Ketika si ular berbisa melihat bahwa semua anaknya sedang berbaring kesakitan di atas lantai, jejak keringat dingin tiba-tiba muncul di kepalanya yang botak. Matanya penuh ketakutan ketika dia melihat ke arah Dias.
Pria botak itu telah melihat beberapa orang yang jago bertarung, tapi dia belum pernah melihat seseorang yang bisa bertarung seperti Dias ini. Tidak hanya Dias bisa melawan beberapa orang sekaligus, dia bahkan berpikir Dias bisa membunuh orang hanya dalam satu pukuan.
Pria botak itu mundur beberapa langkah sambil berkata kepada Dias dengan gemetar, "Saudaraku, kita punya sesuatu untuk dikatakan. Dengan siapapun yang kau bergabung, mungkin aku tahu."
Dias hanya membatin, "Dengan siapa aku bergabung? Aku dijuluki Tuhan, apakah ada seseorang yang lebih besar dariku?"
Dias diam-diam tertawa di dalam hatinya sambil memandang ular berbisa itu kemudian dia melontarkan candaan, "Aku sedang menerka-nerka siapa diriku sendiri. Kenapa, apa kau mengenalku?"
" Aku tidak mengenalmu sekarang, tapi sekarang aku tahu, aku akan mencari bantuan orang lain." katanya kepada Dias. Kemudian si luar berbisa itu pergi menuju kerumunan. Dia berjalan tergesa-gesa menuju kerumunan dan mencari celah untuk melarikan diri.
Dias melihat niat ular itu yang ingin kabur, tetapi dia tidak menghentikannya. Dias menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Kau ingin tahu nama saya? Kau tidak layak."
Saat itu juga, si ular itu berlari terbirit-birit membuka kerumunan di depannya. Dia tersandung kakinya sendiri, dia jatuh dan bangkit lagi, lalu dengan cepat dia berlari keluar dari bar. Sambil berlari dia mengutuk, "Tunggu aku, kau pasti akan kutiduri segera. Aku akan kembali lagi membawa orang lain. Jika kau sudah mematahkan tulang anak buahku, aku juga akan mematahkan tulangmu. Tunggu pembalasan ular berbisa."
Setelah mengatakan ini, ular berbisa sudah keluar dari bar dan menghilang.
Baru setelah itu, para pelanggan di bar mulai berkasak-kusuk ramai.
"Kubilang anak ini terlalu kuat. Apakah tamparan barusan adalah jurus telapak tangan Sang Buddha yang sudah lama hilang?"
"Menurutku, orang ini mungkin memiliki keturunan campuran antara Bruce Lee, Jackie Chan, dan Si Pitung. Ilmu bela dirinya itu bukan main-main."
" Tapi dia telah menyinggung ular berbisa itu, di pasti akan menderita. "
" Pria tampan, cepat kabur. Ketika ular berbisa membawa orang lain mendekat, kamu tidak akan bisa pergi. "
Pada saat ini, semua pelanggan bar yang menyaksikan kejadian luar biasa tadi menatap Dias seperti menyembah seorang dewa.
Di dunia ini, memang yang kuat yang akan dihormati. Itu sudah hukum klasik, namun Dias memandang rendah orang-orang ini. Orang-orang ini menganggap yang kuat secara alami pasti dihormati, tetapi yang lemah tidak perlu peduli.
Sebenarnya, tadi ada begitu banyak orang melihat Ririn dipaksa oleh ular berbisa itu, tapi tidak ada yang berdiri atau membelanya. Itu cukup untuk membuktikan betapa buruk perilaku orang-orang ini.
Berpikir tentang orang-orang di dunia ini yang sering bersikap acuh, entah sudah berapa banyak wanita dan anak-anak yang telah dilecehkan orang jahat. Dias merasa bahwa orang-orang yang acuh tak acuh ini benar-benar menyedihkan. Mungkin saja kejadian seperti ini akan terjadi pada mereka sendiri suatu hari nanti.
Jadi pada saat ini, bahkan jika seseorang dengan baik hati menyanjungnya dan mendewakannya, dia tidak bersyukur sama sekali.
Adapun balas dendam ular berbisa, haha, apakah Dias peduli?
Dia tersenyum tipis lalu dia menarik Ririn dan berjalan langsung ke posisi duduknya tadi. Sedangkan orang-orang di sekitarnya langsung membubarkan diri.
Dias bisa tetap tenang, tapi Ririn tidak bisa. Begitu mereka duduk, Ririn berkata dengan gugup: "Dias, ayo cepat pergi, lebih baik kita tidak menimbulkan masalah lain."
"Ririn, apa kau tidak percaya pada kemampuan bela diriku? Aku kesatriamu." Dia mengerutkan mulutnya dan dengan sengaja membuat ekspresi sedih.
Ririn tersipu malu kemudian dengan ringan memukul bahu Dias sambil berkata, "Di saat seperti ini, kamu masih tega membuat lelucon."
"Oh, sakit." Dias mencengkeram bahunya berpura-pura menunjukkan rasa sakit di wajahnya.
Ririn yang tidak bersalah dengan mudah bisa dibodohi. Dia menoleh dengan gugup lalu berkata dengan prihatin, "Ada apa, apakah aku baru saja memukul tubuhmu yang terluka? Aku memukul lukamu?"
