webnovel

Chapter 2

"Neul nabakke mollasseotdeon igijeogin naega yeah

Ne mamdo mollajwotdeon musimhan naega

Ireokedo dallajyeotdaneun ge najocha mitgiji anha

Ne sarangeun ireoke gyesok nal umjigyeo

Boiji annneun neol chajeuryeogo aesseuda

Deulliji annneun neol deureuryeo aesseuda..."

Kyungsoo menghela nafas pelan dan membuka kedua matanya. Terdengar tepukan riuh rendah dari tiga orang di meja yang letaknya tak jauh di depan Kyungsoo.

"Beautiful. Itu indah sekali," ucap seorang wanita berambut ikal dengan blouse hijau toska. Kyungsoo hanya memberi anggukan sopan sambil tersenyum.

"Aku suka sekali caramu menyanyi. Sejak kapan kau mulai menyanyi?" tanya wanita tadi.

"Sejak kecil ibuku berkata jika aku suka sekali bersenandung. Walau apa yang aku ucapkan belum jelas," Kyungoo menjawab dengan lugas.

"Apa ibumu yang mengajarimu menyanyi?"

"Sayangnya bukan, Mrs Eun, aku hanya penyanyi kamar mandi."

Mrs Eun dan kedua lainnya tertawa ringan.

"Kami dengan senang hati menerimamu untuk bergabung dengan grup vokal kampus," kata seorang perempuan yang duduk disamping Mrs Eun.

"Benarkah?" tanya Kyungsoo dengan mata tak percaya.

"Ya, rasanya kita tak perlu mendiskusikan terlebih dulu, rasanya kau pantas untuk bergabung," kata seorang laki-laki yang duduk di sisi lain Mrs Eun, "datanglah ke ruangan kami di lantai empat gedung Beethoven hari jumat besok."

Kyungsoo terlihat gembira sekali dengan mata berbinar-binar. Baginya bukan hal yang mengecewakan harus antri selama dua jam untuk bisa mengikuti audisi grup vokal SM Seoul University tentunya. Grup ini sudah berkali-kali memenangkan banyak kejuaraan antar kampus dan sudah pernah mewakili kampus untuk bertanding di ajang tingkat internasional. Tentunya bergabung dengan grup ini adalah sebuah kebanggaan bagi Kyungsoo.

"Gamsa habnida," katanya membungkuk memberi hormat, kemudian berbalik dan dengan langkah gembira, berjalan keluar aula. Ia tak bisa berhenti tersenyum bahagia saat keluar ruangan. Dilihatnya Baekhyun sedang bermain sesuatu di ponselnya di salah satu bangku taman.

"Kau menghabiskan waktu yang sama dengan durasi film Titanic," sindir Baekhyun, yang mendongak dari ponselnya saat menyadari Kyungsoo berjalan menghampiri.

"Maaf. Banyak sekali ternyata yang mengikuti audisi grup vokal," kata Kyungsoo yang menempatkan diri duduk disamping Baekhyun.

"Lalu?"

"Ya tak sia-sia. Hasilnya tentu memuaskan," Kyungsoo melirik angkuh pada Baekhyun yang mengangkat sebelah bibirnya mencela.

"Sekarang ekskul apalagi yang ingin kau daftar? Kita hanya diizinkan mengikuti tiga kegiatan ekskul."

"Berarti aku bisa memilih dua kesempatan," Ujar Kyungsoo.

"Dua? Bagaimana dengan Yeonhab? Bukankah kau sudah diajak bergabung oleh Oh Sehun?" tanya Baekhyun dengan nada yang masih terdengar tak percaya kalau Kyungsoo diajak bergabung ke organisasi mahasiswa itu.

"Aku belum menghitung Yeonhab sebagai pilihan. Aku masih harus mengisi formulir kan, artinya masih belum pasti diterima, Baek."

"Ya, tapi Sehun langsung yang mengajakmu bergabung. Tentu saja kau sudah langsung diterima."

Kyungsoo enggan membantah ucapan Baekhyun. Ia hanya mengangkat kedua bahunya.

"Kelas Algoritma akan segera dimulai dua puluh menit lagi. Lebih baik kita segera mencari kelasnya. Gedung Armstrong lantai lima," kata Kyungsoo melihat catatan kecil di ponselnya. Ia lalu bangkit dari bangku dan menyampirkan ranselnya.

"Tentu saja," kata Baekhyun memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeansnya, "Mr Alan tak suka murid baru datang terlambat."

"Darimana kau tahu?" tanya Kyungsoo, saat mereka berjalan melintasi taman. Ia dan Baekhyun kebetulan memang mengambil jurusan yang sama di kampus ini yaitu Teknologi Informasi.

"Kakak ku sudah memberi banyak informasi tentang kampus ini."

"Memang sekarang dimana kakakmu?"

Baekhyun tak menjawab. Ia hanya bergumam sambil mengerling, "nanti kau akan bertemu dengannya."

"Maksudmu?" tanya Kyungsoo mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.

Sekali lagi Baekhyun tidak menjawab saat mereka tiba di depan antrian pintu lift dan harus menunggu karena lift sedang berada di lantai lima. Kelihatannya banyak murid yang memang mengarah ke lantai tersebut.

"Hey, kau belum menjawab pertanyaanku," kata Kyungsoo menyenggol lengan Baekhyun dengan tidak sabar.

"Aku kan sudah menjawabnya," jawab Baekhyun singkat, sedikit menjinjit untuk melihat ke barisan antrian depan.

