webnovel

28

Naru baru selesai mengambil tiga bukunya yang tertinggal di ruang asosiasi, tapi begitu keluar, bertepatan di ambang pintu, seseorang tengah menaikkan salah satu kakinya, dengan terkejut, Naru pun berhenti. "Tunggu sebentar!" kata Hinata, entah apa lagi yang diinginkan oleh gadis itu sekarang. "Aku ingin bicara empat mata denganmu," si gadis angkuh itu melipat kedua tangannya di depan dada. Dagunya sedikit terangkat, matanya pun memicing seolah tengah meneliti penuh. "Masuk, atau kutendang perutmu."

Karena tidak ingin membuat keributan, Naru mengambil dua langkah mundur, sampai akhirnya Hinata mengikutinya masuk dan menutup pintu ruang asosiasi. "Ini soal kemarin."

"Aku tidak mau berpacaran denganmu."

"Bukan itu," balas Hinata, dan gadis itu sejak semalam sudah menyiapkan diri, setidaknya ia harus menanggung malu karena perbuatan konyolnya. "Aku harap kau tidak mengatakannya pada Neji, apa yang terjadi kemarin malam di atap rumahmu. Bukan aku saja yang akan kena masalah, mungkin kau juga bakal kena masalah."

"Tenang saja, aku tidak berencana memberitahu siapa pun."

"Kau tidak merencanakan sesuatu, 'kan?" Naru menghela napas, dia tidak suka tuduhan itu. "Aku kira kau mau berbuat licik kepadaku."

"Jadi, mungkinkah kau berharap aku melakukannya sekarang?" merasakan merinding di punggungnya, Hinata mengambil langkah maju. "Jika memang aku menginginkannya sejak awal, aku bisa langsung melaporkannya kemarin, bahwa adik kesayangannya telah menyatakan diri ingin berpacaran denganku," Hinata semakin mendekat, Naru mulai mewaspadai sikap gadis itu. "Berhenti di tempat, atau kau ingin aku berteriak?"

Ya Tuhan, bukankah kondisi mereka justru terbalik?

"Mengapa harus berteriak? Memang aku melakukan hal apa padamu? Kau pikir aku mau melecehkan dirimu di sini?" Hinata mengerang kesal. "Oh iya, yang lebih penting, apakah kau tidak tertarik denganku? Mengapa kau langsung menjawab jika kau tidak mau berpacaran denganku?"

"Kukira kita sudah berdamai, tapi apa sekarang?" Hinata terdiam. "Berhenti untuk berbicara konyol, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu."

"Kau yang mulai duluan! Ingin berteriak, memang aku berencana melakukan apa?"

Naru memejamkan matanya sejenak, ia pun kembali meletakkan buku-bukunya kembali ke meja. Ia mengambil duduk di kursi, dan agaknya mendadak terserang pusing. "Oke, baiklah, kau ingin apa sekarang?"

"Tidak ingin apa-apa, cuma memintamu untuk tidak mengatakan tentang kemarin malam pada Neji, dan apa yang sudah aku—" ingatan memalukan itu menyerang. Di mana pada malam menjengkelkan itu, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya, tiba-tiba dia mengambil duduk di perut lelaki itu.

Sejenak ketika menarik napas demi membuyarkan ingatan menjengkelkan tersebut, Hinata ingin mengakhiri lebih cepat percakapan konyol mereka. Namun sungguh disesalkan, bahwa semua ingatan itu terus membekas. Meskipun dia mengatur sikapnya, ia tetap saja kembali kesal. "Sangat sulit mengatakan hal memalukan yang telah aku lakukan kepadamu."

"Aku menganggap kau sedang bersedih, jadi aku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Jadi, anggap tidak terjadi apa pun pada kita di malam itu. Kau bisa tenang sekarang?" Hinata merasa malu sendiri di saat dia justru salah tingkah—ini bukan salah tingkah biasa, laki-laki itu sempat cekcok dengannya, bahkan ia pun menganggap atau menuduh mungkin saja laki-laki itu mencoba bersikap licik, melaporkan pada Neji apa yang sudah dilakukannya. Tapi sepertinya tidak. Rasanya ingin minta maaf pun sulit.

"Tapi aku tidak bermaksud menipu, ketika aku mengajakmu berpacaran," aku Hinata, dengan menundukkan kepala, semburat merah pun muncul pada masing-masing tulang pipinya. "Aku ingin punya pacar pemuda Tokyo, aku ingin pergi ke mana pun bersama dengannya, menonton, membaca buku, belajar, juga berciuman," Naru menarik napas panjang, tampak heran. "Kau mau melakukannya bersamaku?"

"Kenapa aku harus menerima tawaran itu? Kukira tadi kita sudah menyelesaikan masalah kita, bahwa kita berdua seharusnya melupakan apa yang terjadi pada malam itu. Mengapa kau perlu membahas hal itu lagi?"

"Tidak ada yang memaksa, aku bisa melakukannya dengan cowok lain di sekolah ini kalau memang kau tidak mau," Naru memijit dahinya yang sakit, menggerutu dalam hatinya, apa-apaan gadis ini, memang aku bakal membiarkan dia melakukannya bersama cowok lain? Kau itu milikku! "Kau kenapa? Sedang sakit kepala?"

"Sepertinya otakmu sedang tidak beres," setelah berkata seperti itu, Naru meninggalkan ruang asosiasi dengan kembali membawa tiga bukunya.

Sepertinya dia perlu mendinginkan pikirannya yang berkecamuk tak menentu. Mungkin ibunya akan senang dengan kabar ini, tapi dia perlu memikirkan perasaan Neji, juga tentang masa lalu mereka sebelum sama-sama inkarnasi.

Masih di koridor di lantai yang sama, Naru berhenti. "Mengapa aku perlu memikirkan tentang masa lalu kami? Bukankah ini menjadi awal bagi kita berdua untuk memulai dari nol?"

Tidak sulit untuk menghapus ingatan penduduk Okutama, dan membuat kotamadya dengan hampir penduduknya memilih untuk tertutup pada dunia itu bisa memulai kehidupan yang layak. Namun Naru tahu, ini tidak mudah. Ia harus mencari informasi tentang klan Otsutsuki yang si Uchiha ceritakan beberapa waktu lalu.

Apakah benar klan itu masih ada, bahkan mungkin merencanakan sesuatu yang berbahaya bagi dunia?

Gedung sekolahnya tiba-tiba diserang oleh makhluk berkekuatan dahsyat beberapa minggu lalu. Seseorang tengah bertarung tanpa barier sihir. Entah kejadian itu ada sangkut paut dengannya atau tidak, Naru tetap merasa dia harus mencari tahu.

Thanks gaes konsisten atas vote yang sudah diberikan secara konsisten, terutama untuk;

diah_ayu_lestari,

Elle_Greeny,

dan Ginzlyxx

Saranghae ♥♥♥

BukiNyancreators' thoughts
次の章へ