"Tidak, ini sakit hati, kau telah memukulku di bagian sini." Dias memegang dadanya.
Melihat ini, Ririn tidak tahu bahwa Dias sudah menggoda dirinya sendiri. Dia mendengus kesal, "Kamu selalu berbohong kepadaku, kamu orang baik atau buruk?"
Karena Dias telah mengalahkan ular itu, banyak orang di bar mengawasinya saat ini. Orang-orang itu melihat Ririn dan Dias yang saling menggoda langsung mengutuk Dias. Mulut mereka memang tidak berucap, tapi mereka semua membatin bahwa urat saraf anak ini terlalu besar. Dia memang telah mengalahkan beberapa orang, tetapi ular berbisa itu akan membawa puluhan orang nanti. Apakah Dias bisa mengalahkan mereka juga?
Tepat ketika Dias dengan sengaja bercanda dengan Ririn untuk menenangkan hati Ririn yang masih khawatir, seorang pria berjas dengan nametag di dadanya berjalan.
Melihat pria ini, Ririn tersenyum lalu berdiri dengan cepat dan dengan hormat berkata, "Manajer Luhut."
"Hmm, selama jam kerja, kamu malah menggoda orang-orang di sini. Apakah kamu tidak memiliki profesionalisme?" Manajer Luhut mendengus dan berkata dengan nada buruk.
Sebenarnya, ketika Manajer Luhut merekrut Ririn, dia tahu bahwa Ririn tidak cocok untuk bekerja di bar seperti ini. Tetapi dia masih merekrut Ririn karena dia memiliki pikiran yang licik terhadap Ririn. Dia ingin memanfaatkan kesempatan kerja ini untuk mendapatkan Ririn.
Meskipun dia telah tidur dengan banyak pelayan di Zeus Bar, tapi wanita-wanita itu semuanya murahan, tapi tidak ada yang semurni Ririn. Jika dia bisa menekan Ririn di tempat tidur, itu pasti akan menjadi perasaan penaklukan yang mendominasi.
Tetapi Manajer Luhut tidak menyangka bahwa Ririn akan memprovokasi ular berbisa pada hari pertamanya bekerja, sehingga membuat manajernya harus memikul banyak tanggung jawab.
Sekarang dia tidak ingin bermain dengan wanita cantik lagi, Luhut hanya ingin mengusir Ririn sesegera mungkin agar dia tidak ikut menderita.
Melihat Manajer Luhut marah kepadanya, Ririn berkata dengan cepat, "Manajer Luhut, maaf. Saya akan pergi bekerja sekarang."
"Tidak, kamu telah dipecat." Manajer Luhut berkata dengan tega.
Setelah mendengar ini, Ririn menjadi cemas dan langsung meminta maaf, "Manajer Luhut, jangan pecat saya. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Saya akan bekerja keras dan tidak malas."
"Maaf, aku tidak akan mempekerjakanmu. Maafkan aku, "Manajer Luhut berkata dengan dingin.
Ririn masih ingin membela diri tapi Dias menariknya kembali lalu melihat Manajer Luhut sambil berkata, "Sebagai manajer bar, kamu tidak berdiri ketika staf diintimidasi oleh orang lain. Sekarang ketika semuanya beres, kamu malah berteriak dan memecatnya. Di mana wajahmu?"
Ekspresi Manajer Luhut berubah kesal, tetapi memikirkan keganasan Dias barusan, dia tidak berani marah. Luhut berkata dengan suara yang dalam," Itu memang kewenanganku memecat staf bar. "
"Kewenangan? Hah, kau benar-benar tidak tahu malu." Dias mencibir lalu mengulurkan tangannya, "Tapi sebelum meninggalkan pekerjaan, kau harus membayar gaji Ririn dulu."
"Dia hanya bekerja untuk satu hari dan masih ingin gaji? Masih untung aku tidak memintamu membayar kerugian yang disebabkan oleh perkelahian tadi. Aku telah melakukan yang terbaik, sedangkan kau masih menginginkan gaji? " Manajer Luhut mendengus sambil menatap Ririn.
Dias melihat ke wajah Manajer Luhut yang tidak tahu malu, kemudian dia melihat ke sekeliling bar, "Aku tidak menyangka bar yang terlihat bagus ini, tetapi manajemennya sangat tidak tahu malu bahkan dia tidak bisa melindungi karyawannya lalu mereka dengan seenak udelnya bisa memecat mereka."
Setelah berbicara seperti itu, Dias melihat ke arah Manajer Luhut sambil berkata dengan wajah dingin, "Aku hanya akan mengatakan sekali, bayar gaji hari ini kepada Ririn, dan aku akan melepaskanmu."
Manajer Luhut menatap mata dingin Dias saat ini, seolah-olah dia sedang menghadapi binatang buas yang sedang menunggu untuk mencabik-cabik dan menyantapnya mangsa di depannya.
Manajer Luhut menelan ludahnya dengan susah payah lalu dia mengambil dua ratus ribu rupiah dari dompetnya sambil berkata, "Gaji satu hari, ambillah."
Melihat dua ratus ribu rupiah di tangan Manajer Luhut, Dias menggelengkan kepalanya, "Jumlahnya salah. Ririn kami bernilai setidaknya 200 juta rupiah per hari. "