webnovel

Panik

Haruna masih larut dalam lamunannya. Ia tidak sadar kalau mobil sudah berhenti di depan gerbang rumah sejak lima menit yang lalu. Sebuah sentuhan lembut di pipinya membuat Haruna terperanjat.

"Ehm, maaf. Kamu melamun terus. Ada apa sebenarnya?" tanya Christian.

"Tidak ada apa-apa. Sudah sampai. Mau masuk ke dalam?" Haruna menawarkan Christian untuk mampir.

"Boleh. Aku bawakan bonekanya," jawab Christian.

Haruna memberikan bonekanya untuk dibawakan oleh Christian. Ia membuka pintu gerbang dan membiarkan Haruna masuk ke dalam lebih dulu. Setelah menutup kembali gerbangnya, Christian menyusul haruna sambil menggendong boneka.

Ting! Tong! Ting! Tong!

Haruna menekan bel rumah. Terdengar suara sahutan dari dalam. Suara sang mama, suara yang sangat ia rindukan. Pintu belum terbuka, tetapi air matanya sudah siap tertumpah. Pandangan matanya menjadi buram karena air mata yang menggenang.

Ceklek!

"Ma!"

"Haruna!" pekik Anggi. Mereka berpelukan dan menangis. Bagai berpisah lama sekali. Padahal baru berapa hari yang lalu mereka bertemu.

"Haruna kangen sama Mama," ucap Haruna di sela isak tangisnya.

"Mama juga kangen. Jangan nangis! Nanti Kiara sedih lihat kamu nangis. Mama baru saja membawa Kiara ke belakang rumah. Sejak semalam, dia terus menyebut nama kamu. Tidak disangka sekarang kamu datang. Ayo masuk!" Anggi menarik tangan Haruna dan Christian.

"Terima kasih, Bu." Christian tersenyum ramah.

Anggi terlihat sangat menyukai Christian. Senyuman tulus Christian memancarkan kehangatan. Anggi yakin kalau Haruna bisa bahagia jika menikah dengan Christian. Namun, ia ingat kalau Christian adalah kakaknya Tristan. Artinya mereka tetap dari keluarga yang berbeda derajatnya dengan Haruna. Apalagi, Haruna mungkin akan tetap bertemu Tristan jika sampai Haruna menjadi kakak iparnya.

"Chris, boneka itu … bolehkah aku memberikannya pada Kiara?" tanya Haruna dengan ragu-ragu.

"Ini milikmu sekarang. Jadi, mau kamu apakan saja juga boleh, asal jangan dibuang," kelakar Christian.

"Haha, tidak akan. Tenang saja!"

"Kiara ada di belakang, kalian kesana saja lebih dulu. Mama buatkan kalian minuman dulu sebentar," ucap Anggi. Ia pergi ke dapur, sedangkan Christian dan Haruna pergi ke taman belakang.

Di taman belakang. Kiara sedang duduk di bawah pohon jambu sambil menyisir rambut boneka barbie kesayangannya. Haruna dan Christian ingin memberi kejutan untuk Kiara. Christian melangkah mendekati Kiara sambil menggandeng Haruna yang wajahnya dihalangi oleh boneka beruang.

"Kiara!" panggil Christian.

"Om Ganteng!" Kiara sumringah melihat Christian datang. Pandangannya tertuju pada orang yang terhalang boneka beruang coklat besar.

"Tebak, Om bawa siapa!" ucap Christian sambil berjongkok di depan Kiara.

"Pacar, Om," celetuk Kiara.

Di balik boneka beruang, Haruna tersenyum geli. Christian juga tersenyum mendengar tebakkan Kiara. Ia bangun dan berdiri kembali di samping Haruna. Ia mengambil boneka beruang di tangan Haruna.

"Tadaa!" ucap Christian. Ia berpura-pura seperti seorang pesulap.

"Mama!" Kiara segera menghampiri Haruna.

Haruna berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya. Gadis kecil itu langsung memeluk Haruna dan menangis. Haruna ikut terisak sedih. Gadis kecil itu sudah menjadi bagian dalam hidup Haruna. Sama seperti Vivi dan kedua orang tua angkatnya. Mereka bertiga sudah menjadi penghuni tetap di dalam hati Haruna. 

Ia bangun dan menggendong Kiara lalu duduk sambil memangku Kiara di atas kedua pahanya. Christian duduk di samping Haruna dan mengusap punggung Kiara yang masih sesenggukan dalam pelukan Haruna.