Kyungsoo memandang ke sekitar. Ia heran, gedung ini besar dan hanya memiliki tiga lift menuju lantai di atasnya. Banyak murid yang kelihatannya malas untuk menaiki tangga sehingga lebih rela harus menunggu berlama-lama di depan lift.

"Rasanya lebih baik kita mencari jalan lain," kata Kyungsoo dengan wajah tak sabar, "aku malas jika harus berdesakan di lift."

"Kau mau melewati tangga?" tanya Baekhyun memandang heran pada Kyungsoo, "kesana?" ia menunjuk ke lantai teratas gedung dengan tatapan tak percaya.

"Ayo," Kyungsoo menarik lengan ransel Baekhyun tanpa menunggu bantahan lain darinya, dan berjalan ke arah tangga yang letaknya ada di sisi belakang gedung.

Ketika mereka berdua sampai di dasar tangga, sesaat Baekhyun memandang pada tangga dengan tatapan galak seolah dengan ada tangga disini sebagai peran pengganti lift adalah kesalahan besar. Memang tak banyak murid yang memilih menaiki tangga hingga mereka berdua bisa dengan leluasa naik.

"Kau aneh," bisik Baekhyun, yang nafasnya putus-putus ketika mencapai lantai dua, "di gedung ini diciptakan lift untuk membantu mencapai lantai atas, dan kau memilih untuk menaiki tangga."

"Kau tak pernah berolahraga, ya? Baru menaiki tangga seperti ini kau sudah kehabisan nafas," ledek Kyungsoo diikuti tawaan mengejek.

"Ya! Bukan begitu, kita seharusnya memanfaatkan fasilitas yang disediakan kampus ini. Aku sudah membayar mahal kesini," kata Baekhyun terus mengumpat, yang sudah bersimbah keringat saat sampai di lantai tiga.

"Kau manja," Kyungsoo menggeleng sambil melanjutkan tertawa. Saat ia menjejakkan kakinya di anak tangga teratas lantai empat, terdengar nama memanggil nama nya dari arah tangga bawah.

Terlihat seseorang, menyusul Baekhyun yang terengah-engah di setengah tangga menuju lantai empat, setengah berlari menghampiri Kyungsoo yang berhenti sejenak untuk menunggu.

"Maaf menghentikan sebentar," kata orang yang memanggil itu.

Kyungsoo menyadari orang tersebut adalah laki-laki yang tadi berada di aula besar untuk melakukan audisi grup vokal kampus. Laki-laki tersebut sedikit tersengal karena setengah berlari menyusul Kyungsoo yang sudah sampai di lantai empat.

"Euh, kau yang tadi di aula kan, sunbae?" tanya Kyungsoo memastikan.

"Ya, benar. Oia, namaku Park Chanyeol," ia memperkenalkan diri sembari mengelap keringat di pelipisnya dengan tangan kosong, "tapi banyak orang yang memanggilku dengan nama Chanyeol."

"Aku Kyungsoo, eh kau pasti sudah tahu. Ini temanku Baekhyun," Kyungsoo menoleh, saat Baekhyun berhasil sampai disampingnya. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya sedikit memberi anggukan dan lambaian tangan lalu bersandar di dinding di belakang Kyungsoo dengan nafas tersengal memegangi sisi perutnya.

"Ada yang bisa kubantu, sunbae?" tanya Kyungsoo. Ia merasa pasti ada hal yang penting hingga Chanyeol sengaja berlari menyusulnya yang sudah sampai di lantai empat.

"Nanti malam aku akan manggung di salah satu cafe di pusat kota bersama grup musikku. Dan sejak tadi mendengarmu menyanyi, ku kira tak ada salahnya jika aku mengajakmu juga kesana," kata Chanyeol antusias.

Bercampur antara kaget, bingung sekaligus gembira, Kyungsoo membuka sedikit mulutnya sambil berkata pelan, "kau? Tidak bercanda, sunbae? Apa maksudmu manggung itu menyanyi diatas panggung dan dihadapan banyak orang?" ia mengernyitkan kening, tak percaya.

"Ne!. Aku ingin mengundangmu untuk datang, sekaligus mengisi acara," kata Chanyeol, yang muncul satu lesung pipi saat tersenyum.

"Sebuah kehormatan untukku, sunbae," Kyungsoo menoleh ke Baekhyun, yang dengan kondisinya itu masih bisa menunjukkan tampang setengah terkejut, kemudian berbalik menoleh pada Chanyeol kembali, "dengan senang hati." tambahnya dengan senyum merekah.

Saat Chanyeol hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, terdengar dehaman pelan dan seseorang berjalan menghampir mereka. Baik Kyungsoo maupun Chanyeol menyadari jika mereka berdua berdiri menghalangi orang lain untuk lewat tangga. Kyungsoo bergeser sedikit sambil tersenyum mempersilahkan, tapi orang tersebut tidak melanjutkan langkahnya.

"Maaf menganggu," ucap seorang laki-laki, dengan rambut mohawk hitam, tersenyum ramah pada ketiga orang di hadapannya.

"Sehun sunbae," kata Chanyeol mengangguk hormat, "maaf menghalangi jalan."

"Tak apa, Chanyeol, seharusnya aku yang meminta maaf," kata Sehun.

"Baiklah, Kyungsoo, nanti akan ku hubungi lagi, nomor ponselmu yang kau catat di formulir, kan?" tanya Chanyeol menoleh pada Kyungsoo.

"Betul, sunbae. Gomawoyo," jawab Kyungsoo membungkuk sedikit.

"Sampai jumpa," Chanyeol lalu menoleh pada Sehun kembali, "sampai jumpat, Sehun sunbae." ia mengangguk meminta diri.

