webnovel

Keadaan Memburuk

Cahaya menjadi kegelapan, mimpi seperti bunga berguguran, begitulah Leo merenung duduk di dalam kamarnya sembari menadahkan kepalanya ke atas langit masih terus terbayang akan mimpinya, berharap keajaiban datang menyapa dirinya.

Sementara Aziz dengan raut wajah yang selalu kebingungan, mengetahui sepenuhnya keadaan Leo, "Mengapa nasibmu begitu menyedihkan, kamu masih kecil, aku saja yang sudah dewasa mungkin tak akan sanggup, paman pasti akan berusaha membantumu". Kata Aziz dalam hati, menatap Leo dengan sedih.

***

"Kreckkk ..." Suara pintu ruangan dokter yang terbuka, "Selamat pagi pak" Kata Aziz yang membuka pintu dari luar, "Ya pagi pak, silakan duduk" Jawab dokter dengan lembut, setelah Aziz duduk, dokter mengalihkan pandangannya ke layar komputernya, "Sebentar ya pak" Kata sang dokter sambil memegang mouse komputer di dekatnya.

Sang dokter memutar komputernya 90° ke arah Aziz supaya Aziz juga bisa melihat layar komputer, "Lihat pak inilah keadaan Leo yang sebenarnya, saya minta jangan sampai Leo mengetahui hal ini, saya takut ia akan tertekan dan membuat keadaannya semakin memburuk.

Terdapat beberapa retakan pada tengkorak bagian dalam kepalanya, dan tidak hanya itu pada bagian yang lainya juga bermasalah" Kata sang dokter menerangkan pada Aziz dengan sederhana.

"Lalu apa yang akan terjadi pada Leo?" Tanya Aziz dengan nada suara kaku, "Hal ini akan membuat Leo sangat sulit berkembang dan Kemungkinan terburuknya, akan terbentuk benjolan di dekat retakan sebelah sini.

Tentunya lambat laun akan semakin membesar dan sulit untuk kembali normal serta bisa menjadi penyakit yang mematikan" Kata sang dokter sambil menunjuk ke arah komputer.

Mendengar hal tersebut sang paman langsung terlihat pucat dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya karena tak menyangka keadaan Leo sangat buruk, ia pun terdiam sejenak untuk menjernihkan pikirannya yang sudah tergerus rasa sedih dan khawatir.

"Apakah tidak ada yang bisa di lakukan untuk Leo dok?" Sahut Aziz dengan nada tergesa-gesa, "Jujur di rumah sakit ini kami sangat minim dengan fasilitas yang ada, satu-satunya fasilitas yang memadai hanya rumah sakit di kota" Jawab sang dokter sedikit memalingkan pandangan karena merasa bersalah tidak bisa berbuat banyak.

"Saya mohon Lakukan yang terbaik buat Leo" Pinta Aziz sambil meraih tangan sang dokter dengan cepat, "Ya pak, bapak tenang dulu.

Sebelum kami membuatkan surat rujukan ke rumah sakit di kota, kami akan terus memantau keadaan Leo untuk dua Minggu ke depan, dan perlu bapak tahu biaya untuk rumah sakit di kota dengan kasus seperti Leo membutuhkan biaya yang besar" Balas sang dokter.

"Lalu berapa biaya yang harus kami siapkan dok?" Tanya Aziz sedikit memajukan wajahnya, "Sekitar 100 hingga 200 juta pak" Jawab sang dokter dengan wajah datar, seketika Aziz melepaskan tangan sang dokter dan langsung menundukkan kepalanya, "Kami akan segera menghubungi pak dokter" Jawabnya dengan lemas.

Aziz pun beranjak dari tepat duduknya dan berjalan keluar meninggalkan ruangan sang dokter dengan tubuh lemas sembari mengusap kedua matanya yang sudah tak sanggup menahan air kesedihan.

Wajah yang awalnya segar karena rasa gembira akan tersadarnya Leo akhirnya berubah menjadi begitu pucat setelah mengetahui keadaan leo sepenuhnya.

