webnovel

Indahnya Berbagi, Indahnya Memiliki

Esok hari ....

Sepulang sekolah, di kala langit tengah memperlihatkan senjanya, Madara berlajan dan berhenti di depan gerbang sekolah lalu memandangi luasnya langit senja itu. Perasaannya kini tampak baik, dan lega telah bertemu teman lama yang ia cari selama ini. Misinya untuk melindungi teman-temannya di Tennouji bisa dibilang sukses tanpa cacat sedikit-pun.

Kini yang tersisa hanyalah ....

Madara menoleh ke belakang, melihat sekelompok pengguna spiritual ini ada di belakangnya dan tersenyum tipis.

"Semuanya ... terima kasih." Madara membungkuk mengucapkan rasa terima kasihnya secara hormat pada Fuyuki, Hiyori, dan Mawaru. "Maaf, kedatanganku malah merepotkan kalian."

"Tidak apa-apa kok." Sahut Mawaru dengan perasaan bangga.

"Iya, tidak apa-apa, kok. Malahan kami dulu merepotkan kakekmu." Kata Hiyori sembari meletakkan smartphone di kantong celananya.

"Ya. Kami tak mempermasalahkan semua itu. Sudah sewajarnya kami menolongmu." Kata Fuyuki sambil tersenyum tipis.

Madara perlahan menegakkan badannya, dan ... "Tapi, kenapa waktu itu kau bilang 'silahkan cari orang lain saja' hah?" Madara harus mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh Fuyuki seorang.

Fuyuki menjawab dengan ekspresi malasnya sambil melirik ke arah lain "Ya-yah, itu kan, em ... aku tak yakin bisa menolongmu ... lagian ada pengguna spiritual lain selain aku."

Madara memalingkan pandangannya dengan ekspresi malasnya yang sedikit malu-malu sambil menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya "Ta-tapi kan, ... aku ...."

Madara tidak bisa melanjutkan perkataannya

"?"

"Aku ... uuum ...."

Hiyori berbisik pada Mawaru "Mawaru gunakan kemampuanmu untuk menebak perkataannya."

"Oh, iya." Mawaru berusaha membaca hatinya. Namun, terlambat!

"Aku ... yakin! Aku yakin, hanya satu-satunya temanku yang dapat menolongku." Madara mengatakannya dengan penuh senyum bahagia di wajahnya.

"Dasar Bodoh!" Fuyuki tersenyum tipis. "Lihat, temanmu bukan cuma aku saja (ada Hiyori dan Mawaru di sampingku)."

"Ehehehe ..." Madara tertawa kecil.

Madara melambaikan tangan, tanda berpisah dan berjalan ke stasiun Sowachou untuk pulang ke rumahnya.

"Kapan-kapan datanglah mampir lagi, ya!!" Teriak Mawaru dari kejauhan.

"Oke, pasti!! Sampaikan salamku pada Clara-chan." Madara meneruskan jalannya sambil melambaikan tangan.

"Ya."

****

Fuyuki bersama Hiyori dan Mawaru pulang ke rumahnya. Mereka berlatih sepulang sekolah seperti biasa. Di tengah-tengah latihan, suara telepon berbunyi tanda panggilan masuk dari smartphone-nya Fuyuki.

"Mawaru, Hiyori, kita hentikan dulu." Kata Matsuda sambil menyuruh mereka berdua istirahat.

"Baik." Jawab Hiyori dan Mawaru dengan kompak.

[Klien Perusahaan]

"Halo?" Suara klien dari telepon yang diangkatnya.

"Ya, halo?" Fuyuki menjawab salam dari klien.

"Bos, ini aku Marine."

"Marine? Dorgeia ...."

"Ya."

Fuyuki terlihat begitu malas saat berbicara pada kelompok Dorgeia "Ada perlu apa?" sudah sewajarnya ini pertanyaan yang selalu ia lontarkan saat berbicara dengan klien.

"Setelah melihatmu, aku sadar ...."

"Ng? Apa maksudmu?"

"Aku ..., tidak! Selama ini aku membimbing kelompokku menjadi kuat dan membantai kelompok lain. Nyatanya, caraku ini buruk! Aku sadar saat melihat sikapmu memperlakukan teman-temanmu yang jauh lebih kuat."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu ...?"

"Aku ingin menjadi orang kuat yang bisa melindungi orang lain, kami semua ingin menjadi kuat yang bisa membantu orang lain. Jika kami semua berkelahi terus-menerus, kekuatan kami tidak akan berguna bagi masyarakat dan hanya menyakiti orang lain."

Fuyuki tersenyum lega "Syukurlah jika kalian ingin berkembang seperti itu."

"Kemarin, kelompok kami mengancam salah seorang temanmu yang ada di Tennouji itu. Namun, dia memang tak berniat melawan kami bahkan menyentuh anggota kami terutama Yoko yang ada di sana."