"Ya, sampai jumpa," Sehun membalas senyuman Chanyeol sambil bergeser sedikit ke sisi agar ia bisa lewat.

"Kau bergabung dengan grup vokal kampus?" tanya Sehun ketika Chanyeol sudah berbelok dan menghilang dari pandangan.

"Ne, sunbae, aku memang punya hobi menyanyi," Jawab Kyungsoo.

"Grup vokal kampus punya prestasi yang bagus dan membanggakan, dan Chanyeol salah satu member yang sangat berbakat. Diluar kampus, ia sudah sering mengisi beberapa acara musik."

"Benarkah?" kata Kyungsoo, yang sedikit takjub dengan apa yang diketahui oleh Sehun. Jelas saja, laki-laki jangkung ini adalah wakil presiden Yeonhab, dan tentu tahu banyak hal tentang SM Seoul University.

"Ia akan banyak membantu mengasah lebih dalam bakatmu."

"Bagiku menyanyi hanyalah sebagai hobi, sunbae, sebelumnya aku tak pernah secara serius mengikuti kegiatan menyanyi apapun saat di Los Angeles. Yaa aku terbiasa hanya menyanyi di kamar mandi, dengan gagang shower dan botol sampo sebagai penontonnya," kata Kyungsoo sedikit tertawa.

Sehun ikut tertawa mendengar itu.

"Berikutnya kamar mandi bukan lagi menjadi panggungmu, berikut peralatan mandi sebagai audien. Cobalah dengan panggung dan penonton sebenarnya," katanya mengangkat kedua alisnya tanda meyakinkan.

"Aku akan mencobanya kurasa. Gomawoyo, sunbae," kata Kyungsoo.

"Baiklah, kau dan Byun tak boleh terlambat masuk kelas. Dan kau bisa mengambil segelas air dahulu di ruang dosen sebelum ke kelas kalian," kata Sehun menambahkan kepada Baekhyun, yang terlihat sudah bisa menguasai diri dari kelelahan.

"Gomawo, sunbae," kata Baekhyun mengangguk.

"Sampai jumpa. Semoga hari kalian menyenangkan," Sehun menepuk bahu Kyungsoo. Ia lalu berjalan menuruni tangga menuju lantai tiga.

"Kau ini menggunakan jampi-jampi apa?" tanya Baekhyun saat Sehun sudah tak terlihat dan jauh dari pendengarannya.

"Apa maksudmu?" Kyungsoo balik bertanya, tak mengerti.

"Pertama secara tak terduga kau diajak bergabung dengan Yeonhab oleh Oh Sehun. Lalu seniormu yang baru mengenalmu di grup vokal kampus mengajakmu untuk manggung bersamanya," kata Baekhyun, saat mereka berdua bersamaan berjalan menaiki tangga lagi.

"Kau pikir aku penyihir," kata Kyungsoo mencela.

"Tidak, tapi kau beruntung, kurasa. Aku saja belum mendapatkan satupun ekskul yang kumau."

Kyungsoo berhenti saat mereka berdua sampai di lantai lima.

"Kenapa berhenti?" tanya Baekhyun heran.

"Kurasa kau benar."

"Apanya?"

Kyungsoo mengerling dan tersenyum, "aku punya Kyung's Magic." katanya mengedipkan sebelah matanya.

Ia lalu sambil bersiul santai berjalan, meninggalkan Baekhyun yang melongo dengan wajah penuh tanda tanya.

*

Sambil bernyanyi-nyanyi kecil lagu Angel milik salah satu boyband Korea favoritnya, Kyungsoo menyisir rambutnya. Ia memang suka sekali dengan grup musik tersebut, dan bahkan rela merogoh uang sakunya saat masih sekolah untuk berbelanja online segala barang tentang gruo tersebut mulai dari outfit, cincin, kalung, CD, foto, dan banyak hal lainnya.

Saat ayahnya mulai mengajari bahasa Korea perlahan-lahan sejak Kyungsoo di bangku SMP, ia banyak memperdalam bahasa itu dengan cara menonton drama Korea dan mendengarkan musik. Dari sekian banyak grup musik dengan banyak judul lagu terkenal, Kyungsoo jatuh hati pada grup musik dari SM Entertainment itu. Menurutnya para member Grup itu memiliki lagu-lagu yang bagus, tarian yang enerjik dan aksi panggung luar biasa.

Oleh sebab itu, saat ayahnya menawarkan untuk melanjutkan perkuliahan di Korea, Kyungsoo tidak keberatan dan menerima tawaran tersebut dengan senang hati karena tidak akan banyak menemui kesulitan untuk beradaptasi. Baginya, sudah cukup dengan mempelajari hal-hal tentang Korea dari drama serial, lagu, dan internet, terutama dari grup musik yang sangat dikaguminya.

Seperti malam ini, ia sudah menggunakan pakaian lengan panjang hitam, dan jaket abu tua dengan sleting yang berada di pinggir.

"Ok," katanya dengan tatapan mantap, pada cermin di dinding.

Tak lama satu pesan di Line masuk. Pesan dari Chanyeol yang mengatakan ia baru sampai di depan gedung apartemen Kyungsoo di lantai satu.

Setelah menyempatkan diri beberapa detik untuk terakhir kali bergaya di depan cermin, Kyungsoo pun memasukan ponselnya ke saku jeansnya, lalu berjalan ke pintu depan, membukanya, dan menutup serta mengunci pintu setelah ia keluar.

Sesampainya dibawah, terlihat Chanyeol yang menggunakan headphone berwarna biru, menunggu disamping pintu keluar sambil bersenandung sesuatu. Ia tampak berbeda dengan saat di kampus tadi.

