webnovel

2 Demon Child

Menceritakan kisah seorang gadis remaja yang hidup diantara dua Alam. Tiada sangka hidupnya menjadi sebuah perantara dua mahluk iblis yang hendak meneruskan kisah hidupnya di zaman modern. ☆. Publish ~ 22 Februari 2021

Nickolas_Rahardian · ファンタジー
レビュー数が足りません
24 Chs

Bab 13

Sesampainya Bu Suliah didepan pintu kamar Lavina, lantas diketuklah pintunya.

Tok tok tok

"Non ... Nona Lavina, Non." Panggilnya semasih mengetuk-ketuk pintu itu.

Tok tok tok

Beberapa kali memanggil, lantas akhirnya dibukalah pintu itu oleh Lavina "Iya bu ... Ada apa?" Tanya-nya dalam suara parau serta rambut yang tampak acak-acakan sebabnya ia sempat ketiduran akibat lelah dan kenyang.

"Itu tadi Nyonya berpesan ke saya untuk memberitahukan ke Nona kalau Nona mau di ajak pergi makan malam, sudah di tunggu oleh Tuan dan Nyonya dibawah Non." Jelas Bu Suliah.

"What! Makan lagi … matilah aku!" Lavina terkejut hingga reflek mengucapkan kalimat tersebut dalam suara sedikit lantang. Membuat Bu Suliah terkejut,

"E ... kodok!" Hingga kalimat latah Khasnya terucapkan, "Maaf Non, hehe" Celetuknya sungkan lantas menutup mulutnya sendiri dengan tangan.

"Om sama tante masih dibawah kah, Bu?" Tanya Lavina.

"Iya Non, mereka semua masih dibawah dan Nyonya tadi berpesan ke saya supaya Non Lavin secepatnya berbenah, sudah di tunggu Non." Jelas Bu Suliah lagi.

Terdiam seraya garuk-garuk kepala lantaran sesungguhnya enggan untuk ikut makan malam. Namun, berhubung menghargai om dan tantenya lantas akhirnya ia pun menyetujuinya. "Baiklah Bu, aku akan segera berbenah dan secepatnya turun." Pungkasnya.

Bu Suliah mengangguk nan bergegas hengkang dari sana. Lantas Lavina sendiri segera berbenah hingga tiba saatnya siap, turun ke lantai bawah.

___

"Nah ... itu dia anaknya sudah selesai" Ucap Tristan kala melihat Lavina sedang melangkah pada anak tangga.

"Baiklah, mari kita semua berangkat. Perut sudah mulai pada demo nih" Sambung Andreas dalam canda seraya melihat jam tangan nan beranjak berdiri dari kursi sofa lantas disusul oleh mereka semua hendak berangkat bersama-sama.

Teruntuk Andreas sekeluarga yakni Airha dan Lavina masuk kedalam satu kendaraan yang sama, sementara Tristan beserta Almira berada di lain kendaraan, Sebabnya mereka berencana usai santap malam ini akan langsung pulang.

Selama didalam perjalanan pada sisi mobil Andreas tidak luput saling berbincang-bincang.

"Vin, kamu nanti ingin makan apa?" Tanya Airha seraya menoleh ke kursi belakang tempat duduk Lavina.

"Kita lihat menu yang ada disana nanti lah Ma, itu kan resto baru." Sambung Andreas.

"Oh iya juga ya ... Mama lupa, hehe" Airha terkekeh.

"Halah ... Mama masih muda sudah lupa. Tapi ... anehnya setiap tanggal muda kenapa mama tidak pernah lupa ya ..." Canda Andreas.

"Kalau itu sudah paten Pa, tanggal muda mama tidak akan pernah lupa, hehe" Airha terkekeh, sebab yang dimaksudkan dari tanggal muda tersebut ialah tanggal gajian-nya Andreas.

Sementara Lavina yang posisinya duduk di kursi belakang hanya tersenyum-senyum melihat kedua orangtuanya sedang bersendau gurau. Hingga tiba saatnya mereka sampai lantas turun di tempat parkir yang tersedia, kemudian bersama-sama masuk kedalam restoran tersebut.

Mereka memilih meja nomor 104 yang posisinya di bagian pojok, lantas berbincang sejenak sebelum akhirnya pelayan restoran menghampirinya sembari membawa selembar kertas dan pena.

"Permisi ..." Ucap pelayan itu penuh ramah lengkap menggunakan seragam khas restoran tersebut.

Mereka memesan pesanan sesuai selera masing-masing. Namun, setelah keempat orangtua Lavina usai memesan pesanannya, Lavina sendiri masih duduk menunduk sedang fokus terhadap telephone genggamnya.

"Vin ..." panggil Airha.

Lavina samasekali tidak menoleh lantaran sangat fokus terhadap telephone genggamnya tersebut.

"Vina, kamu mau pesan apa sayang, cepatlah. Kasian abang-nya sudah menunggu" Sambung Almira.

"Eh, iya Tan." Jawab Lavina lantas menutup telephone genggamnya, namun ia belum menoleh kepada pekerja yang sedang menunggu dia memesan.

"Aku pesan salad buah saja, Bang" Lanjut Lavina seraya menoleh kepada pekerja tersebut.

Sontak ia tertegun nan tersimpuh malu kala sudah menoleh ke arah pekerja itu, lantaran ia kenal dengan dia.

'Eh … si--si si dia … ? ' Batinnya