Ketika Dias melihat wajah pelayan itu, dia tidak menyangka itu adalah Ririn.
Tidak heran jika mata para pemudi di meja sebelah menatap Ririn lurus, dia adalah dewi pertama Universitas Gajah Mada. Meskipun saat ini Ririn hanya seorang pelayan di sebuah bar dan tidak mengenakan pakaian mahal, dia masih menjadi gadis yang paling indah di seluruh bar.
"Apakah dia benar-benar bodoh? Bar itu tempatnya semua buaya dan serigala buas. Ketika dia datang ke sini untuk menjadi pelayan, dia pasti akan hancur cepat atau lambat."
Dias hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak berjalan menghampiri Ririn, Dias hanya mengamati dari kejauhan. Jika tidak ada kecelakaan serius, dia tidak ingin mengganggu kehidupan normal Ririn.
"Cantik, jangan takut. Kemarilah dan duduk untuk minum, temani abang. Aku akan memberikan uang yang sebanding dengan pekerjaanmu selama sebulan." Pria botak itu memanggil Ririn tapi Ririn terus menghindar. Pria botak itu terus berusaha menyentuh Ririn, mulutnya menyeringai, memperlihatkan dua gigi depan emas. Matanya yang kecil seperti kacang hijau memandangi tubuh Ririn yang akhirnya mendarat di area dadanya. Pria botak itu menelan air liur, ekspresi wajahnya penuh nafsu.
"Maaf, saya hanya seorang pelayan dan saya tidak menemani Anda anggur." Ririn menggigit bibirnya sambil menatap pria botak itu dengan sedikit ketakutan. Meskipun dia membencinya, Ririn mencoba untuk tetap tenang untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Pria botak itu terkekeh dan tidak menanggapi kata-kata Ririn dengan serius. Pria itu sudah lama berada di bar, tapi dia belum pernah melihat gadis yang begitu cantik dan polos. Pria itu berpikir jika dia bisa menekan gadis seperti ini di tempat tidur, maka tidak hanya akan terasa nyaman, tapi juga ada rasa penaklukan yang mendominasi.
Melihat mata Ririn yang agak ketakutan, pria botak itu menjadi semakin tidak sabar. Dia menepuk kursi kosong di sebelahnya sambil berkata, "Cantik, duduklah, aku tahu kamu punya komisi untuk menjual anggur. Selama kamu duduk, aku akan lebih dulu memberimu sebotol Cocktail Kerajaan ini. Kamu harus tahu bahwa sebotol anggur ini harganya puluhan juta. "
" Maaf, saya tidak akan menemanimu minum anggur. " Ririn menggelengkan kepalanya dengan sikap tegas. Dia menatap mata pria botak itu dengan pandangan merendahkan.
Mengetahui bahwa sikap lembutnya tidak dihiraukan oleh Riri, pria botak itu memutuskan untuk berbicara lebih keras. Pria itu menampar meja kemudian menatap Ririn dengan dingin. Matanya penuh dengan kilatan yang tajam. Dia menggertakkan gigi dan berkata, "Brengsek, cepat bersulang dan minum anggur yang enak ini."
"Kamu… apa yang ingin kamu lakukan?" Ririn segera ketakutan oleh bentakan pria botak itu, suaranya menjadi lebih pelan.
Pria botak itu mendengus dingin, lalu memandang teman-temannya sambil berkata, "Katakan pada gadis cantik kecil ini, biarkan dia tahu siapa aku. Berani-beraninya dia menolakku." Pria yang lebih muda di sebelahnya yang memiliki rambut berwarna kuning berdiri lalu berkata lembut, "Gadis kecil, jangan salahkan aku karena tidak mengingatkanmu. Orang yang ada di depanmu adalah bos dari jalan ini, namanya Heri Winarko yang dijuluki Ular Viper."
Setelah mendengar itu, pria berkepala botak itu berdiri tegak membusungkan dadanya dengan ekspresi sombong di wajahnya.
Tapi Ririn hanya mengerutkan kening sambil menggelengkan kepalanya, "Jenis ular apa itu? Aku belum pernah mendengarnya."
Saat mendengar jawaban ini, otak di dalam kepala botak itu berpikir bahwa Ririn sengaja mempermalukannya. Pria itu segera menjadi marah, lalu memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menangkap Ririn. "Tangkap gadis ini lalu bawa dia padaku. Sial, kamu harus menemaniku hari in. Setelah minum denganku, kamu harus menemaniku tidur."
Beberapa pemuda yang menjadi anak buahnya mendengar perintah pria botak itu langsung meraih tangan Ririn, membuat wajah Ririn semakin ketakutan.
Namun sebelum kedua pemuda itu menyeret Ririn, tiba-tiba ada dua tangan yang terulur ke arah mereka kemudian kedua tangan itu memegang pergelangan tangan mereka satu-satu.
Orang yang berkepala botak tercengang sejenak. Saat mereka semua memusatkan pandangan mereka, mereka melihat bahwa ada seorang pria muda dengan pakaian biasa, seperti seorang pelajar, yang menggenggam pergelangan tangan mereka. Melihat ini, mereka tidak jadi khawatir.
"Bocah, lepaskan tanganmu. Jika tidak, aku akan meniduri ibumu.""
" Jangan ikut campur, pergilah ."
Dua pria yang berambut kuning yang tangannya masih dipegang oleh Dias menatap Dias dengan merendahkan dan mengutuk. Dias hanya mencibir lalu melepaskan pergelangan tangan mereka berdua.