Rambutnya yang berwarna merah marun tua terlihat lebih rapi dan sporti dengan rambut ala KPop saat ini. Pakaian casual, kaos putih dengan tulisan konyol, jaket kulit hitam tanpa lengan, dan celana jeans skinny hitam. Sepatu kets hitam tanpa tali yang terlihat mengilap. Kyungsoo tidak berasa berlebihan dengan penampilan Chanyeol, namun ia berpikir mungkin ini gayanya saat akan manggung. Walaupun gaya ini menurutnya lebih cocok untuk orang yang akan berkencan bersama kekasihnya.

Saat melihat Kyungsoo berjalan ke arahnya, Chanyeol melepas headphone yang menempel si telinga lebarnya.

"Wow," katanya melihat Kyungsoo dari atas hingga ke bawah, "kau terlihat sudah sangat siap," katanya.

"Apa ada yang aneh dengan penampilanku?" tanya Kyungsoo, yang mendadak resah sambil mengedik pada pakaiannya.

"Oh tidak. Hanya kau terlihat seperti bukan pertama kali tampil diatas panggung. Beberapa orang yang pernah ku ajak manggung bersama hanya berpakaian seperti hendak ke kampus," katanya diikuti kekehan ringan.

"Yeah, aku mencoba serapi mungkin," kata Kyungsoo dengan senyuman standar yang canggung.

"Baiklah, ayo."

Kyungsoo mengangguk. Mereka berdua lalu berjalan beriringan ke mobil Chanyeol yang terparkir di sebelah kiri gedung apartemen, dan masuk ke dalam setelahnya.

*

"Manul barabodon noye kaman nun

Hangiron sumul damun noyeppo

Saranghe saranghe nege soksagidon gu ipsuru na

No ye nun ko ip

Nal manjidon ni son-gil

Jagun sontop kajida

Yo jon ni nol nukil su ijiman

kojin bulko chorom

Tade roga borin

Uri sarang modu da

Nomu apujiman ijen nol chu ogira burulge....."

Petikan nada terakhir di gitar pun mengalun mengakhiri lagu dari Taeyang. Tepukan riuh rendah pun terdengar di ruangan cafe yang tak begitu luas itu. Kyungsoo yang duduk di samping panggung pun tak lupa memberi tepuk tangan. Ia baru sekali mendengar lagu Eyes, Nose, Lips versi original. Dan menurutnya, versi akustik menggunakan gitar yang baru saja dilakukan Chanyeol sangat menakjubkan. Suaranya pun begitu merdu menurut Kyungsoo, hingga ia merasa sah untuk bertepuk tangan karena kagum dengan penampilan itu. Di sisi lain ia sedikit merasa minder dan tak percaya diri bila dibandingkan dengan suara Chanyeol.

"Gamsa habnida," kata Chanyeol membungkuk sedikit sebagai ucapan terima kasih pada pengunjung yang memberikan tepukan tangan, "baiklah, untuk lagu berikutnya, aku akan mengajak temanku kemari untuk bergabung dan menyanyikan sebuah lagu," ia menoleh pada Kyungsoo dan memberi isyarat padanya untuk mendekat.

Kyungsoo menelan ludahnya. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa tangannya kebas dan kakinya mati rasa. Perutnya melilit dan keringat sedikit mengucur di wajahnya. Ia bisa merasakan wajah-wajah pengunjung cafe tersebut terfokus pada dirinya. Dengan perasaan yang luar biasa gugup sekali karena ini adalah pengalaman pertamanya menyanyi di hadapan banyak orang begini, dengan langkah sedikit gemetar, Kyungsoo menaiki panggung mini dan berjalan mendekati Chanyeol. Keringatnya semakin mengucur saat semua tatapan mata di tempat itu memandang ke arahnya.

"Tak usah gugup. Kau sudah menyiapkan lagumu dan berlatih tadi sore, kan?" bisik Chanyeol, saat pemain alat musik sedang mempersiapkan diri.

Tadi sore sepulang kampus, di kamar apartemennya Kyungsoo memang sempat berlatih mati-matian menghapal lirik lagu yang akan dinyanyikan, dan berlatih teknik vokal dari Google, seolah yang akan dihadapi adalah sebuah konser tunggal besar. Sampai-sampai, ia hampir menghanguskan nasi yang ia masak di rice cooker saking seriusnya berlatih.

"Aku gugup sekali," kata Kyungsoo dengan suara sedikit bergetar.

"Tak usah gugup. Anggap saja kau sedang berada di sebuah lapangan berrumput luas, dengan angin sepoi-sepoi sejuk, banyak kupu-kupu berterbangan, di hadapanmu adalah alam luas dan langit biru," Chanyeol membuat gerakan singkat menyemangati.

Kyungsoo menggigit bibir bawahnya, masih sedikit ragu.

"Jangan khawatir. Di depan mic, tarik nafas perlahan melalui hidung dengan mata tertutup, hembuskan perlahan juga melalui mulut dan buka matamu," kata Chanyeol, menarik stand mic ke depan kursi Kyungsoo.

Setelah sudah cukup yakin, Kyungsoo mengangguk singkat. Ia lalu duduk di kursi di samping Chanyeol, yang memberi tatapan bertanya apakah ia siap. Setelah Kyungsoo memberi anggukan singkat kedua, Chanyeol menghadap kembali mic nya dan memandang ke seluruh ruangan.

"Satu lagu yang sangat indah, temanku Do Kyungsoo akan membawakannya untuk para pengunjung disini," katanya. Ia lalu mengangkat ibu jari tangan kanannya ke pemain keyboard menandakan untuk segera mulai.

