webnovel

Bab 13. Satu Cup Berdua

Kedua Temannya paham akan itu dan tak ada dari mereka yang memaksanya. Ara dan Zea dengan bersemangat ditemani oleh Ara dan Miko. Sedangkan Cherry hanya akan menjadi pihak penonton. Meskipun mereka sudah dewasa, ketika berada di tempat seperti ini pasti tetap akan bertingkah kekanakan. Ini sudah menjadi hukum alam.

"Mungkin kita bisa mencoba permainan yang lain?" Berry pertama kali mengusulkan. Lelaki itu menatap sekeliling dan berpikir hal pertama apa yang harus dia lakukan di tempat ini. Maksudnya adalah permainan apa yang harus dia mainkan. Tidak mungkin mereka hanya berdiam diri saja di sana.

"Tembak?" usul Cherry. Ada banyak sekali boneka yang harus didapatkan dengan cara menembak boneka tersebut, sepertinya itu menyenangkan.

"Boleh." Berry menyetujui. Cherry akan menjadi pihak penyemangat untuk lelaki itu. Dan ketika seorang penjaga stan tersebut memberikan pistol kepada Berry, lelaki itu langsung beraksi. Awalnya dia bertanya kepada Cherry, "Kamu mau boneka yang mana?" begitu. Kemudian Cherry menunjuk dan dia memilih boneka besar berwarna pink. Dan berry mengangguk.

Dengan memberikan konsentrasi penuh pada 'buruannya' Berry menembakkan peluru tepat sasaran. Boneka tersebut agak bergerak meskipun tidak sampai jatuh. Meskipun begitu, itu artinya dia sudah mendapatkannya.

Tanpa sengaja, Cherry berteriak kegirangan. "Wah! Dapat." Katanya dengan senyum lebar yang dimilikinya. Berry menatap ke samping dan ikut tersenyum meskipun itu senyuman yang tipis. Ini adalah hal pertama yang dia lakukan untuk seorang perempuan.

"Ini bonekanya, Kak." Meskipun penjaga stan tersebut terlihat tidak suka, tapi dia tetap harus sportif memberikan boneka tersebut bukan? Toh ini adalah permainan. Cherry menerima dengan senang dan memeluknya.

"Mau lagi?" Berry sepertinya ketagihan. Melihat senyum gadis itu yang lebar seperti itu adalah sesuatu yang menyenangkan sepertinya. Namun Berry tak akan menunjukkan jika dia memuji di dalam hatinya.

"Udah, ini aja cukup. Udah sebesar ini." Senyum Cherry sama sekali tak luntur bahkan ketika dia kesulitan membawa boneka besar tersebut ke dalam pelukannya. Mereka pergi dari sana dan mencoba untuk mencari permainan lain yang lebih mengasyikkan.

"Aku mau beli itu. Kamu mau?" Cherry menunjuk pada penjual ice cream dan dia tergoda pada cup besar yang dibawa oleh orang-orang yang baru saja membelinya.

"Boleh." Dan jawaban itu membuat mereka melangkah kesana dan untuk mendapatkannya.

"Satu aja cukup." Berry memberi tahu dan juga ada nada tanya di sana. Pasalnya, cup itu besar dan cukup untuk dua orang.

"Cukup. Kamu nggak papa kan kalau makan satu cup sama aku?" Cherry hanya takut Berry menolaknya. Karenanya dia meyakinkan lebih dulu. Ketika Berry mengangguk tidak masalah, maka beres.

Mereka di tempat itu sangat bersenang-senang. Berry yang seumur hidupnya baru kali ini keluar dengan seorang gadis pun merasa ada yang berbeda. Dia mulai tertarik dengan Cherry, benarkah itu? atau itu hanya sebuah pemikiran sesaatnya saja?

Mereka duduk untuk menikmati ice cream. Suara di sekeliling mereka tentu saja ramai, tapi dua orang itu justru tidak mengeluarkan obrolan. Sesekali Berry menyempatkan untuk menatap Cherry yang terlihat sangat senang dengan ice cream di depannya. Sedangkan dirinya, tidak ingin mengganggu kesenangannya.