"Itu kan karena Madara benar-benar pensiun jadi preman." Dengan entengnya Fuyuki menjawabnya sesuai pernyataan Madara.

"Tidak, yang kumaksud bukan seperti itu. Entah dia berhenti atau tidak, semua memang salah kami. Hanya untuk memamerkan kekuasaan, aku mendoktrin bawahanku untuk beradu kekuatannya bagiku hal ini salah. Aku sudah menyuruh Yoko untuk memporak-porandakan salah satu tempat di sana, sementara kami di sini yang menunggunya dengan pasti tiba-tiba di sewa untuk menolong klien orang penting. Nyatanya yang menolong klienmu adalah orang yang kami serang, tanpa tahu kekuatan sebenarnya dia adalah temanmu."

"Lalu apa yang ingin kau lakukan?"

"Kami tidak akan menyerang temanmu lagi, dan aku secara pribadi berterima kasih banyak. Uang yang kau berikan pada malam hari itu, ku transfer ke Yoko untuk memperbaiki tempat yang telah di hancurkannya."

"Syukurlah kalau begitu. Itu sangat bermanfaat. Lalu bagaimana dengan proyek kerjanya bu Matsumura? Bukannya kalian masih berada dalam daftar asisten klienku?"

"Semua berjalan lancar. Pembangunan ini memerlukan sejumlah tukang sebanyak ... dan akan selesai selama beberapa hari lagi. Lalu, aku ingin menyampaikan untuk jangan sungkan menyewa kami lagi."

"Seperti kemungkinannya sangat kecil kalau aku akan menyewa Dorgeia lagi." Karena rencana ini disusun dadakan dengan matang hanya untuk membantu Madara, pikirnya. Fuyuki merasa, sepertinya Marine akan kecewa jika tidak disewa lagi karena baginya kekuatannya dianggap tidak diakui di depan orang yang lebih kuat.

Fuyuki mendesah, dan memejamkan matanya untuk berpikir kembali "Apa yang sebaiknya harus kukatakan?"

"...."

"Baiklah, terima kasih, bos." Marine segera menutup teleponnya.

Tapi, "Tunggu dulu!!"

"Eh? Iya, ada apa?"

"Aku yakin, kamu bersama teman-temanmu sekarang tidak cuma bisa menolongku dan klienku tetapi, semua orang suatu saat nanti pasti membutuhkan kekuatan yang murni dari hati kalian. Dengan begitu, suatu saat keberadaan kalian benar-benar berguna bagi masyarakat."

"Aku paham."

"Bukankah Rakugaki menciptakan kemampuan orang-orang yang seperti itu?"

"Oh iya, benar juga. Keberadaan kekuatan spiritual ini tak lain untuk–"

"Ya, begitulah."

Marine pun menutup teleponnya. Ia memutuskan untuk berubah dan kelompok Dorgeia kini memutuskan untuk membentuk jaringan yang bekerja melayani keluhan di masyarakat.

Akhirnya ....

Ketika kedamaian tercipta, dunia yang awalnya menyisihkan pertarungan yang berujung mata dibayar mata kini mulai berubah ....

****

Sementara Madara yang sudah tiba di kediaman Madarame.

"Se-la-mat Da-tang Ma-da-raaaaaaa!" Kaede menyambutnya di halaman depan.

"Yo, Kaede." Madara menjawabnya dengan ekspresi datang.

"Eh, mana? Oleh-olehnya?" Kaede tersenyum kaku seperti sedang memalak Madara (kalau tidak sampai membawa oleh-oleh).

"Maaf aku—" Madara ingin bilang sesuatu tapi, perkataannya langsung disela oleh Kaede.

"Hah!? Apa-apaan kau ini!? (Kaede membentak Madara dan menarik kra nya) Dua hari tidak pulang, kemudian dengan santainya kau pulang tanpa membawa apapun, begitukah kau menyambut keluargamu di sini yang menyambut kepulanganmu? Hmph!" Kaede agak kesal walaupun sebenarnya dia punya rasa sedikit khawatir.

"Oh, begitukah caramu sebenarnya menyambutku?" Dengan memasang wajah sipit, dan nada malasnya Madara membalas perkataan Kaede. Kemudian Madara memegang tangan Kaede yang menarik kra nya lalu mengelak tangannya. "Fiuuuh ..., aku kecekik tau!"

"Weeeeek!!!" Kaede mulai mengejeknya.

"Dasar wanita nakal." Madara dengan malasnya melanjutkan langkahnya untuk masuk ke rumah. Tiba-tiba Kaede berhenti di depan Madara, membentangkan tangannya untuk menahan Madara.

Madara tertunduk murung kemudian berbalik melangkah keluar halaman "Baiklah, baiklah aku akan membawakannya." Aku memang tak berniat membawakannya, tapi ....

Kaede kembali mencegat Madara lagi.