Kyungsoo menuruti apa yang disarankan oleh Chanyeol. Menutup kedua matanya, menarik nafas perlahan dengan hidungnya, dan membuat dirinya senyaman mungkin. Ia membayangkan berdiri di sebuah padang rumput luas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus sejuk. Saat nafasnya berhembus ringan dari mulutnya, dan pelan-pelan ia membuka matanya, keyakinan terpancar dari mata sayu itu.

Nada pun mulai mengalun saat pemain keyboard menekan tuts demi tuts. Kyungsoo mendengarkan dengan seksama setiap nada, dan entah kenapa setiap satu nada mengalun, kepercayaan dirinya semakin bertambah.

"Nae nargeun gitareul deureo haji mothan gobaegeul

Hogeun gojipseuresamkin iyagireul

Norae hana mandeun cheok jigeum malharyeo haeyo

Geunyang deureoyo I'll sing for you

Neomu saranghajiman saranghanda mal an hae

Eosaekhae jajonsim heorak an hae

oneureun yonggi naeseo na malhal tejiman

Musimhi deureoyo I'll sing for you

The way you cry, the way you smile

Naege eolmana keun uimiin geolkka?

Hagopeun mal, nohchyeobeorin mal

Gobaekhal tejiman geunyang deureoyo

I'll sing for you, sing for you

geunyang hanbeon deutgo useoyo..."

Suasana hening. Hanya alunan keyboard dan lantunan suara Kyungsoo yang bernyanyi dengan penuh penghayatan yang terdengar. Semua orang tampak terbius, termasuk Chanyeol yang menatap dengan serius dan terkesan.

"Jogeum useupjyo naegen geudae bakke eomneunde

Gakkeumeun namboda mothan na

Sasireun geudae pume meorikareul bubigo

Angigo sipeun geonde marijyo

The way you cry, the way you smile

Naege eolmana keun uimiin geolkka?

Doraseomyeo huhoehaetdeon mal

Sagwahal tejiman geunyang deureoyo

I'll sing for you, sing for you

amureohji anheun cheokhaeyo

Maeil neomu gamsahae geudaega isseoseo

Sinkkaeseo jusin nae seonmul

Oneuri jinamyeon nan tto eosaekhae haljido

Hajiman oneureun kkok malhago sipeo

Geureoni deureoyo

The way you cry, the way you smile

Naege eolmana keun uimiin geolkka?

Hagopeun mal, nohchyeobeorin mal

Gobaekhal tejiman jom eosaekhajiman

Geunyang deureoyo I'll sing for you, sing for you

Geunyang deureoyo....."

Kyungsoo berhenti sejenak. Pandangannya menyapu ke seluruh ruangan.

"I'll sing for you...." ia mengakhiri bait terakhir dengan sempurna. Dan tepukan tangan pun terdengar di ruangan itu, termasuk Chanyeol yang berdiri dari kursinya memberi standing applause. Pipi Kyungsoo sedikit merona merah. Ia sama sekali tak menyangka akan mendapatkan tepuk tangan yang cukup ramai seperti itu. Semua pengunjung pun tampak menikmati suaranya karena terlihat sebagian besar memberikan senyuman yang puas.

"Gamsa habnida," katanya mengangguk seraya tersenyum simpul.

"Perfect," gumam Chanyeol dengan senyuman lesung pipi khas nya.

"Gomawoyo, sunbae," Kyungsoo membungkuk singkat sebagai tanda terima kasih pada Chanyeol. Ia lalu memberi gerakan meminta diri, lalu turun dari panggung, dan berjalan ke dalam toilet.

Kyungsoo berdiri di depan cermin, menatap mata cokelat bulat miliknya sendiri, kemudian tersenyum. Raut kegembiraan terpancar jelas dari wajahnya. Sebagai penampilan perdananya di hadapan banyak orang, walau sempat merasa gugup yang berlebihan, Kyungsoo bisa menghadapi sendiri rasa gugup itu dan memberikan sesuatu yang cukup membanggakan bagi dirinya pribadi. Ini adalah pengalaman pertama untuknya, dimana ia sadar jika dia memang memiliki suatu kelebihan.

*

"Penampilan yang bagus. Berikutnya aku akan lebih sering mengajakmu manggung," kata Chanyeol, sembari melahap makanannya.

"Gomawo, sunbae. Kau juga punya suara yang indah," kata Kyungsoo sedikit tersipu.

"Kau baru pertama kali datang ke negeri ini, dan memutuskan untuk tinggal dan kuliah, dan bahasa Korea mu cukup fasih menurutku."

"Ayahku yang mengajariku. Memang masih ada beberapa istilah yang tak kumengerti. Aku masih harus banyak belajar."

"Banyak orang yang bisa kau pintai tolong disini. Kau tak perlu khawatir, jika kau butuh bantuan, kau bisa menghubungiku," kata Chanyeol, yang menyeruput minuman orange juice nya.

"Tentu saja. Gomawo," kata Kyungsoo sedikit canggung.

Menurutnya jika ia membutuhkan bantuan, ia akan memintanya pada Baekhyun terlebih dahulu. Bagaimanapun, Chanyeol adalah sunbae-nya. Ia tak enak jika harus meminta bantuan bahkan hal remeh sekalipun pada Chanyeol.

Ponsel Chanyeol berbunyi. Ia mengelap bibirnya dengan tisu, lalu mengangkat panggilan masuk.

"Yeoboseyo. Oh, kau sudah didepan. Masuklah kemari, aku masih makan bersama temanku," katanya.