Berry menjadi berpikir. Entah kenapa pikirkan ini tiba-tiba saja muncul di dalam otaknya. 'Beginikah rasanya memiliki kekasih?' dia tahu, Cherry bukan kekasihnya. Mereka hanya orang asing yang tiba-tiba kenal satu sama lain karena teman mereka. Tapi dia merasa, Cherry adalah gadis yang cocok untuk dijadikan sebagai pengisi hari-harinya.

Pikiran melantur itu tak bisa dicegah. Berry terlalu menikmati bayangannya dan ini sungguh tidak masuk di akal. Dia adalah lelaki yang sebelumnya tak pernah memikirkan hal semacam ini. Kemudian hari ini ketika keluar 'berdua' dengan Cherry, otaknya malah membayangkan yang tidak-tidak.

"Kamu nggak makan? Dari tadi aku lho yang habisin setengah cup ini?" keseruan Berry terusik dengan ucapan Cherry. Lelaki itu tersadar dari lamunannya, dan dia menatap gadis itu dengan fokus.

"Habiskan saja kalau memang habis. Aku nggak terlalu suka ice cream." Begitulah lelaki, ice cream bukanlah makanan yang digemari. Berbeda dengan para gadis yang benar-benar sangat menyukai makanan tersebut.

"Ya, aku kayaknya kok rakus banget sih." Cherry meletakkan sendoknya diikuti dengan sandaran punggungnya. Menatap Berry yang juga sedang menatapnya. Mata Berry terlihat tajam tapi tidak seperti biasanya. Tapi Cherry tak mau ambil pusing. Dia ingin mencoba menatap Berry lama tepat di mata lelaki itu, tapi dia tak bisa melakukannya. Berry pasti akan menang dalam hal ini.

"Makanlah!" Berry memerintah dan lelaki itu menyendokkan ice cream tersebut kemudian memakannya. Dan itu membuat Cherry mengulum senyumnya. Dia ikut melakukannya dan kembali memakan ice cream tersebut berdua.

Bukankah mereka seperti sepasang kekasih sekarang? Tentu saja iya. Siapapun yang melihatnya pasti akan memiliki pendapat yang sama 'jika mereka sedang memadu kasih'. Bahkan makan pun harus satu cup berdua. Tapi sayangnya tidak, atau belum? Entahlah, takdir yang akan menjawabnya.

---

Mereka sudah kembali pulang ke rumah masing-masing. Jalan-jalan hari ini adalah jalan-jalan yang menyenangkan dan tak ada yang tidak menyukainya. Bahkan Berry pun bisa tersenyum hari ini. Hei, tentu saja dia bukan pria yang tak bisa senyum, hanya saja, senyumnya sangat mahal sekali. Dia tak akan mengeluarkannya untuk siapapun. Tapi hari ini dia melakukannya. Senyum itu banyak keluar karena Cherry. Tanpa banyak hal yang dilakukan oleh gadis itu, justru Berry bersedia berbagi senyum dengannya.

Apakah Berry adalah lelaki yang banyak memiliki masalah? Bisa jadi. Dia adalah lelaki yang tertutup, karena itu tak banyak orang yang tahu tentang kehidupan pribadinya. Baginya, kehidupan pribadinya bukanlah untuk komsumsi public. Bahkan di zaman sekarang ini yang banyak sekali media sosial yang semua orang memilikinya, dia tak memiliki satupun. Memainkan media sosial, akan membuang waktunya. Sedangkan ada banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan hanya untuk melihat konten-konten yang bahkan tak jelas sama sekali.

Saling menghujat, saling merendahkan, atau bahkan saling pamer apa yang dimiliki. Dan itu bukan Berry sekali. Dia hanya fokus pada apa yang ingin dicapainya, dan bekerja keras adalah satu-satunya pilihan.

"Ber! Ada tamu." Aga mengetuk pintu kamarnya dan membuat lelaki itu mengernyit. Lelaki itu sedang duduk sambil membaca buku. Beranjak dari sana, Berry membukakan pintu kamarnya.

"Siapa?" tanyanya.

"Gue nggak tahu. Dia bapa-bapak cariin lo. Sono gih." Di dalam kepada Berry berpikir siapa kira-kira yang mencari malam begini. Memang tidak terlalu malam, baru pukul 20.20 ketika Berry melayangkan tatapannya di jam dinding di depannya.

Tapi percuma dia mengulur waktunya, karena toh dia tak akan segera mendapatkan jawaban jika hanya berdiri di sana tanpa bergerak.

*.*

次の章へ