"Ini adalah caraku memandangmu sebelum jarak itu tak lagi ada."
[Apo Nattawin Wattanagitipat]
***
SUDAH Mile sangka Apo akan keluar dari ruang casting dalam waktu singkat. Padahal ada 4 peran yang direkomendasikan untuknya, tapi Apo seperti masuk dalam satu sesi. Mungkin jam terbang telah mengajarinya sesuatu, walau Mile agak cemas ketika tahu peran "Kinn" dan "Porsche" bisa disabet Apo sekaligus.
"Selamat, Apo," kata Tran begitu Apo keluar dari ruangan. Apo pun nyengir dan menangkupkan tangan padanya.
"Terima kasih, Phi," kata Apo. Lalu bicara dengan seorang staff tak jauh dari sana.
Mile tahu, ada beberapa lapis penyaringan dalam casting ini. Setelah pesaing diperkecil, Mile masih harus menyabet peran "Kinn" untuk diadu dengan Apo pada sesi berikutnya.
"Halo, Phi," kata Apo yang kembali duduk di sisi Mile. Dia tersenyum sumeringah, walau Mile mendadak ingin mengambil senyum tersebut. Aku yang harus memenangkan Kinn darimu setelah ini.
"Halo," balas Mile. Senyum lebarnya yang khas mengembang, dan itu manis di mata orang-orang. Mereka hanya tidak tahu, jauh di dalam diri Mile ada jiwa petarung yang tidak ingin dikalahkan apabila telah memiliki tujuan. "Kudengar semua berjalan baik. Aku pun harus berusaha agar sepertimu."
"Ah, iya. He he he. Semoga Phi pun begitu. Su su na," kata Apo. Lalu menerima telepon dari sang Ibu. "Halo, Ma. Iya. Aku dapat dua peran utamanya. Tapi masih harus disaring lagi. Hm. Terima kasih do'anya."
Mile memperhatikan ada kerinduan di wajah Apo. Namun, senyum lelaki itu tidak bisa lega. Kenapa? Apa Apo sedang memendam sesuatu? Mile paling peka dengan perasaan orang lain, meski itu bukan Apo.
"Dia baik, tapi ada sesuatu," pikir Mile. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan saat ini?"
Mile pun mengosongkan pikiran ketika namanya dipanggil. Dia tak sadar berapa lama memandangi Apo, tahu-tahu harus berhadapan dengan para juri casting. Mile pun mengawali dialog dengan hati-hati, lalu perlahan melepaskan perasaannya pada peran Kinn Anakinn. Di panas dingin saat mendapatkan fast track. Apalagi benar-benar diadu dengan Apo pada pekan berikutnya.
"Ini naskah baru dari para juri. Mereka ingin kalian memerankannya sepuluh menit lagi," kata Tran.
Mile pun bilang terima kasih, tapi Apo malah tersenyum padanya.
"Mohon kerja samanya, Phi," kata Apo, seolah itu bukan apa-apa. Namun, Mile tahu Apo paling menginginkan kesuksesan lebih dari siapa pun. Sepertinya. Jadi, Mile amat sangat paham Apo kini tengah merasakan sensasi seperti apa.
Fase satu, Mile dan Apo ditantang mengatakan dialog yang mengintimidasi. Fase dua, Mile dan Apo diminta berhadapan untuk memerankan dialog Kinn dan Porsche secara terbalik. Dan itu diulang-ulang hingga dua kali. Para juri sempat gamang saat menilai mereka berdua, sampai kemudian yang wanita menyerahkan naskah baru.
"Ganti yang ini, coba. Aku ingin perfect scene untuk karya-karya yang terbaik. Kami tidak sedang main-main untuk projek kali ini."
Apo pun menerima dua bendel naskah itu untuk dibagi dengan Mile. Seperti biasa, kedua mata lincahnya membaca cepat isi yang diketik dalam kertas, tapi langsung tercenung ketika menemukan kissing scene.
Entah apa yang dipikirkan Apo Nattawin waktu itu, Mile tak mau mengira-ngira. Yang pasti, Mile tahu Apo sedang memandang wajahnya sebelum seorang staff mengatakan "Action!"
Srath! Brugh!
Setelah dialog singkat, Mile tak berpikir lagi untuk menarik kerah Apo hingga bibir keduanya menempel.
"Maaf saja, Apo. Tapi di bagian ini aku yang harus mendapatkannya," batin Mile yang membuka kedua matanya sekilas. Dia bisa dengar dada Apo berdebar keras, karena syok. Bahkan langsung melepaskan diri setelah beberapa lumatan dia lewati.
"Hahh ...."
Mungkin karena refleks, belum siap menerima, atau memang baru pertama berciuman dengan lelaki, Apo tidak bisa menyembunyikan emosi dalam matanya. Lelaki itu memandang Mile tak menyangka. Tahu-tahu juri sudah memberikan peran Kinn pada Mile Phakphum.
"Selamat, Phi Mile ...."
