webnovel

FIRST LOVE | 16

Axel melepaskan tangan Lova. "Bolanya lo ambil, gih sana!" titah Axel langsung ketika mereka berdua sudah berdiri ditengah-tengah lapangan basket outdoor yang sudah mulai kosong.

Lova mencebikan bibirnya. Menatap Axel kesal. "Kok, jadinya malah nyuruh-nyuruh Lova sih, Axe." protes Lova keras.

"Gue, kan kapten." kata Axel sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan telunjuk.

Lova mengerucutkan bibirnya. Raut wajahnya langsung berubah menjadi cemberut. "Tapi, kan Lova juga bukan anggota basketnya Axe, ih!" sewot Lova sambil menghentakkan kaki kanannya. Lova tetap saja mengerjakan titah yang Axel berikan padanya tadi.

Axel geleng-geleng kepala tak habis pikir sambil berkacak pinggang. "Lo itu ngapain pakai protes segala, kalau ujung-ujungnya tetep aja lo lakuin juga, my Lov."

"Namanya juga Lova usaha."

Axel terkekeh geli. "Usaha apaan kaya gitu? Langsung nyerah di awal."

"Tahu, ah! Kesel Lova, tuh ... Nih. Bolanya, Axe!" sewot Lova sambil mengangkat kedua tangannya tinggi menyodorkan bola oranye yang dia ambil dari pinggir lapangan itu tepat di depan wajah Axel.

Axel meletakkan kedua tangannya di bagian atas dan bawah bola yang menutupi wajah Lova. Perlahan menarik bola oranye itu dan mengapitnya di antara pinggang dan tangan kirinya. Axel mensejajarkan wajahnya di depan wajah Lova. Menatap gadis itu geli. "Thank you, my Lov." ucap Axel pelan sambil tersenyum manis.

Lova melipat kedua tangannya di depan dada dan balas menatap Axel. "Aduh! Yang baik banget bilang makasih segala." sindir Lova halus.

Axel terkekeh geli seraya mengangkat wajahnya. Menepuk bola satu kali. Axel memantulkan bola oranye itu bolak balik dari tangan kanan ke tangan kiri beberapa kali lalu menggiringnya ke arah ring. Axel melakukan lay up shoot ketika jaraknya dengan ring hanya tinggal beberapa langkah saja.

Axel berbalik badan menghadap Lova dan menatap gadis itu yang sedang tersenyum senang sambil bertepuk tangan. Axel terkekeh kecil sambil mengambil bola lalu berjalan menghampiri Lova. "Nih!" Axel menyodorkan bola oranye itu di depan dada Lova. "Lo mau coba masukin bolanya ke ring juga gak, my Lov?"

Lova mengangguk-angguk semangat. "Pantes kalau Axe jadi kapten basket. Axe keren banget, gitu mainnya." puji Lova tulus sambil mengulurkan kedua tangannya menerima bola oranye yang disodorkan Axel.

Axel mengangkat kedua alisnya. "Lo baru tahu, kalau pacar lo ini keren abis begini, hm?"

Lova mencibir ucapan Axel. "Yang keren itu cara main basketnya, tolong. Bukan orangnya!"

"Orangnya juga gak apa-apa sih, my Lov."

"Hihhh!" jerit Lova tidak terima. "Lagian, nih ya, Axe--" jeda Lova sejenak sambil memeluk bola oranye itu di depan perutnya. Lova menatap Axel dengan tatapan mengejek. "Bukan cuma Axe seorang yang Lova perhatiin kalau lagi nonton pertandingan basket. Yang lainnya juga Lova perhatiin, kok. Terutama yang lagi pegang bola."

"Wahh! Punya bibit fucekgirl juga, ya lo, my Lov." kekeh Axel geli sambil menarik Lova hingga gadis itu berdiri di depannya. "Udah. Coba lo masukin dulu itu bolanya, my Lov." titah Axel sambil mengedikkan dagunya ke arah bola oranye yang ada di tangan Lova dan berkacak pinggang.

