.
"Kau yang minta aku mengambil alih tubuhmu kan, Amanda."
Fyber itu tersenyum puas menatap Amy di cermin. Sedang Amy hanya bisa mengumpat.
"Sialan!" (cek bab 148)
"Sudah ingat?" tanya Alfa.
"Arggh!" Amy memegang kepalanya yang tiba tiba sakit.
Alfa khawatir lalu mendekat. "Kau tidak apa apa?"
"Kepalaku…"
Alfa perlahan memegang kepalanya. Mereka berdua saling menatap satu sama lain.
"Masih sakit?"
Amy mengangguk.
"Mau kubelikan obat?"
Amy menggeleng.
"Sepertinya tadi memang salahku."
"Eh? Apa yang kau katakan? Itu kan bukan kau yang minta."
"Ah itu…"Amy merasa bersalah, karena sebenarnya ia memang memintanya tadi dengan tidak sengaja. Ia sendiri tidak mengira akan secepat itu. Lagipula hanya main main.
"Sepertinya kau harus mengganti bajuku dulu."
"Oh tentu saja," Alfa berdiri, lalu menjaga jarak lagi dengan Amy. Ia menggaruk rambut kepalanya yang tidak gatal. Ia canggung. "Aku akan keluar dulu."
Alfa melangkah menuju pintu dan hendak keluar dari ruang tidurnya. Namun Amy tiba tiba berdiri dan memegang lengannya dari belakang. Alfa berhenti dan menoleh ke belakang.
"Amy? Ada apa?"
"Aku minta maaf."
"Eh?"
"Aku pasti menempatkanmu di situasi yang tidak kau inginkan tadi. Aku tahu ini aneh tapi kumohon kau memahamiku. Aku tidak ingat semuanya tapi aku tahu apa yang terjadi, setidaknya jika mereka memberi ingatannya padaku."
"Sudah kubilang kan ini bukan salahmu."
"Tetap saja aku…"
"Hentikan."
Amy menatap Alfa dengan heran. Alfa memegang bahunya dan meyakinkannya untuk tidak terlalu memikirkannya.
"Aku yang harusnya minta maaf. Karena tadi aku…" Alfa ragu mengatakannya namun ia harus jujur agar tidak menyembunyikan apapun lagi. "Sebenarnya tadi aku hampir menyerangmu. Maafkan aku."
Amy terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Begitu ya. Kau pasti kesulitan menahannya."
Alfa tidak percaya Amy mengatakan itu dengan jujur dan terang terangan. Namun ia lega Amy memahaminya. Keduanya seolah sudah saling mengerti satu sama lain. Alfa tersenyum simpul. Ia melepaskan bahu Amy dan menatapnya dengan tatapan lembut.
"Benarkah?"
Amy mengangguk.
"Kukira aku akan ditampar."
"Kenapa aku menamparmu? Tidak masuk akal."
"Amy," panggil Alfa serius.
"Kenapa?" Amy menyadari tatapan serius.
"Aku…aku…"
Amy tahu Alfa ragu, ia masih menunggu kelanjutan kata katanya.
"Aku…"
"Apa?"
"Aku akan terus bersamamu."
Amy memasang wajah bingung dan tidak mengerti.
"Aku akan terus bersamamu, sekarang dan seterusnya. Aku akan menemanimu sampai kapan pun."
"Sampai kapan?"
"Sampai kita dewasa, sampai kita sudah cukup dewasa untuk menjadi sebuah keluarga.