Night King : Kebangkitan Sang Kucing Hitam
Chapter 8. Lin Xiao
Lin Tian mulai geram, dia tidak lagi bisa menahan kemarahannya. Salah satu dari ketujuh pria yang mengepungnya sudah tewas dengan satu kali pukulan saja. Sementara itu keenam yang lainnya pun memilih untuk mundur beberapa langkah dan tidak sedikitpun menurunkan kewaspadaan mereka.
Lin Tian berhasil membuat mereka menelan ludah, belum sempat mereka berpikir jauh, Lin Tian sudah lebih dulu melayangkan pukulan yang sangat keras di bagian vital mereka. Satu persatu terlempar jauh, ada yang menghantam tembok dan dan yang jatuh di atas tumpukan kardus yang memiliki bobot berat tidak sedikit, seketika itu juga gedung itu menjadi kacau.
Lin Tian pun mengangkat satu tangannya mengisyaratkan kalau dia meminta agar pria bertopeng itu maju. Melihat rekan-rekannya yang lain terluka parah, membuat pria bertopeng itu berkeringat.
Walaupun tertutup topeng, tetapi Lin Tian sudah bisa menebak kalau pria itu sedang ketakutan, tergambar jelas dari sorot matanya yang tidak tertutup topeng.
Lin Tian berhasil menanamkan ketakutan di dalam diri pria bertopeng itu dan sekarang pria itu ingin sekali mengutuk dirinya, merasa tidak akan bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini.
Pria bertopeng itu terdiam untuk waktu yang lama, matanya terpejam dan mengingat kembali orang-orang yang disayanginya. Beberapa kejadian terlintas kembali dalam pikirannya, terutama saat-saat dirinya menghabisi nyawa setiap orang dengan begitu keji.
"Haruskah aku mati sekarang?" gumamnya pelan, sambil merasakan kembali setiap jeritan dari orang-orang yang nyawanya dia habisi.
"Jujur saja, aku belum siap untuk mati sekarang," lanjutnya dengan suara yang merintih.
Lin Tian bisa mendengar perkataan pria itu dengan sangat jelas. Dia menggelengkan kepalanya dan merasa kasihan.
Lima menit berikutnya barulah pria itu membuka matanya. Lin Tian sendiri tidak tega untuk menyerangnya dan memilih untuk membiarkan pria tersebut menikmati lebih lama sia-sia hidupnya.
"Apa kau sudah selesai?" tanya Lin Tian dengan nada suara tinggi. "Sudah mau mati masih saja banyak berpikir ... Dasar bodoh ... Lemah ... Tidak berguna ... Sampah ..."
Lin Tian terus menerus menyindirnya dengan kata-kata kasar, membuat pria bertopeng itu mengumpat. "Kau ...."
Sekarang, pria itu tidak lagi merasakan ketakutan, dia memandang Lin Tian dingin bercampur kemarahan di dalamnya, yang disebabkan melihat rekan-rekannya tewas di depan matanya. Kematian mereka menjadi alasan kuat bagi pria bertopeng itu untuk membunuh Lin Tian dalam pertarungan ini.
Tanpa berbasa-basi lagi, pria itu memutuskan untuk lebih dulu menyerang. Dia mengeluarkan suara keras, Lin Tian dapat melihat kekuatan besar pria tersebut. Namun, baginya itu tidaklah seberapa.
Pria itu melayangkan sebuah pukulan ke arah Lin Tian dan saat itu juga Lin Tian menangkap tangan pria bertopeng tersebut tanpa kesulitan. Dia membulatkan matanya, belum sempat dirinya mengambil tindakan, Lin Tian sudah lebih dulu melayangkan pukulan keras di bagian perut pria tersebut. Seketika pria itu memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Lin Tian tidak berhenti sampai di situ saja, kembali dirinya melayangkan pukulan keras hingga beberapa kali, sampai pria itu tidak lagi memiliki energi untuk menyerang balik. Tepat dipukulkan terakhir, Lin Tian menyasarkan serangannya di wajah pria itu hingga beberapa giginya terlepas.
Topeng yang selama ini menutupi wajahnya akhirnya terbuka juga dan menampakkan sosok seorang pria, yang tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda.
Lin Tian melemparkan tubuh pria tersebut ke tumpukan kardus, terdengar suara seperti tulang yang retak, dia bukan hanya membuat wajah pria itu sulit dikendalikan, tetapi Lin Tian dapat memastikan kalau pria itu tidak akan bisa hidup normal lagi.