"Fucekgirl? Apa itu?" gumam Lova lirih tidak mengerti. Lova menunduk sedikit menatap bola oranye itu sejenak. Lalu mengangguk kecil dan menatap Axel tanpa ragu. "Oke! Lova bisa, kok main basket." kata Lova sambil mengangkat kepalanya.

"We will see."

"Yeah! We will see, Axe."

Lova mengangguk mantap dan menatap ring intens. Lalu mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya yang memegang bola. Lova melompat sambil melemparkan bola oranye itu ke arah ring. Gagal! Lova menghela nafas kasar. Raut wajahnya langsung berubah menjadi cemberut. Baru juga satu kali. Tidak apa-apa. Coba lagi. Kali ini pasti bisa! Ucap Lova optimis dalam hati. Lova berlari kecil mengambil bola oranye yang menggelinding keluar dari lapangan itu.

Axel tertawa keras sambil bertepuk tangan beberapa kali ketika melihat Lova yang sudah berulang-ulang kali melompat dan melempar bola dengan sekuat tenaga yang dimiliki gadis itu. Namun, tetap saja bola oranye itu gagal masuk ke dalam ring.

Lova langsung menoleh ke belakang menatap Axel kesal. "Axe jangan ketawain, Lova dong!" omel Lova.

Axel berdehem pelan untuk meredakan tawanya. "Lo itu bisa gak sebenarnya sih, my Lov? Tadi kenceng banget bilang oke-nya. Udah yang pede banget lagi, ngomong bisa main basket. Gak tahunya ..." cibir Axel sambil berjalan pelan menghampiri Lova.

Lova langsung membuang muka.

Axel berdiri di depan Lova membuat gadis itu menatapnya kebingungan. Perlahan duduk berjongkok, lalu memeluk paha gadis itu. Dengan mudah Axel mengangkat tubuh seringan bulu Lova.

Lova yang tidak siap dengan tindakan tiba-tiba Axel reflek memekik kecil dengan satu tangannya yang tidak memegang bola melingkar memeluk leher Axel sebagai pegangan agar tubuhnya tidak jatuh.

"Lempar, my Lov."

Lova langsung menundukkan kepalanya menatap Axel yang juga sedang menatapnya. Wajah Axel berada di garis lurus dengan wajahnya. Sangat dekat, karena laki-laki itu sedang mendongak. Keduanya saling bertatapan. Terpaku.

Axel tertawa kecil. "Lempar, my Lov." titah Axel satu kali lagi

"Hah?" Lova mengerjapkan matanya polos. "Apa? Oh, iya. Lempar." sahut Lova gelagapan. Lova buru-buru melemparkan bola oranye itu ke arah ring.

Mereka berdua sampai tak sadar jika aksi mereka berdua sudah menjadi tontonan gratis dan bahan gibahan. Huh! Dunia serasa milik berdua!

-firstlove-

Lova dan Lila duduk saling berhadap-hadapan di salah satu bangku panjang yang ada di kantin. Lova sedang mengelap mulutnya setelah selesai makan dengan tisu. Sementara Lila sedang menepuk-nepuk pelan perutnya kekenyangan dengan tangan kanan.

"Begah!" gumam Lila sambil menghembuskan nafas berat.

Lova tertawa kecil sambil meremas tisu yang tadi digunakan hingga berbentuk gumpalan dan meletakkannya di dalam mangkuk bekas mie ayamnya. "Gimana gak begah, coba. Lila makannya banyak banget, lho tadi. Mie ayam bakso sama gorengannya tiga." terang Lova sambil mengangkat ketiga jari tangan kanannya.

Lila cengengesan. "Laper, sweetie. Tapi--" jeda Lila sambil menatap Lova serius.

Lova mengangkat kedua alisnya naik. "Kenapa, Lila?"

Lila memajukan badannya hingga dadanya menempel pada tepi meja dan melipat kedua tangannya di atas meja. "Kamu beneran sama Axel, sweetie?"

"Entahlah." Lova mengangkat kedua bahunya tak acuh." Lova juga ngerti Lila. Tanpa bertanya, Axe udah langsung bilang Lova itu pacar Axe."