Tapi kemudian, Dias menendang perut mereka berdua hingga membuat mereka melayang. Gerakan itu sangat cepat hingga butuh waktu sepersekian detik bagi mereka berdua untuk bereaksi atas apa yang telah terjadi. Saat mereka menyadari, mereka berteriak pada saat yang sama kemudian langsung jatuh dengan keras ke atas meja anggur di belakangnya. Botol gelas wine jatuh, terdengar suara ping-pong-pong, dan pecahan kaca jatuh ke tanah.
Tidak jarang ada orang berkelahi di bar. Ketika orang-orang di sekitarnya melihat hal ini, bukannya mereka menghindar, tetapi orang-orang di bar itu malah datang dan ikut menyoraki.
Ririn tidak bergerak ketika dia melihat sosok Dias. Ririn hanya bisa tertegun.
Ririn awalnya mengira hari ini dirinya akan diintimidasi oleh pria hidung belang ini. Tapi kali ini, Dias muncul tepat waktu dan menyelamatkannya pada saat genting.
"Apakah dia benar-benar kesatriaku?" Hati kecil Ririn berdebar dan berdegup kencang. Dia sejenak lupa dengan situasi menegangkan ini, senyum malu-malu muncul di sudut mulutnya.
"Sial, siapa orang yang begitu berani yang berani mencari masalah dengan ular berbisa."
"Anak ini pasti mendapat masalah besar. Terakhir kali seseorang memprovokasi ular berbisa, tangannya langsung dipotong."
"Wah, ada pertunjukan bagus di sini. "
Ketika orang-orang di sekitar melihat bahwa itu adalah Heri Winarko si ular berbisa yang sedang berkelahi, mereka bahkan lebih bersemangat lagi seolah-olah menonton pertunjukan sirkus..
Mendengar kata-kata para pengunjung bar itu, Ririn kembali ke akal sehatnya dan menyadari apa yang terjadi. Ririn menjadi khawatir lalu buru-buru berkata kepada Dias, "Ayo cepat pergi."
"Persetan kau, orang yang sudah berani memukuliku masih ingin pergi?" Kepala botak itu melirik bawahannya yang berbaring di lantai. Kedua pria yang mengerang di tanah itu berdiri lalu menunjuk ke arah Dias, "Tahukah kamu siapa orang itu, bos?"
"Tentu saja aku tahu. Kau adalah sampah, sampah, sampah, dan idiot yang memaksa seorang wanita." Cibiran itu sama sekali tidak mempengaruhi Dias. Di matanya, ancaman ini terlalu lemah.
Melihat bahwa Dias tidak takut pada dirinya, ular berbisa itu benar-benar terbakar amarah. Dia telah menjadi penguasa yang ditakuti di jalan ini selama bertahun-tahun dan tidak pernah melihat ada orang yang berani begitu sombong padanya.
"Sial, berani kau sombong padaku, aku akan mematahkan anggota tubuhmu." Ular berbisa itu mendengus dingin, kemudian keempat pria yang berdiri diam berkata, "Ayo, pegang dia. Aku akan menggunakan botol bir untuk mematahkan tulangnya. "
Para anak buah ular berbisa sudah melihat keterampilan luar biasa Dias. Mereka tidak terburu-buru maju dengan tangan kosong. Mereka mengambil botol anggur dan memecahkannya, menodongkan botol kaca yang tajam itu menghadap Dias, kemudian mereka mendekat ke arahnya.
Tapi di mata Dias, serangan mereka seperti anak kecil, tanpa ancaman apapun.
Melihat botol bir yang pecah akan menghunus perut Dias, dia mengeluarkan telapak tangan kanannya dengan cepat lalu hanya dengan satu tamparan, Dias membuat seorang pria di depannya langsung terbang. Dias juga melakukan hal yang sama pada tiga orang lainnya di belakang. Semua gerakan itu sangat cepat hingga tidak ada yang bisa melihatnya dengan jelas. Mereka berempat tidak sebanding dengan kekuatan Dias yang begitu besar. Mereka berempat jatuh ke tanah dan menggelinding seperti bola bowling.
Keempat orang yang dipukul itu tidak baik-baik saja. Semua pengunjung bar bisa melihat keempat pria yang ditampar itu seluruh wajah mereka bengkak dan darah mengalir dari hidung dan mulutnya, menampakkan tulang yang patah.
Tiba-tiba sorak-sorai di bar berhenti, hanya alunan musik yang berlanjut membuat suasana di sana terlihat aneh.
Segera setelah itu, semua orang menarik napas dan dengan serentak mereka menatap ke arah Dias dengan ketakutan,.Betapa kuatnya orang ini hingga bisa menyebabkan anak buah ular berbisa seperti itu hanya dengan sekali tamparan.
Si kepala botak sangat terkejut dan dia hanya bisa menelan ludah dengan susah payah karena takut. Dia dengan cepat berteriak kepada empat orang lainnya yang sudah terkapar di lantai, "Bangun dan hajar dia."
"Bos Viper, tulang rusukku patah."
"Aku tidak bisa bergerak."
"Kakiku sepertinya patah. "
" Perutku berdarah, tertusuk botol bir sialan. "
Ketiga orang yang tergeletak di tanah itu meratap lagi dan lagi, dan penonton bahkan lebih terkejut. Pemuda ini hanya menampar wajah empat orang itu tapi semuanya terluka parah. Apakah dia manusia?