"Eh?" Lova bergerak dengan cepat menahan kedua tangan Axel ketika melihat gelagat dari laki-laki itu yang hendak kembali merebahkan diri di atas rerumputan. "Axe, mau ngapain?"
"Rebahan. Gue mau jadi makhluk rebahan bentaran, my Lov. Ngantuk gue." kata Axel sambil menguap lebar membuat Lova reflek mengulurkan tangan gadis itu menutup mulutnya.
"Apaan, sih? Gak ada ya, Axe." Lova menggeleng kecil sambil menarik tangannya lagi. "Mendingan tadi Axe stay di UKS aja kalau emang masih ngantuk dan mau tidur."
Axel mengangkat alisnya sebelah. "Dan biarin lo jalan kesini sendirian gitu?"
Lova mengangguk kecil. "E-hem ... lagian Lova bis--"
Axel mengibaskan tangannya sekilas. "Gak, gak!"
Lova tersenyum kecil. "Iya, udah. Jangan rebahan lagi, dong makanya, Axe. Kan, udah Lova bersihin juga kaosnya. Lagian masih agak basah gitu rumputnya." Lova melirik rerumputan yang berada di belakang Axel sejenak. "Bisa masuk angin nanti, kalau Axe pakai kaos lembab lama-lama."
Axel tersenyum lebar dan mencolek dagu runcing Lova pelan. "Lagi jadi pacar perhatian ceritanya, nih?" kekeh Axel. "Iye, dah gue nurut, nih. Gak tiduran lagi. Pacar penurut gak gue, my Lov?" tanya Axel sambil memainkan kedua alisnya naik turun menggoda Lova.
Lova tertawa renyah dan lepas membuat Axel seketika tertegun memandangnya. Perlahan melepaskan kedua tangannya. "Pengen banget dipuji, Axe?" tanya Lova di sisa tawanya sambil menatap Axel geli.
Ya Allah, cantik banget. "Hah?" Axel melongo. "Eh? Gimana-gimana, my Lov?" tanya Axel balik dengan sedikit gelagapan sambil mengerjapkan matanya polos.
Lova berdehem pelan untuk membersihkan tenggorokannya. "Axe gak dengar Lova tadi bilang apa?" tanya Lova sambil memicingkan kedua matanya.
Axel menggeleng pelan.
"Kok, tiba-tiba ngelamun gitu sih, Axe? Aneh banget." kata Lova heran sambil memutar posisi duduknya menghadap ke arah lapangan basket.
Lova memperhatikan teman-teman laki-laki dan perempuannya yang kini sudah berbaur bermain basket bersama-sama dengan diselingi canda tawa. Saling memperebutkan bola oranye itu dan tak jarang pula mereka saling berteriak satu sama lain. Lova tertawa kecil.
Melihat tingkah absurd dari teman-temannya itu, Lova menjadi teringat dengan ungkapan, masa SMA itu adalah masa-masa paling indah dalam hidup. Lova setuju dengan ungkapan itu. The best thing in life. The big adventure. Masa dimana merasakan serunya mempunyai teman banyak, mulai menyukai lawan jenis, sampai melakukan kenakalan-kenakalan yang jika kelak diingat-ingat kembali dapat membuat kangen. Di masa remaja naik ke dewasa itu menjadi waktu untuk mulai mencari jati diri. Masa penuh dengan kenangan itu tidak akan pernah terulang lagi.
Axel mengikuti arah pandangan Lova. Perlahan bergerak maju dengan menyeret bokongnya agar duduk lebih dekat dengan posisi duduk Lova. Menjatuhkan dagunya di bahu Lova kiri. "My Lov?"
"Hmm," gumam Lova langsung menoleh menatap Axel. "Kenapa, Axe?"
"Lo emang ngomong apa tadi, my Lov?"
Lova mengangkat alisnya sebelah. "Lova ngomong apa, ya?" senyum Lova seketika terbit ketika melihat raut penasaran Axel. "Lova gak bilang apa-apa, kok. Axe gak mau ikut main basket sama yang lainnya?"
Axel hanya menggeleng kecil.
"Enggak mau main basket?"
"Hmm," gumam Axel seraya memejamkan kedua matanya sejenak.
"Kenapa Axe gak mau ikut main basket? Bukannya Axe kapten basket, ya? Harusnya seneng, dong kalau main basket."
"Males. Gue mau disini aja sama lo, my Lov. Lagian jadi kapten basket gak berarti wajib bin kudu main basket terus-terusan."
"Dasar manja?!"
"Bodo!" balas Axel singkat sambil memiringkan kepala hingga pipinya yang kini bersandar di bahu Lova sebelah kiri.
Lova menunduk sedikit sambil menepuk-nepuk pipi Axel pelan. "Ke UKS aja, Axe. Badannya pasti masih sakit semua, kan habis tawuran kemarin itu? Lagian ngapain juga Axe berangkat sekolah? Mendingan istirahat di rumah aja."
