webnovel

27. Apa Keputusanmu

Azmi berjalan keluar dan dia meminta kedua orang tuanya untuk masuk ke dalam karena dia sudah selesai berbicara dengan Fahira. Semua orang pun berjalan memasuki ruangan termasuk Almira.

"Bagaimana apa sudah ada keputusan darimu, Sayang?" tanya umi pada Fahira.

Fahira menatap satu per satu wajah umi, abi, Tuan Mafaz dan istrinya, dia kembali memikirkan apa yang akan diputuskan olehnya. Karena masalah pernikahan bukanlah masalah yang sepele.

Dia tidak ingin pernikahan yang kelak akan membuatnya harum memutuskan akan perpisahan. Karena dalam dirinya tidak menginginkan perpisahan kecuali mereka dipisahkan oleh kematian.

Semua orang menunggu Fahira menjawab apakah setuju tentang pernikahan ini atau tidak. Baik umi atau abinya tidak pernah memaksakan keinginan mereka tetapi mereka akan merasa senang jika putrinya bisa menikah dengan Azmi.

Umi melihat Azmi adalah pria yang baik dan tidak akan pernah mengecewakan putrinya. Dia pun merasa jika Azmi bisa menjaga dan melindungi putrinya.

"Fahira, terserah Umi dan Abi. Jika pernikahan ini menurut kalian baik maka aku setuju," jawab Fahira.

Mafaz terlihat senang dengan apa yang diputuskan oleh Fahira, dia akhirnya akan memiliki seorang menantu yang sesuai untuk Azmi. Dia tidak peduli dengan tidak bisa berjalannya Fahira karena dia yakin suatu hari nanti bisa kembali berjalan.

"Kalau begitu bagaimana jika kita menikahkan mereka sekarang?" tanya Mafaz pada Albiansyah.

"Baiklah kalau begitu. Aku setuju pernikahan kedua putra dan putri kita hari ini," jawab abinya Fahira.

Mafaz pun langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang untuk datang ke rumah sakit secepatnya. Serta membawa semua hal untuk pernikahan Azmi.

Almira yang mendengar itu dan melihat kebahagiaan sang abi dan umi merasa kesal. Dia tidak terima jika pernikahan Fahira dilaksanakan terlebih dahulu. Dia pun hendak mengatakan rasa tidak setujunya.

"Jangan bertingkah aneh. Ingat satu hal jika hari ini ada kekacauan maka pernikahanmu juga akan kacau," Umi menarik tangan Almira lalu membisikkan kata-kata yang membuat Almira menghentikan niatnya.

Almira menatap sang umi, dia tidak mengira jika uminya bisa mengancamnya dengan pembatalan pernikahannya. Dia tidak habis pikir dengan sang umi yang membela Fahira yang cacat itu.

Setelah mengatakan hal itu pada Almira, sang umi pun membantu Fahira untuk mempersiapkan diri. Umi dibantu oleh Umi Halimah sedangkan Azmi dan abi berjalan keluar sembari menunggu orang yang akan menikahkan mereka dan dokumen yang diperlukan.

Beberapa saat kemudian, pernikahan pun dilaksanakan karena semua sudah lengkap. Sehingga pernikahan Fahira dan Azmi sah secara agama dan hukum, umi dan abi merasa senang dengan pernikahan itu.

Ponsel Azmi berdering, dia berjalan menjauh dari umi dan abinya, dia mengangkat teleponnya. Umi Halimah melihat Azmi dan memberikan sebuah tanda pada suaminya untuk melihat putranya itu.

Mafaz melihat ke arah Azmi lalu berjalan mendekat pada putranya itu untuk mengetahui apa terjadi. Sehingga dari raut wajah Azmi terlihat ada kekhawatiran dan itu membuatnya juga khawatir.

"Ada apa?" tanya Mafaz pada sang putra.

"Abi … sepertinya Azmi harus segera pergi," jawab Azmi yang merasa tidak enak dengan semuanya termasuk Fahira yang baru saja menikah dengannya.

Azmi pun menjelaskan pada sang abi jika kali ini harus segera pergi karena ada hal yang harus diselesaikan olehnya. Apabila dia tidak menyelesaikan semua itu maka akan merugikan banyak orang.

