BRAK!
Suara keras terdengar saat Tae menghempaskan kepalan tangannya ke meja. Saat ini dia berada di dalam kelas, tetapi itu tidak menyurutkan amarah yang sedang Tae rasakan.
Berawal dari keisengannya menjelajahi dunia maya untuk mencari sepatu yang sedang dia incar, dan berakhir dengan melihat SNS milik kekasihnya, Tee.
Tetapi apa yang dia lihat? Bukan tentang foto-foto absurd Tee dengan teman-teman gilanya, bukan juga tentang komentar yang membludak di setiap foto yang dia posting.
Hanya saja, sesuatu yang membuat Tae tidak percaya. Sesuatu yang dari awal seharusnya berada di SNS itu bahkan sebelum mereka resmi berpacaran. Ya, Tee menghapus nama Tae di kolom bio SNS miliknya.
'What the.. Bukankah dia yang menyuruh untuk menuliskan nama mereka masing-masing di bio agar orang-orang tau kalau mereka sepasang kekasih?' rutuk Tae tidak percaya.
Wajah Tae tiba-tiba menghitam menahan emosi yang mengaduk-ngaduk perasaannya itu. Hanya karena hal sepele seperti ini membuat perasaannya insecure, 'Apakah Tee hanya bermain dengan perasaannya?', 'Apakah Tee hanya menganggap hubungan mereka itu seperti tantangan saja?'. Banyak pertanyaan menyakitkan yang menghampiri isi kepalanya itu. Tae berharap Tee untuk mengatakan alasan sebenarnya kenapa dia harus melakukan itu, jika tidak, mungkin dia tidak akan bisa menyingkirkan perasaan sesak ini.
Tetapi sampai jam istirahat pun Tee tak kunjung menjelaskan alasannya. Malah Tee sekarang tidak terlihat berada di kantin seperti biasa. Dia seperti menghindar dari Tae dan lebih memilih untuk berada di perpustakaan. Tee? Lebih memilih perpustakaan daripada bertemu dan berbicara dengan Tae? Itu yang lebih membuat Tae merasa sakit dan marah bersamaan.
Karena itu, Tae juga tidak menyapa Tee bahkan saat mereka pulang bersama hari itu, tidak ada percakapan sepanjang jalan. Tee memutuskan untuk diam dan Tae memutuskan untuk tidak bertanya apapun.
-----
Hampir 3 hari lamanya mereka tidak bertegur sapa, selama itu juga Tae tidak menjemput Tee untuk berangkat sekolah lagi. Itu karena pada hari kedua mereka diam, Tee berangkat sekolah tanpa menunggu Tae menjemputnya. Jadi pada hari itu dan selanjutnya Tae tidak menjemput ataupun mengantarkan Tee pulang. Di sekolahpun mereka tidak bertegur sapa, walaupun sekarang Tee berstatus kekasihnya, Tae tidak ingin lagi selalu memanjakannya dengan sifat egois Tee. Kali ini, Tee yang harus mengerti jika dalam hubungan tidak boleh tumpang sebelah, tidak ada lagi Tae yang akan meminta maaf walaupun itu bukan salahnya. Tee harus belajar untuk menghargai dirinya sebagai kekasihnya.
Walaupun Tae tau itu juga menyiksanya, dia merasakan sakit saat Tee tidak melihatnya sebagai kekasih. Walaupun di satu sisi juga Tee merasa tersiksa karena pikirannya sendiri tentang perkataan orang-orang mengenai dirinya dan Tae. Dia memilih diam dan perlahan meninggalkan Tae. Meninggalkan seseorang yang sangat dia cintai.