webnovel

Gatrik

Anneth terdiam seribu bahasa ketika mereka sampai di sebuah pos keamanan yang berada di lapangan besar, dia hanya memandangi kai yang selalu saja mengutamakan yang meminta bantuannya ketika dia kesulitan menjawab soal yang dibacanya.

"Kenapa jika rara yang bertanya kai langsung memberikannya jawaban! " anneth cemberut, dia meremas dengan kesal pensil yang dipegangnya.

"Tapi kalau aku yang bertanya dia pasti minta aku membaca lagi halaman sebelumnya! "

Kai merasa ada yang aneh pada anneth, yang biasanya selalu cerewet kali ini tidak terdengar celotehan lucunya. Dia lalu menoleh ke arah anneth yang tengah memegang pensil miliknya dengan kesal.

"Kamu baik-baik saja? " tanya kai.

"Tidak! " jawab anneth, dia lalu menulis kembali jawaban yang sudah dia temukan dari halaman sebelumnya yang kai tunjukkan padanya.

Kai mengerutkan dahinya, dia terheran dengan sikap dingin anneth yang tiba-tiba muncul. Dia terus memperhatikan anneth yang menulis dengan sedikit kekuatan karena kesal.

"Dimana pengahapusku! " anneth lalu membuka kotak pensil miliknya dan penghapus miliknya tidak ada ditempatnya.

"Kamu mungkin lupa menyimpannya " ucap kai terus saja memperhatikan anneth yang mencari barang miliknya yang tidak dia temukan.

"Tidak ada,,, " rengek anneth pada kai.

Kai menggelengkan kepalanya, dia lalu beranjak mencari sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah anneth yang kehilangan penghapusnya.

Tidak lama lalu kai muncul dan membawa pensil milik anneth, dia terlihat memasangkan sesuatu di ujung pensilnya itu.

"Itu untuk apa? " anneth terheran, dia melihat kai yang menggulungkan karet gelang di ujung pensilnya.

"Bukannya kamu membutuhkan penghapus " ucap kai, setelah dia selesai mengikatkan karet gelang di ujung pensil milik anneth.

"Coba saja dulu " sambungnya, dia lalu memperlihatkan cara kerja penghapus murah meriah di situasi darurat. Dia menggosokkan karet gelang yang telah diikatkan ke ujung pensil di coretan anneth.

Kedua bola mata anneth berbinar melihat penghapus ciptaan kai tersebut, "kamu hebat sekali! "

"Kami sudah terbiasa melakukan ini " jawab kai menertawakan anneth, "karena kami tidak bisa membeli penghapus yang harganya mahal "

" Tidak mahal " ucap anneth, "hanya lima ratus "

"Tapi kami tidak bisa membelinya! " cetus kai masih dengan tawanya, dia menertawakan kepolosan anneth.

"Terima kasih " raut wajah anneth berubah seketika, wajah cemberutnya menghilang seketika.

"Aku senang karena mendapat penghapus baru " ucap anneth, "tapi lebih senang karena melihat kamu tertawa! "

Seketika kai menghentikan tawanya setelah anneth berkata seperti itu padanya.

"Lanjutkan saja tugas sekolahmu! " kai mengalihkan rasa malunya dan berpura-pura kembali membaca tugas yang telah dia selesaikan sedari tadi.

"Baiklah " anneth lalu tersenyum lebar dan kembali mengerjakan tugas miliknya, dia telah terbiasa menjawab soal yang ada pada bukunya karena kai telah mengajarkannya tadi. Membacanya terlebih dulu lalu dengan mudah dia dapat menyelesaikan semua soal-soal dan selesai lebih cepat.

"Kamu mau kemana? " tanya kai ketika anneth beranjak dari duduknya.

Anneth menoleh sekilas ke arah lapangan dimana sekerumunan anak-anak seusianya tengah melakukan permainan yang sama sekali tidak dikenalnya.

mereka membuat lubang kecil dan menyimpan kayu kecil diatas lubangnya. Setelah mereka berkumpul melakukan hompimpa satu anak memegang satu bambu dan mengangkat kayu kecil yang disimpan diatas lubang kecil tersebut.

Dilemparnya kayu tersebut dengan bambu panjang sejauh mungkin, dan semua anak-anak mengikuti kayu yang telah terlempar lalu dilemparnya kembali sampai menjauhi lubang kecil yang mereka jadikan pusat awal permainan.

"Kai " panggil anneth.

"Mereka sedang bermain apa? " tanya anneth.

Kai menoleh ke arah kerumunan anak-anak yang sedari tadi dilihat oleh anneth.

"Itu namanya permainan gatrik " jawab kai, "kayu itu dipukul sangat jauh oleh pemenang hompimpa nanti yang kalah akan menggendongnya dari jarak kayu yang dilempar itu ke depan lubang kecil sebagai pusatnya "

"Wah, menarik sekali " anneth terlihat antusias.