Madara menjadi bingung, dan ... "Apa sih maksudmu!?"

Kaede memalingkan pandangan, seketika wajahnya memerah tersipu malu.

"Dasar tak peka! Peluk aku, Madara!" Kaede memantapkan diri untuk memandang Madara, lalu Madara yang menangkap kata-katanya terdiam dan saling memandang.

Madara meraih Kaede kemudian memeluknya, Kaede membalas pelukannya.

"Maaf Kaede, aku membuatmu khawatir. Aku tadi langsung pulang begitu saja, tanpa memedulikan manisan."

"Tidak apa-apa, kok." Kaede tersenyum tipis. Sebenarnya Madara cukup peka.

"Kehadiranmu saja di sini sudah terasa manis, bahkan lebih manis dari manisan yang pernah kucicipi selama ini." Dalam hati Kaede yang terhanyut dalam pelukannya.

Sementara Madara memeluknya sambil mengelus-elus rambut kaede dan memikirkan ... "Besok aku harus beli manisan untuk Kaede! Ya harus, kalau tidak dituruti, dia jadi lengket selama beberapa hari." Madara merasa kerepotan.

Di sisi lain ....

"Mawaru, apa kau tahu manisan yang kemarin kusimpan di kulkas?" Tanya Hiyori di rumah sembari membuka kulkas dan melirik kanan kiri sebungkus manisan yang ia tinggalkan di kotak di dalam kulkas itu.

"Ah ... itu, ya ... maaf aku memberikannya pada Madarame." Mawaru mengatakannya dengan raut muka yang penuh kegelisahan.

"Apaaaaa!? Padahal aku simpan untuk hari ini untuk kunikmati sambil streaming nonton anime!!" Hiyori marah-marah di hadapan Mawaru. Perasaan kotak manisannya ada 2, harusnya sisa 1 tapi kenapa kok tidak ada semua!?

Kemudian Clara datang membawa kotak yang mirip dengan kotak manisan dihadapan mereka berdua "Oups! Maaf kak Hiyorin, aku memakannya." Clara menghabiskan seluruh manisan yang ada di kotak tersebut.

"Nooooooooooooooo!!!" Hiyori teriak histeris yang otomatis membuatnya gigit jari.

"Ehehe, maaf Hiyorin. Nanti aku belikan deh." Mawaru mengatakannya dengan nada anak kecil yang manja.

Sementara Hiyorin linglung menuju kamarnya dan merasa tak bersemangat saat nonton streaming anime kesukaannya ...

Kemudian Fuyuki di dekatnya menyodorkan sebuah kotak "Hm, nih!"

"Eh?" Manisan? Hiyori keheranan.

"Iya ini untukmu, terimalah."

"Tapi, ini kan punyamu—" Hiyori ragu untuk menerima sekotak manisan dari Fuyuki.

"Sudahlah, jangan rewel. Terima aja, lagian aku bakal sakit perut jika menghabiskan semuanya."

"Terima kasih." Hiyori tersenyum dan terlihat bersyukur dengan adanya Fuyuki di dekatnya.

"Ya, sama-sama."

****

Hidup akan terasa indah saat kita saling melengkapi.

Senyuman kebahagiaan yang terlintas di wajah seseorang membuat hati ini menjadi damai dan diri kita selalu ingin bersyukur ratusan kali.

Mungkinkah kedamaian dapat berjalan sedikit lebih lama?

________

Madara menuju kamarnya, berganti pakaian, lalu membuka ransel sekolahnya ....

"Loh ini!?" Dilihatnya sekotak kue manisan lalu di atasnya ada suratnya "Pastikan kamu memberikannya." Emot smile.

Madara tersenyum tipis "Ini pasti kerjaannya Yoshioka," lalu ia membuka pintu kamar dan segera mengetuk kamar Kaede, "Kaede? Kau sudah tidur, belum?" Tanya Madara yang sedikit khawatir akan mengganggunya.

"Ada apa?" Kaede membuka kamar dengan ekspresi malasnya.

"Nih! Aku lupa hehe ...." Madara menyodorkan sekotak manisan pada Kaede.

"Uwaaaaw terima kasih." Kaede menerimanya, kemudian menyeret Madara masuk kamarnya dan menutupnya.

"Eh!? Kaede? Apa-apaan ini?"

"Tenanglah, kita berdua akan makan kue bersama-sama."

"Kita berdua, ya ...." Madara merasa perkataan Kaede terdengar sedikit romantis. Kaede langsung membuka kotak manisannya kemudian memakannya secuil demi secuil.

–Selama bisa membuatnya bahagia, aku rasa ini bukanlah hal buruk–

Madara hanya tersenyum tipis memandangi Kaede.

"M-ma-mau kusuapi?" tanya Kaede malu-malu di hadapan Madara.

"...."

________

*Kurang lebih seperti inilah kisah kehidupan dalam novel ini*

次の章へ