Lila manggut-manggut. "It's okay. Kamu jalanin aja dulu, sweetie. Yang penting kamu harus selalu ingat sama apa yang pernah Malik bilang sama kamu."

Lova mengangguk patuh.

"Ini dia!" teriak Zayba di tengah-tengah kantin sambil bertepuk tangan keras mengundang perhatian seluruh penghuni kantin. Tak terkecuali Lova dan Lila yang langsung mengalihkan pandangan ke arahnya. Zayba berjalan menghampiri kedua gadis yang sedang duduk di pojok kanan kantin.

Lova dan Lila, keduanya langsung menoleh dan mendongak sedikit menatap Zayba ketika gadis itu sudah berdiri di dekat meja yang ditempati mereka berdua nyaris secara bersamaan.

"Lo bilang apa kemarin, hah? Aku gak ada hubungan apa-apa, kok sama Axel." kata Zayba mengulang kalimat yang pernah Lova ucapkan dengan mulut bebeknya sambil melipat kedua tangan di depan dada dan menatap Lova sinis. Pertanyaan Zayba itu telah mewakilkan pertanyaan dari semua perempuan yang ada di Senior High Global Cetta School.

"Tapi faktanya, apa? Lo malah asik mesra-mesraan sama Axel. Secara terang-terangan lagi. Bullshit banget tahu gak lo." Zayba memajukan wajahnya hingga di depan wajah Lova. "Munafik!" sentak Zayba keras membuat Lova reflek memejamkan mata sejenak.

Lila yang tidak terima dengan perlakuan Zayba langsung berdiri dan menarik kasar lengan gadis itu. Menjauhkan Zayba dari Lova. "Apa-apaan, sih lo, Zay! Lebay banget, sumpah! Lo kaya yang gak tahu Axel gimana aja. Lagian itu resiko lo mau pacaran sama Axel yang udah terkenal playboy. Fucekboy!"

Lila melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Zayba dengan tatapan mengejek. "Lagian gue yakin, sih ... lo bisa jadian sama Axel itu karena lo yang nembak Axel duluan. Dan pasti lo bukan satu-satunya cewek Axel waktu itu. Lo itu cewek Axel yang kesekian-sekian. Alias, ca-da-ngan. Iya, kan? Bener, dong omongan gue?"

"Sialan lo!" sentak Zayba keras. Tangan kanannya sudah hendak menampar Lila. Namun, gadis itu bergerak lebih cepat menahan tangannya.

Lova meraih tangan Lila yang bebas. "Lila udah, ya. Jangan berantem." pinta Lova halus. Menatap Lila dengan tatapan memohon yang hanya dibalas Lila dengan lirikan sekilas. Gadis itu tidak menghiraukan permintaan Lova.

Zayba menghempaskan tangan Lila kasar dan menunjuk tepat di depan wajah gadis itu. "Itu bukan urusan lo! Jadi mendingan lo diem!" Zayba menatap Lila sengit yang dibalas tidak kalah sengit oleh gadis itu.

Lila menggeleng keras. "Jelas itu jadi urusan gu--" ucapan Lila terpotong.

"Apa, nih. Apa, nih?" tanya Abdul yang sudah berdiri di antara Lila dan Zayba. Abdul menepis tangan Zayba kasar membuat gadis itu sampai mengaduh.

"Aduhh!" Zayba reflek memegang tangannya sambil menatap Abdul tidak suka. "Kasar amat, sih lo jadi cowok, hah?!" semprot Zayba keras. Sementara Lila melipat kedua tangannya di depan dada dan tersenyum menang melihat kehadiran Abdul bersama dengan Axel dan Malik.

"Lo itu siapa, hah?!" tanya Abdul dengan nada datar dan dingin. Menatap Zayba tajam. "Berani banget lo, ya nunjuk-nunjuk Lila!" sentak Abdul keras sambil menekan pelan bahu Lila hingga kembali duduk, lalu mendorong bahu gadis itu agar bergeser ke pojok menjauh dari posisi Zayba berdiri. Abdul mengambil duduk di bagian kursi kosong yang tadi diduduki Lila.