Kyungsoo berpikir Chanyeol sedang ada janji dengan orang lain. Terlihat dari percakapannya baru saja.

"Kau janjian dengan seseorang, sunbae?" tanya Kyungsoo.

"Iya. Dia teman kelasku. Kami akan pergi ke suatu tempat malam ini," Chanyeol menjawab lalu menyeruput minumannya lagi, "dia sedang masuk kemari. Kau mau ikut?"

"Kau akan pergi kemana, sunbae?'

"Errr, suatu tempat," kata Chanyeol, dengan senyuman misterius, "aku tak akan memberi tahumu, kecuali kau bersedia ikut. Oh iya, kau boleh memanggil namaku jika diluar kampus."

Kyungsoo menatap bingung. Yang ia tahu sunbae adalah panggilan sopan kepada seseorang yang lebih tua, khususnya seniornya di kampus. Tapi karena Chanyeol yang meminta demikian, maka ia hanya mengangguk saja.

Chanyeol melihat-lihat sekitar meja mereka, terlihat mencari orang yang ia maksud.

"Nah, itu dia," katanya, melambai pada sosok orang di kejauhan.

Orang tersebut berjalan menghampiri meja. Seorang laki-laki, yang mungkin seusia Chanyeol, dengan switer abu-abu dan celana panjang skinny hitam serta sepatu sport putih. Rambutnya yang berwarna pirang bergelombang dibuat dengan gaya yang acak-acakan menggunakan jel rambut.

"Kau masih lama?" tanyanya dengan suaranya yang agak serak.

"Sudah hampir selesai. Oh ya, kenalkan, ini hoobae baru di kampus, namanya Kyungsoo," Chanyeol menoleh sekilas pada Kyungsoo, "Kyung, ini temanku, Kim Jongin, tapi kita biasa memanggilnya dengan Kai."

"Anyeong haseyo, salam kenal, Kai sunbae," Kyungsoo memberi anggukan sopan sambil tersenyum.

Sementara itu, Kai hanya tersenyum singkat melihat Kyungsoo dengan tatapan sulit dibaca.

"Yang lain sudah menunggu," kata Kai berpaling pada Chanyeol, "aku tunggu kau diluar." dan tanpa permisi ia berbalik dan pergi.

Sopan sekali, bisik Kyungsoo dalam hati. Ia menatap pada punggung Kai dikejauhan dengan tatapan sinis.

"Euh, jeosonghabnida," kata Chanyeol dengan canggung. Ia menyadari kalau Kyungsoo tersinggung dengan sikap temannya itu, "Kai memang seperti itu. Sebenarnya dia orang baik. Dia berbeda jika kau sudah mengenalnya." tambahnya diikuti senyuman permintaan maaf.

"Tak apa, sunbae. Maksudku, Chanyeol," Kyungsoo mengoreksi dengan sedikit ragu.

"Nah seperti itu," kata Chanyeol tertawa ringan, "baiklah jika kau tak ingin ikut saat ini, maaf sekali aku harus segera pergi. Aku tak bisa mengantarmu, aku akan meneleponkan taksi," terlihat sekali Chanyeol merasa bersalah, antara karena sikap temannya tadi dan juga karena harus begitu saja meninggalkan Kyungsoo.

"Tidak usah. Aku bisa melakukannya sendiri," kata Kyungsoo dengan senyuman meyakinkan.

"Kau yakin?" tanya Chanyeol ragu.

"Ne. Tak usah khawatir, aku sudah pernah melakukannya. Kau tak perlu merasa tidak enak padaku. Sebaliknya, terima kasih sudah mengajakku malam ini. Ini pengalaman luar biasa untukku."

Chanyeol tersenyum, "tentu saja. Terima kasih sudah mau menemaniku manggung. Nanti kau akan ku ajak lagi. Dan sekali lagi, maaf aku harus pergi meninggalkanmu. Malam ini aku yang traktir," katanya bangkit dari kursinya.

"Gomawo, Chan," kata Kyungsoo, berdiri juga dari kursinya dan membungkuk sedikit.

"Sampai jumpa," kata Chanyeol melambai sesaat, lalu berbalik dan pergi menyusul temannya.

Setelah menunggu beberapa saat sejak Chanyeol pergi, Kyungsoo meminum air putih dari gelasnya, lalu memutuskan untuk pulang. Meskipun sedikit dicederai oleh sikap aneh dan tak sopan temannya Chanyeol yang baru pertama kali bertemu, namun bagi Kyungsoo malam ini adalah malam yang luar biasa. Ia berjalan keluar cafe dengan langkah gembira dan mengembangkan senyuman puas. Dengan senandung lagu di mulutnya untuk merayakan kegembiraan, Kyungsoo berjalan sepanjang trotoar sambil menunggu taksi lewat, melewati beberapa toko yang sudah mulai tutup. Waktu memang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Jalanan mulai agak sepi.

Setelah euforia kegembiraan sedikit memudar, Kyungsoo sadar jalanan sudah sepi dari kendaraan. Tak ada satupun taksi lewat saat itu. Langsung saja ia menyesal tidak menerima tawaran Chanyeol untuk menelepon taksi tadi. Kyungsoo merogoh saku jeansnya untuk mengambil ponsel. Jika tidak menelepon taksi, setidaknya dia bisa menelepon Baekhyun untuk meminta bantuan. Namun ia mendengus kesal saat tahu ponselnya mati karena kehabisan baterai. Dengan demikian, ia harus berjalan kaki mencapai apartemennya yang berada beberapa blok dari situ sambil berharap ada taksi lewat saat ia berjalan di trotoar.