***

Mengingat penjelasan sang dokter membuat Aziz selalu bimbang tidak bisa tenang, di satu sisi ia sangat khawatir dengan keadaan Leo namun di sisi lain ia sadar dirinya bukan orang kaya yang memiliki uang sampai ratusan juta untuk biaya pengobatan Leo.

Namun Aziz memantapkan niat dan tekadnya untuk membantu Leo, Harta yang dimiliki Aziz kini hanya sawah dan kebun yang merupakan warisan dari mendiang orang tuanya, namun tidak seberapa karena sebagian besar tanahnya dulu telah di jual oleh sang ayah untuk keperluan sekolah dan bisnis Marvin kakaknya.

Ia berpikir satu-satunya cara untuk mendapatkan uang dengan cepat adalah menjual tanah warisannya tersebut, "Tapi mungkin tidak akan cukup, aku juga memiliki tanggungan, dan nantinya akan punya anak, kalau mengandalkan hasil kerja sampingan pun tidak akan cukup" Kata Aziz dalam hatinya bingung.

Kini satu Minggu telah berlalu, Aziz selalu mengantarkan Leo ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin sesuai arahan dari sang dokter, sepulangnya dari rumah sakit ia langsung berangkat ke sawah untuk bekerja sembari memikirkan cara untuk mendapatkan uang tanpa harus menjual tanahnya.

Aziz pun mencoba untuk mencari hutang, ia pergi menemui pak Jamal yang merupakan salah satu warga desa yang dikenalnya dermawan dan cukup berada.

"Selamat pagi" Ucap Aziz yang sudah berada di depan pintu rumah pak Jamal, "Ia pagi ... Aziz, lewat sini ziz" Jawab pak Jamal datang dari belakang rumah, dan memanggilnya, pak Jamal memang lebih tua darinya namun mereka cukup akrab.

Mereka pun duduk di halaman belakang rumah yang luasnya sekitar 7×8 meter, dengan dipenuhi berbagai macam jenis tanaman obat dan bunga beraneka warna, tanpa basa basi Aziz langsung mengutarakan tujuannya.

"Bang Jamal mohon maaf sebelumnya, kedatangan saya kemari sangat mendadak, namun saya tidak punya pilihan lain, saya sangat membutuhkan bantuan abang" Kata Aziz penuh harap.

"Apa yang bisa Abang bantu ziz, sekiranya mampu pasti saya bantu" jawab pak Jamal mulai penasaran, "Sya ingin meminjam uang bang" Kata Aziz dan menceritakan semua yang terjadi perihal Leo dan keadaannya tersebut.

Mendengar kisah Leo dan masalah keuangan yang sedang dialami oleh Aziz tentu membuat pak Jamal merasa kasihan, "Kamu harus kuat ziz, lihatlah anak sekecil itu sangat tegar menghadapi penderitaan yang tiada hentinya, ini sudah menjadi tugas kita sebagai orang dewasa" Kata pak Jamal memberikan semangat sembari menepuk punggung Aziz.

"Untuk saat ini Abang hanya memiliki setengah dari yang kamu butuh kan ziz, dan mungkin akan sangat sulit mendapatkan setengahnya lagi dalam satu minggu kedepan" Sambung pak Jamal sedikit khawatir.

"Baik Abang tidak apa-apa saya sangat berterima kasih, saya merasa sangat terbantu dengan ketulusan Abang, dan separuhnya lagi pasti akan dapatkan.

Bagi saya Leo sudah seperti anak saya sendiri, dia juga begitu kuat dan polos, saya tidak akan membuatnya menanggung penderitaan yang begitu banyak sendirian" Balas Aziz dengan wajah penuh semangat, namun saat dalam perjalanan pulang Aziz tiba-tiba meremas kantong plastik hitam berisi uang puluhan juta itu, lalu tersenyum dengan licik.

次の章へ