Axel dan Malik, keduanya tanpa sadar kompak melirik ke arah Lova yang hanya terdiam memperhatikan pertengkaran di hadapan gadis itu. Malik menyusul Abdul duduk di samping laki-laki itu. Sementara Axel berdecak keras menarik kerah belakang kemeja seragam Zayba membuat gadis itu menjerit tidak terima.

"Sayang! Kamu apa-apaan, sih, hah!"

"Bacot!" umpat Axel keras sambil duduk di samping Lova.

"Apaan sih, sayang? Kok, kamu malahan duduk didekat dia, sayang." kata Zayba manja sambil menarik-narik lengan Axel agar menjauh dari Lova.

Axel menyentak tangan Zayba kasar. "Lepas! Gue udah putusin lo ya, Zay. Gue boleh mutusin lo kapan aja, sesuka hati gue. Itu aturan mainnya dari awal dan lo sendiri setuju soal itu." terang Axel penuh penekanan di akhir kalimatnya. Axel mengibaskan tangan kanannya tak acuh. "Cabut lo! Jangan sok, jadi jagoan lagi kalau lo masih mau sekolah di GCS. Gue gak bisa mentolerir sekecil apapun bentuk bullying."

Zayba mengeram sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Warna wajahnya berubah menjadi merah menahan marah. Zayba langsung berbalik badan dan berlari meninggalkan kantin setelah melihat Lila menjulurkan lidah gadis itu untuk mengejeknya. Sialan!

-firstlove-

Lova menepuk paha Axel pelan membuat laki-laki itu langsung saja menoleh ke arahnya. "Besok lagi, jangan ngomong kasar apalagi main tangan sama cewek ya, Axe. Cewek itu selalu pakai perasaan. Zayba pasti sakit hati banget tadi dengar omongan keras, Axe."

Axel perlahan menggeser posisi duduknya ke samping menghadap Lova sambil menopangkan lengan atasnya di atas meja. "Utamakan perasaan diri lo sendiri dulu, my Lov. Kalau lo udah yakin, lo baik-baik aja. Baru, lo boleh urusin perasaan orang lain."

Lova terdiam menatap Axel lekat. Dia sangat mengerti. Hanya saja, dia adalah tipikal orang yang tidak enakan dan perasa. Lova mengangguk kecil. "Oke. Tapi ... tetep aja, ya lain kali Axe gak boleh kasar sama cewek. Oke, Axe?" tanya Lova halus sambil menatap Axel penuh harap. Lova mengacungkan kedua ibu jarinya.

Axel hanya tersenyum tipis sambil mendaratkan tangan kanannya di puncak kepala Lova lalu mengacak rambut Lova yang terasa halus di tangannya pelan membuat raut wajah gadis itu langsung berubah menjadi cemberut.

"Njir, lah! Kalian berdua serius pacaran?"

Gerakan tangan Lova yang sedang menyisir rambutnya seketika terhenti. Perlahan memutar kepala menatap ke arah tiga orang yang kompak bertopang dagu dengan siku di atas meja sedang menatapnya dan Axel secara bergantian. Tiga orang yang sedang duduk di depannya itu sempat terlupakan olehnya dan Axel sejenak. Lova berdehem pelan seraya menurunkan kedua tangannya.

"Oi! Pacaran?"

"Enggak!"

"Iya!"

Jawab Lova dan Axel bersamaan. Namun, dengan jawaban yang berbeda. Keduanya langsung saling bertukar pandang.

"Enggak!"

"Iya!"

Lila menghela nafas lelah sambil melirik ke arah atas. "Yang bener, yang mana, nih?" tanya Lila sambil menatap Lova serius. "Sweetie? Pacaran atau enggak?"

Axel merangkul bahu Lova dan menarik gadis itu mendekat. Lalu menatap Malik, Abdul dan Lila secara bergantian. "Kami pacaran." kata Axel tegas dan langsung membekap mulut Lova ketika gadis itu sudah akan membuka mulut. Axel melirik Lova. Kekehannya seketika terdengar ketika melihat raut wajah gadis itu berubah menjadi merah menahan kesal.

Tbc.

Creation is hard, cheer me up! VOTE for me!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Dewa90_creators' thoughts
次の章へ