Banyak hal yang berbau 'pertama kali' sejak Kyungsoo menginjakan kakinya di kota ini, dan ini adalah 'pertama kali' selanjutnya saat ia berjalan menyusuri trotoar yang sepi pada malam hari. Mau tak mau dia merasa gelisah, dan tidak munafik dia juga merasa sedikit takut, saat tak ada orang yang lewat ketika berbelok ke jalan lain yang lebih kecil dengan penerangan yang lebih sedikit.

Dia sedikit merasa lega saat melihat ada sekitar empat orang diujung jalan berjalan ke arahnya yang artinya dia ada teman melewati jalan itu. Namun ia merasa sedikit aneh, saat menajamkan pandangannya ke arah empat orang itu, mereka berjalan dengan agak aneh sambil tertawa-tawa dan meracau tak karuan. Kyungsoo lalu sadar sesuatu.

Dia berbalik dan memutuskan untuk mengambil jalan berputar saja. Baru beberapa langkah Kyungsoo merasa ada yang menarik bagian belakang jaketnya dengan keras membuat ia tertarik dan hampir terjungkal ke belakang. Orang itu lalu mendorong Kyungsoo hingga menabrak dinding.

"Kau mau kemana?" tanya salah satu dari empat orang itu dengan kasar. Bau minuman menguar dan menyengat dari mulutnya.

Rasa takut langsung menyelimuti Kyungsoo yang merasa gemetar dari ujung kaki sampai ujung kepala. Jantungnya berdegup kencang tak karuan sementara nafasnya memburu. Mereka berempat pria dengan tubuh yang gempal. Salah satu diantaranya menonjolkan otot-otot besar dan bertato, tersenyum mengerikan pada Kyungsoo.

"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya," kata laki-laki itu.

Kyungsoo memilih tidak menjawab. Baginya jika harus berkelahi dengan mereka sama saja bunuh diri, melihat begitu besarnya tubuh orang-orang itu jika dibandingkan dengan dirinya. Dengan dada naik turun karena bernafas tak beraturan, dia mengumpulkan tenaga dan bersiap untuk lari. Berbalik ke arah kanan yang lebih kosong, karena mereka berempat hampir memblok setiap jarak masing-masing, Kyungsoo hendak kabur dari tempat itu. Tapi kakinya dijegal dan seketika saja ia jatuh tersungkur dengan wajah menabrak jalan.

Sesuatu yang agak hangat mengalir ke sisi wajah Kyunfsoo dan rasanya sangat perih. Ia tahu itu adalah darah yang mengucur dari ujung keningnya. Satu hentakan kasar mengangkatnya dan mendorongnya lagi ke dinding. Kali ini dua laki-laki bertubuh besar lain memitingnya ke dinding membuat ia tak bisa bernafas.

"Kau pikir kau bisa kabur, kelinci kecil," teriaknya, diikuti tawaan semua orang.

"Disinilah dahulu, kami ingin hiburan darimu," kata satu orang lain yang memegangi tangannya sambil menggosokkan hidungnya ke pipi Kyungsoo.

Kyungsoo merasa mual karena kesulitan bernafas ditambah dengan bau alkohol yang berhembus dari mulut orang-orang itu membuatnya ingin muntah.

"Apa...apa yaa..yangg kal..kaliann ingin..kan?" tanyanya tersengal. Darah yang mengucur dari keningnya terasa sakit sekali, "ambil yangg..yangg kalian maa..ma....mauu," tambahnya lirih.

"Tentu saja kami akan mengambil apa yang kau punya," kata yang lain, sambil tertawa diikuti tawaan lainnya, "tapi kami juga ingin bermain-main dahulu denganmu," ia mengelus wajah Kyungsoo lalu menampar kecil.

"Kau kelinci yang manis, kukira," katanya berbisik di telinga Kyungsoo.

Kyungsoo terbelalak. Rasa ngeri semakin menyelimutinya. Dengan kondisi terjepit seperti ini, tak bisa bergerak atapun berteriak minta tolong, ia hanya bisa menangis. Empat orang laki-laki mabuk bisa melakukan apapun, sekalipun hal yang tak wajar dan tak masuk akal, dan Kyungsoo menyadari hal itu.

"Ku..kumohonn..lepaskan....aku.." rintih Kyungsoo, yang mulai kehabisan tenaga untuk meronta, "ambilah yang ada...di dompet, ponselku....tapi biarkan.....aku pergi.."

Laki-laki itu berdecak kesal sambil mengelus rambut Kyungsoo dan menjambakmya kuat-kuat membuat Kyungsoo berteriak tertahan.

"Tak ada orang lain disini. Dan lagi, kukira kau cocok untuk bersenang-senang dengan kami," kata laki-laki itu berteriak lalu tertawa mengerikan. Semua orang disitu pun tertawa gila menatap Kyungsoo dengan tatapan lapar seakan ia mangsa yang siap diterkam.

Lalu Kyungsoo merasakan bagaimana tangan laki-laki itu membuka sleting jaketnya. Ia betul-betul tak bisa meronta lagi untuk melawan dan hanya bisa merintih menangis dengan mulut dibekap. Orang-orang yang memeganginya hanya berteriak-teriak dengan penuh semangat dengan tatapan mata merah galak.

"HENTIKAN!"

Laki-laki yang mulai menggerayangi tubuh Kyungsoo menghentikan pekerjaannya. Ia dan ketiga temannya berbalik menoleh ke dalam kegelapan. Ada orang berdiri disana. Dengan sedikit susah payah, Kyungsoo mencoba menoleh ke arah suara berasal namun tak berhasil memastikan wajah orang itu karena berada dalam bayangan gelap.