Axel menggelengkan kepalanya. "Gue lebih suka di luar lebih ramai dibandingkan di rumah, my Lov. Sepi." aku Axel sambil memejamkan kedua matanya. Lelah. Axel menelan salivanya kasar.
Lova hanya terdiam sambil mengusap-usap pelan bahu Axel mencoba memberikan sebuah kenyamanan. Memahami situasi yang tiba-tiba saja berubah menjadi tidak enak, Lova meredam segala bentuk rasa penasarannya dengan menahan semua pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun rapi di dalam kepala dan siap ditanyakan pada laki-laki itu. Lova tersenyum lembut ketika pandangannya bertemu dengan mata hitam elang Axel.
-firstlove-
"Sweetie?!"
Lova langsung menoleh dan mengedarkan pandangannya mencari-cari keberadaan pemilik dari suara cempreng itu. Lova tersenyum lebar sambil melambaikan satu tangan ketika pandangannya bertemu dengan mata Lila yang sedang berdiri di bawah salah satu ring basket dengan Malik dan Abdul yang berdiri tak jauh di belakang sahabatnya itu.
"Sweetie!" panggil Lila satu kali lagi dengan suara yang dinaikkan satu oktaf sambil melambaikan tangan kanan meminta Lova menghampirinya.
Lova melingkarkan ibu jari dan telunjuknya membentuk tanda OK. Lalu menoleh kembali menatap Axel.
"Sweetie, heh?" tanya Axel menatap Lova geli sambil perlahan mengangkat kepalanya.
Lova tertawa kecil seraya menganggukkan kepalanya pelan. "Jangan kaget ya, Axe. Lila setiap hari punya panggilan 'sayang'--" Lova mengucapkan kata sayang sambil memberikan tanda kutip dengan kedua tangannya. "Yang beda-beda buat Lova setiap harinya. Hari ini panggil sweety, besok bisa jadi honey. Suka-suka Lila aja pokoknya, mah." terang Lova sambil berdiri dari posisi duduknya.
Axel mendongak penuh memperhatikan Lova yang sedang mengusap-usap pelan bagian belakang celana training gadis itu. "Alay amat temen lo, my Lov."
"Heyy!!" seru Lova heboh sambil bergerak cepat duduk berjongkok dan menutup mulut Axel dengan tangan kanannya. "Axe. Jangan kenceng-kenceng bilang anehnya. Nanti Lila marah kalau sampai dengar dibilang aneh kaya gitu sama Axe." bisik Lova pelan. "Lova jamin Axel gak bakal mau lihat Lila marah, deh kalau tahu kaya gimana marahnya Lila."
Sebelah alis Axel naik.
"Kalau kata Abdul, sih sama aja bangunin macan betina tidur." bisik Lova dengan suara yang sangat-sangat pelan.
Abdul? Axel mengedikkan bahunya samar. Perlahan memajukan wajahnya hingga punggung tangan Lova menempel sempurna di bibir tipis gadis itu. "Asal dia, gak manggil lo my Lov aja. Itu khusus buat gue soalnya." kata Axel dengan suara teredam. Axel mengecup telapak tangan Lova sekilas.
Lova langsung mendorong bibir Axel menjauh. "Curi-curi kesempatan banget sih, ih!" Lova memalingkan wajah menyembunyikan wajahnya yang pasti sudah merah sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan mengerucutkan bibirnya.
Axel terkekeh geli. "Soalnya lo curiable banget, my Lov."
Lova melirik Axel tajam. "Udah, ah! Ngelantur banget ngomongnya." Lova berdiri dari duduk berjongkok seraya mengurai kedua tangannya. "Lova mau ke Lila ya, Axe. Mendingan Axe ke UKS, gih. Tidur di sana aja. Bye, Axe!" Lova sudah akan melangkahkan kakinya. Namun, Axel mencekal pergelangan tangannya lebih dulu. Lova menunduk penuh menatap Axel tidak mengerti. "Kenapa, Axe?"
Axel berdiri dari duduknya dengan tangannya yang masih menahan tangan Lova. "Lo main basket sama gue aja, ayo. Lo dapat kesempatan langka ini, bisa main sama gue. Kapan lagi, kan lo bisa main basket langsung sama kaptennya, my Lov?"
Lova memutar kedua bola matanya malas. "Congkak bang-- eh! Ya ... gak usah pakai ditarik juga, dong, Axe?! Lova gak ada niatan kabur, kok." protes Lova ketika Axel menarik tangannya.
"Axel!!!" teriak Lila keras. "Mau lo bawa kemana Lova, hah!!!"
"Bukan urusan, lo!" sentak Axel keras. "Pergi, dah lo! Lova sama gue!"
"Ish!" desis Lila menatap Axel penuh dendam. Lila menghentakkan kaki kanannya dan langsung berbalik badan menghampiri Malik dan Abdul yang masih menunggunya.
Lova menatap Lila, Malik dan Abdul tidak enak. Senyum leganya seketika saja terbit ketika melihat Malik tersenyum padanya dan Abdul dengan heboh melambai-lambaikan tangan laki-laki itu.
Tbc.
Creation is hard, cheer me up! VOTE for me!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.