Lin Hua berlari dari kejauhan, dia langsung memeluk Lin Tian dengan erat dan mengalungkan tangannya di leher Lin Tian, sontak saja tubuh Lin Tian menjadi kaku dan sulit untuk digerakkan. Pikirannya terpaku, Lin Tian tidak menduga di hari pertamanya hidup kembali dia akan langsung mendapatkan pelukan dari seorang wanita.
"Mengapa kau masih berada di tempat ini?" tanya Lin Tian untuk mengalihkan pikirannya. Lin Hua menjatuhkan pandangannya pada manik hitam Lin Tian.
"Bisakah kau bersikap romantis sedikit pada seorang wanita? Setidaknya biarkan aku memelukmu dahulu," gerutu Lin Hua, tidak senang kalau dengan pertanyaan tersebut.
Lin Tian tak bergeming, bibirnya kian kalut dengan jawaban Lin Hua ditambah dengan tatapan mata gadis itu yang membuat Lin Tian semakin tidak berdaya.
Jika boleh jujur, Lin Tian ingin sekali mendorongnya dan terlepas dari jerat Lin Hua. Namun, tubuhnya tidak bisa ia kendalikan. Lin Tian hanya hanya bisa pasrah menerima semuanya.
"Mengapa kau diam?" tanya Lin Hua dengan nada ketus. Dia menyadari ada perubahan besar dari pemuda yang sekarang dipeluknya itu.
Lin Tian mencoba untuk berkelit, tetapi belum sempat dia menjawab tiba-tiba saja perubahan sikap terjadi pada Lin Hua. Mata gadis itu seketika membesar, Lin Tian merasa ada yang aneh dari sikap Lin Hua.
Belum sempat Lin Tian mencari tahu permasalahannya, Lin Hua sudah lebih dulu memutar tubuhnya menjadikan dirinya sebagai tameng pelindung.
Lin Tian belum menyadari apa yang terjadi sebenarnya, tetapi beberapa detik kemudian dirinya baru memahami tindakan Lin Hua tersebut.
DOR ...
Sebuah peluru mengarah cepat ke arah keduanya, Lin Tian langsung saja mengambil tindakan cepat. Dia merubah posisi dan menjadikannya sebagai pelindung Lin Hua.
DOR ....
Suara tembakan kembali terdengar, tetapi beberapa detik berselang suara rintihan seseorang terdengar. Lin Hua berteriak ketika peluru itu mungkin saja menyasar pada tubuh Lin Tian.
Tidak berselang lama suara panggilan memecah keheningan.
"Kakak Lin! Kakak Hua!"
Lin Hua segera mengenali suara tersebut, dia langsung mencari arah panggilan itu muncul. Seketika matanya dihiasi harapan besar saat mengetahui sesosok pria berlari dari kejauhan menuju mereka.
Pria tersebut bernama Lin Xiao, sosok pemuda yang selama satu jam terakhir ini diharapkan kedatangannya oleh Lin Hua.
Lin Xiao berlari dengan senjata yang masih berada di tangannya, dia tidak datang seorang diri, ada sekitar sepuluh orang mengekor di belakang Lin Xiao.
"Kalian tidak apa-apa?"
Hal yang pertama kali Lin Xiao tanyakan adalah kondisi kedua orang yang juga memiliki marga Lin tersebut. Lin Hua mengangguk, dia tidak bisa menceritakan semuanya untuk saat ini dirinya merasa cemas dengan kondisi Lin Tian.
Sementara itu Lin Tian masih berdiri di posisinya, dia seperti patung batu dan sulit untuk menggerakkan seluruh anggota tubuhnya.
Mata Lin Hua berkaca-kaca, dia tahu betul kalau peluru tadi sudah bersarang di tubuh Lin Tian, yang membuatnya tidak lagi bisa merasakan apa pun.
Lin Xiao menatap Lin Tian dari atas sampai bawah, seketika keheningan itu berubah menjadi tawa.
"Apa yang sedang kakak lakukan? Menjadi sebuah patung batu untuk pementasan drama?" tanya Lin Xiao yang dibarengi dengan derap tawa yang memecah keheningan.
Lin Hua mengerutkan keningnya dan begitu juga dengan Lin Tian yang seolah sudah mati rasa. Keduanya saling berpandangan satu sama lain, baru setelah itu menjatuhkan pandangan pada Lin Xiao.