"Kamu jangan ikut " saran kai lalu merapikan buku-buku miliknya, "mereka itu sangat jago bermain gatrik, kamu pasti akan kalah "

Tapi kai tidak mendengar suara anneth, dia lalu menoleh ke arah sampingnya yang sudah tidak ada sosok anneth. Dia begitu cepat melesat dan tidak mendengarkannya, kali ini kedua matanya menuju ke arah lapangan dimana anneth sudah berdiri di tengah-tengah kerumunan anak-anak di lapangan dan tengah melakukan hompimpa.

"Aku biarkan saja! " cetusnya tidak peduli, dia kembali merapikan buku-bukunya yang dia masukkan ke dalam tasnya. Sambil sesekali menoleh ke arah anneth yang sedang tertawa senang karena dia berhasil menang dan dapat melempar kayu tersebut tidak sejauh yang dilakukan teman-teman yang lain. Dia kegirangan karena mendapat gendongan di punggung teman-temannya.

Kai tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, setelah beberapa sesi permainan sepertinya anneth harus kalah dan dia terlihat terus mengikuti lawannya yang melempar kayu kecil tersebut sangat jauh.

Lawan anneth kali ini sangat tidak sesuai, postur tubuh nimo jauh lebih besar darinya walaupun dia satu kelas dengan anneth. Tetapi nimo adalah seorang laki-laki, dia tidak mau kalah dengan anneth yang permainan awal mengalahkannya.

"Kenapa kamu jauh sekali melempar kayunya! " cetus anneth, "padahal tadi aku melemparnya pelan saja karena kasihan padamu harus menggendongku kejauhan, nanti kamu kelelahan,,, "

"Inikan permainan! " nimo tidak mau mengalah dia semakin melempar jauh kayu tersebut.

Sampai di ujung jalan lapangan yang menuju ke jalan raya, setelah dia merasa puas mempermainkan anneth dia akhirnya berhenti memukul kayu tersebut dan tersenyum lebar ke arah anneth.

"Kamu curang nimo! " cetus rara yang membela anneth, dia juga memperhatikan ketidak seimbangan lawan pada sahabatnya itu.

"Kamu masa beraninya melawan perempuan! " lagi-lagi rara berteriak.

"Dia yang mau ikutan permainan " nimo tidak bergeming, dia hanya sedang menikmati kemenangannya.

"Kalau dia tidak mau menggendongku, dia boleh menukarnya dengan membayarku seribu rupiah! " lalu nimo mencoba malakukan transaksi dengan anneth, dia tahu kalau anneth adalah anak orang kaya yang pasti memiliki banyak uang.

"Aku tidak akan membayar! " cetus anneth, dia ingat hanya memiliki uang saku dua ribu yang itupun dia rencanakan untuk membayar sepatu ayahnya yang akan disemir oleh kai nanti. Dia sengaja menahan keinginannya hanya supaya tidak memakai uang itu.

"Aku bisa menggendongmu sampai kesana " anneth bicara dengan penuh keberanian, walaupun akhirnya ditertawakan oleh seluruh teman-temannya kecuali rara.

"Baiklah sekarang ayo gendong aku! " nimo bicara dalam tawanya, dia telah menjadi pemenang dan harus mendapatkan hadiahnya. Dia mendekat ke arah anneth dan bersiap untuk naik di punggung kecilnya.

Anneth tidak pernah menyangka dia akan menggendong nimo yang lebih tinggi darinya, dia menelan air ludahnya bulat-bulat memandangi nimo.

"Kamu mau digendong seorang perempuan! " tiba-tiba kai datang dan memegang satu tangan nimo.

"Tapi dia kalah bermain " ucap nimo, "jadi harus menerima kekalahannya! "

"Inikan sebuah peraturan permainan! " sambung nimo.

"Baiklah " kai membungkukkan badannya dan menekuk kakinya dalam posisi berjongkok. Dia menoleh ke arah nimo, "naiklah, aku yang akan gantikan anneth menggendongmu! "

"Tapi,,, " nimo sungkan, dia memang terlihat nakal tetapi dia masih mempunyai sopan santun karena melihat kai yang lebih tua darinya.

"Tidak apa-apa " ucap kai, "anneth memang kalah bermain, dan ini peraturan permainan. Tapi aku yang menggantikannya menggendongmu, karena dia itu perempuan tidak akan kuat "

Nimo masih terdiam tidak berani menaiki punggung kai.

"Ayo, naik saja supaya cepat selesai " ucap kai, "karena aku harus segera pergi ke pasar untuk menyemir sepatu "

"Baiklah " akhirnya nimo menuruti semua perkataan kai, dan menaiki punggungnya.

Anneth mengikuti langkah kai yang menggendong nimo ke tengah lapangan dengan suasana terik siang hari, tetesan keringat terlihat di wajah kai yang menggendong tubuh nimo yang tambun. Dia merasa semakin dibuat takjub dengan sikap kesatria kai padanya, itu semakin membuatnya menyukai kai yang ternyata selalu membelanya walaupun bersikap acuh padanya di sekolah..