"Beraninya kau menganggu kami," laki-laki mabuk itu melepas tangannya dari Kyungsoo dan berjalan ke arah sosok orang di kegelapan.

"Lepaskan dia dan segera pergi dari tempat ini. Atau kalian akan menyesali perbuatan kalian," kata orang itu dengan suara yang agak berat.

"Kau siapa, hah? Superman? Batman? Pengecut," laki-laki itu berteriak marah lalu tertawa seperti orang gila.

Dia berjalan kencang mendekati orang itu dan langsung melayangkan tinju ke arah wajahnya. Dengan gesit orang dalam kegelapan itu menghindar, menangkap tangan laki-laki mabuk dan membuat gerakan menjatuhkan laki-laki itu ke bumi. Terdengar bunyi seperti dahan patah saat tangan itu dipiting.

Suara melolong kesakitan menggema di jalan kecil itu dan laki-laki mabuk itu tergeletak di tanah sambil berguling-guling.

Ketiga temannya yang lain terperangah. Satu diantara mereka bersiap membuat kuda kuda saat orang itu berjalan menghampiri. Meski agak sedikit kesulitan melihat, tapi Kyungsoo menyadari saat sosok itu melewati seberkas cahaya lampu. Ia bersyukur sekali karena itu adalah Oh Sehun.

Setengah berteriak laki-laki mabuk kedua juga melayangkan pukulan ke arah perut Sehun, yang kembali bisa dihindari. Sehun menarik bahu laki-laki itu dengan gerakan cepat lalu menendang dengan siku ke arah dada. Laki-laki itu terbatuk, kemudian terjungkal ke belakang saat Sehun menariknya ke belakang dengan menjambak rambutnya.

Dua orang lain yang sejak tadi memegangi Kyungsoo melepaskan pegangannya, membuat ia terjatuh terduduk dan bersandar pada dinding sambil terbatuk-batuk. Dia memegangi juga keningnya yang berdarah.

Entah kenapa saat Kyungsoo menatap pada Sehun yang sedang dihadang dua orang mabuk lain yang memasang ancang-ancang untuk menyerang, Kyungsoo merasa sosok Sehun berbeda dari apa yang pernah ia temui di kampus. Biasanya Sehun menunjukkan tatapan ramah dan teduh.

Namun malam ini, Kyungsoo melihat tatapan tajam Sehun yang dingin dan seolah siap membunuh.

Kedua orang mabuk terakhir, yang tubuhnya jauh lebih besar dan gemuk dari yang dua sebelumnya, saling melihat satu sama lain seolah bertanya siapa yang akan menyerang terlebih dulu. Sehun tidak perlu menunggu. Ia berjalan mendekat dan menghindar ke celah diantara kedua orang itu saat mereka berbarengan melayangkan tinju. Satu gerakan gesit lagi saat Sehun memukul bagian belakang kepala tepat di otak kecil mereka berdua. Sedetik kemudian ia memegangi kepala keduanya lalu membenturkan satu sama lain sehingga setelah itu mereka berdua terjatuh dengan bunyi bum keras dan pingsan.

Satu merintih kesakitan karena bahunya patah, satu memegangi dadanya sambil tersengal kesakitan, dua lagi tergeletak di tanah pingsan tak bergerak. Sehun mengehela nafas panjang dan berjalan ke arah Kyungsoo, yang sedikit susah payah mencoba berdiri. Ia lalu mengangkat ponselnya dari tanah, yang pecah dan rusak terinjak karena tadi sempat dirampas salah satu yang memegangi.

"Kau berdarah," kata Sehun mengamati luka di kening Kyungsoo, "besok ku antar kau mencari ponsel baru." ia menambahkan, melihat iba pada Kyungsoo yang maratapi ponselnya.

"Tak apa, sunbae. Aku bisa selamat dari orang-orang itu saja sudah bersyukur. Gomawoyo, sunbae," kata Kyungsoo mengangkat wajahnya melihat Sehun, "jika kau tak ada, entah apa nasibku," walau menahan sakit di keningnya namun ia masih berusaha memberi senyuman terima kasih pada Sehun.

"Ayo kuantar kau pulang. Kau harus segera mengobati lukamu. Kau bisa berjalan, atau mau ku gendong?"

Kyungsoo tertawa sedikit namun berubah meringis kesakitan pada dadanya. Ide Sehun untuk menggendongnya memang agak sedikit konyol menurut Kyungsoo.

"Aku bisa berjalan, sunbae. Percayalah," katanya dengan senyum meyakinkan.

"Baiklah kalau tak mau digendong," Sehun meraih tangan kiri Kyungsoo dan mengalungkannya ke leher.

Kyungsoo sedikit terkejut dengan yang dilakukan Sehun. Tubuhnya yang lebih pendek tujuh senti dari Sehun membuat Kyungsoo harus agak jinjit saat laki-laki jangkung itu membantu memapahnya berjalan. Mereka berjalan meninggalkan tempat itu, meninggalkan empat orang mabuk dengan derita mereka masing-masing.

Sehun membawa nya keluar ke sisi jalan yang lebih terang dan berjalan ke arah mobil sport merah yang terparkir di bahu jalan. Sejujurnya Kyungsoo agak canggung dan tak enak saat itu. Namun karena ingin segera pulang dan mengobati lukanya, ia membiarkan Sehun membantunya.

Setelah membuka kunci otomatis, Sehun membuka pintu depan penumpang dan membantu Kyungsoo masuk ke dalam mobil. Setelah menutup kembali pintunya, Sehun berjalan memutar dan masuk ke bagian kemudi mobil.

[TBC...]

*

次の章へ