Dari tengah pintu, Anggi berkaca-kaca melihat mereka bertiga. Pemandangan mengharukan itu membuat Anggi merasa bahagia sekaligus sedih. Pemandangan seperti keluarga kecil bahagia itu, mungkin tidak akan pernah terwujud selamanya. Meskipun Christian berbeda dengan Tristan, tetapi mereka berasal dari satu keluarga. Anggi tidak akan mengizinkan mereka bersama. Ia tidak mau Haruna terluka. Ia mengusap sisa air matanya dan melangkah menghampiri mereka bertiga. 

"Udah dong, Sayang. Jangan nangis!" Haruna mengusap air mata di pipi Kiara.

"Mama jangan pergi lagi! Kia mau tinggal sama Mama," ucap Kiara sambil menatap wajah Haruna. Bahunya turun naik seiring isakan tangisnya.

"Kia, Mama pasti akan tinggal lagi dengan kita. Tapi, Mama harus bekerja dulu, oke!" hibur Anggi. "Sekarang, Kia gak boleh nangis. Biar Mama gak sedih," sambungnya sambil mengelus puncak kepala Kiara.

"Iya, Kia, nggak nangis lagi," jawab Kiara.

"Oh, iya, Mama sampai lupa." Haruna menunjuk boneka yang dipeluk oleh Christian. "Itu, buat Kiara!" 

"Ini!" Christian menyodorkan boneka itu pada Kiara.

"Asyik! Terima kasih, Ma, Om. Bonekanya lucu sekali," ucap Kiara. Ia turun dari pangkuan Haruna. Kiara berdiri dan memeluk boneka dari Christian. "Wah! Tingginya sama." Kiara memeluk boneka itu. Tangisnya sudah hilang, berganti dengan tawa.

"Nak Christ, sebentar lagi sudah jam makan siang, makanlah di sini!" ajak Anggi.

"Terima kasih, Bu," ucap Christian.

Kiara berlari membawa bonekanya ke dalam rumah. Anggi menyusul Kiara. Meninggalkan Christian dan Haruna di taman belakang.    

"Aku rasa … Kiara menyukaiku. Mungkin saja, dia juga bisa menerimaku untuk menjadi ayahnya," ucap Christian seakan memberi isyarat pada Haruna.

"Maaf, Christ. Sebaiknya, kamu lupakan perasaanmu padaku. Aku lebih nyaman jika kita tetap seperti sekarang. Tetaplah menjadi sahabatku, menjadi temanku, Christ. Jangan mengharap, uhm ...." Ucapan Haruna terhenti karena Christian membungkam mulut Haruna dengan kecupan lembut. Haruna tidak menolak, tidak juga membalas. Ia hanya terdiam kaku. Akan sangat memalukan bagi Christian jika Haruna menolak. Ia hanya bisa mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya.

Setelah beberapa detik berlalu, Christian menjauhkan wajahnya. Ia menatap kedua manik mata bening Haruna. Ia merapikan anak rambut Haruna ke belakang telinga.

"Haruna, aku akan tetap menunggu sampai kamu bersedia menerima perasaanku. Untuk saat ini, aku terima keputusan kamu untuk berteman. Aku akan tetap mencintai kamu dan aku akan setia menunggu hati kamu terbuka untukku," ucap Christian dengan penuh perasaan. Ia menarik Haruna ke dalam pelukannya.

"Chris! Aku …."

"Ssstt! Jangan katakan apapun lagi! Kamu hanya cukup mencoba membuka hatimu untukku," jawab Christian.

"Tapi itu hal yang tidak mungkin,Chris. Aku tidak bisa menerima ketulusan cintamu yang begitu besar. Aku ingin terbebas dari keluarga Izham. Ada tidaknya masalah Tristan, aku tetap tidak bisa menerima perasaanmu. Maaf, Chris," batin Haruna. Rasa bersalah merasuki hatinya. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Christian. 

***

Di kantornya, Tristan berulang kali melirik jam dinding. Ia sedang menunggu jam makan siang. Tristan ingin makan siang bersama Haruna. Ia belum tahu kalau Haruna sudah diusir oleh ibunya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!"

"Tuan muda, saya ada berita soal Nona Haruna," ucap Levi.

"Ada apa dengan Haruna?" Wajah Tristan menjadi tegang. Kedua alisnya bertaut menunggu ucapan Levi selanjutnya.

"Nyonya datang ke rumah dan mengusir Nona Haruna dari rumah," papar Levi.

Brakk!

"Apa?!" Tristan bangun dan menggebrak meja. Tanpa menunggu kelanjutan cerita Levi, Tristan segera berlari keluar dari ruangannya. Ia pergi ke parkiran lalu masuk ke dalam mobil. Tujuannya, tentu saja mencari Haruna.             

次の章へ