"Pamitlah pada istrimu setelah itu kau bisa pergi," Abi berkata pada Azmi.

Azmi mengangguk lalu dia berjalan menuju Fahira, dia meminta maaf pada istrinya itu karena harus pergi. Dia tidak bisa menjelaskan alasan yang sebenarnya pada Fahira apa yang akan dikerjakannya. Karena dia pun tidak pernah menceritakan kepada sang abi pekerjaannya yang sesungguhnya.

"Pergilah. Jaga kesehatan dan hati-hati," ucap Fahira sembari mencium punggung telapak tangan Azmi.

Azmi tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh Fahira, dia pun akhirnya mengecup pucuk kepala istrinya itu dengan lembut. Setelah melakukan itu dia pamit pada kedua orang tuanya dan kedua orang tua Fahira.

Almira merasa cemburu dengan perlakuan suami Fahira yang begitu lembut tetapi dia tidak suka dengan tampang Azmi. Menurutnya Azmi bukan pria yang sesaui dengannya dan dia merasa senang jika yang menikah dengan Azmi bukan dirinya.

Azmi pun pergi meninggalkan Fahira, sebenarnya dia tidak ingin meninggalkan istrinya di hari pernikahan mereka. Namun, semua itu harus dilakukan dan dia tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya jika semua itu untuk kepentingan banyak orang.

***

Satu bulan berlalu Fahira pun sudah bisa ke luar dari rumah sakit, hari ini adalah hari terakhir Fahira berada di rumah sakit. Meski kedua kakinya belum bisa berjalan seperti sedia kala.

Namun, dia tidak menyesali dengan apa yang sudah terjadi padanya, dia sudah belajar ikhlas untuk menerima semuanya. Dia pun merasa bahagia karena perhatian Abi Mafaz dan Umi Halimah padanya.

"Sayang, mulai hari ini kamu akan tinggal di rumah suamimu, Umi berharap kamu bisa menjaga diri dengan baik. Umi …," ucap umi yang tidak melanjutkan kalimatnya.

Umi merasa sedih karena tidak bisa setiap hari bertemu dengan putrinya itu, padahal Fahira belum lama kembali ke rumahnya. Akan tetapi, semua sudah terjadi dan harus berjalan dengan yang sudah seharusnya.

"Kamu sudah tiba?" tanya umi pada Almira yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

Almira mengangguk sembari membawa satu buah tas yang berisikan beberapa pakaian Fahira yang dibawanya dari rumah. Dia merasa senang juga karena sekarang tidak ada lagi yang bisa merebut apa yang seharusnya dimiliki olehnya. Dan dia pun tidak perlu banyak bersandiwara lagi.

"Jaga, Almira sebentar … Umi akan menemu dokternya terlebih dahulu," perintah sang umi pada Almira.

"Iya, Umi." Almira menjawab sang umi.

Umi pun berjalan meninggalkan ruangan, dia berjalan dengan cepat menuju ruangan dokter yang selama ini merawat Fahira. Dia ingin memastikan kembali apakah Fahira bisa benar-benar pulih dan bisa kembali berjalan seperti dulu.

"Apa kau senang sekarang?" tanya Almira pada Fahira.

Fahira terdiam, dia tidak mau banyak bicara dengan sang kakak, dia pun tidak ingin menambah masalah lagi. Dia sudah lelah dengan sikap Almira yang membuatnya selalu hampir kehilangan kontrol.

"Kau pantas mendapatkan suami yang sangat buruk dan sikapnya pun buruk karena sudah meninggalkanmu di hari pernikahan. Mungkin dia pergi karena merasa jijik melihat wanita lumpuh sepertimu. Bisa jadi dia sudah memiliki wanita lain dan lebih memilih wanita itu dari pada kau. Sungguh aku kasihan padamu dan nasibmu sangat buruk," Almira berkata dengan nada menghina.

"Kau membuatku muak, Kak. Apakah kau tidak bisa mengubah sifat burukmu itu? Sampai kapan kau akan memiliki hati yang busuk itu?" tanya Fahira yang sudah kesal pada perkataan sang kakak.

次の章へ