Dan dengungan itu bergema tidak hanya dari mereka saja. Orang-orang di sekitar, staff yang gonjang-ganjing di belakang, lalu Apo tersadar dengan senyum begitu diberikan peran Porsche.
"Selamat juga, Phi Apo ...."
Apo pun memasang senyum paling ceria. "Terima kasiiih ...." Walau Mile tahu, lelaki itu sempat berharap naik di puncak hierarki peran karena tadi berkesempatan. "Oh, iya. Phi Mile, mohon bantuannya mulai sekarang."
Mile pun mengangguk dengan senyuman serupa. "Hm, iya. Sama-sama," katanya sambil menangkupkan tangan. Well, semua normal-normal saja karena ini projek seri BL. Siapa pun cast yang ditantang, sudah menjadi resiko jika mengalami tes skinship couple. Jadi, Mile lihat Apo pun santai saja setelahnya.
Di depan orang-orang, Apo menyapa ramah. Dia rileks saat ada acara pembukaan syuting film, tapi Mile menyadari sesuatu: Apo tidak bisa bertatapan dengan dia lama-lama. Lelaki itu cenderung fokus gabung ke dalam obrolan acak, walau sesekali menanggapi dirinya wajar.
Apakah karena ciuman tadi? Mile rasa dia tidak berlebihan, jika dibandingkan dengan pengalamannya mengoyak bibir beberapa teman kencan. Well, bukannya ingin menyombongkan diri, tapi Mile sudah dalam fase awal usia 27. Dia takkan memungkiri jika ciuman itulah persoalan yang biasa, walau mengakui belum terbiasa dengan lelaki.
Apo juga pertama untuknya. Mile bahkan masih ingat sensasi menghidu kumis tipis di tepian bibir Apo, dan betapa indah bentukan kulit lembut yang dia kunyah sebelum melepas cepat.
"Aku harusnya tak perlu meminta maaf," gumam Mile, yang begitu sampai rumah refleks melirik tumpukan naskah "KinnPorsche" di atas meja kerjanya. "Toh kita akan lebih banyak melakukannya di masa depan. Tapi, tidak bagus juga kalau Apo menghindar seperti itu."
Sangking kepikirannya seorang Mile Phakphum, lelaki itu bahkan tidak sadar sang ibu di ambang pintu kamar memperhatikannya. "Ada apa, Nak? Kudengar kau berhasil dapatkan peran Kinn. Tapi kenapa Mae tidak lihat kau senang 100%?" kata Nathanee dengan senyum keibuannya.
"Ah, Mae ...." desah Mile.
Senyuman Nathanee pun lebih lebar. "Mae boleh masuk untuk berikan hadiah?" tanyanya.
Mile pun mengangguk pelan. Dia diam saat Nathanee memeriksa kertas baru di tangan sang putera, lalu bertanya sehalus mungkin. "Wah, jadi ada dua peran Kinn sebelum dirimu, ya." Telunjuk wanita itu meneliti wajah Apo. "Dia, kan? Kelihatannya lebih tinggi daripada yang lain."
"Hm, namanya Apo. Dia juniorku ketika kuliah."
"Oh? Benarkah?"
"Iya, waktu di Thamasat, Rangsit. Kami juga sempat mengobrol sebelum cast," kata Mile. "Jadi, mungkin akan lebih mudah kalau nanti bekerja sama."
Nathanee pun mengangguk-angguk. "Kedengarannya bagus sekali," katanya. "Baiklah, do the best saja untuk selanjutnya. Mae tunggu hasil karyamu nanti." Wanita itu meletakkan kunci mobil, lalu mengecup pucuk kepala Mile sebelum pergi.
"Terima kasih, Mae," kata Mile dengan senyuman tipis. Mobil, huh? Bagus. Mile juga sudah mengira hadiahnya tidak jauh-jauh dari otomotif. Walau senang tidak bisa menghapus kebingungannya soal perilaku Apo. "Mungkin besok kita harus bicarakan soal kemarin," batinnya. "Karena jika tidak, projek ini akan sulit berkembang."
"Phi Mile, aku minta maaf soal yang kemarin," kata Apo tiba-tiba. Pagi itu, Mile bahkan belum sempat membuka mulut, tapi Apo mengawali percakapan dengan keseriusan. "Maksudku, aku berpikir sudah berperilaku kurang sopan. Soalnya ciuman itu memang agak mengagetkan. Dan kupikir kita akan fokus pada dialognya juga. Tapi tidak apa-apa kok. Toh kita akan mulai workshop mulai hari ini."
Mile pun mengangguk dengan senyuman saja. Jadi, Apo juga memikirkanku. Baguslah. Ini akan jadi lebih mudah.
Sembari berjalan beriringan masuk, Mile pun bertanya sesantai mungkin. "Apa itu yang pertama? Maksudku, ciuman dengan lelaki yang pertama?"
Apo pun tertawa malu. "Ha ha ha, iya. Apa kelihatan sejelas itu?" Senyumnya manis sekali.
Mile sempat terpana melihat kedua matanya mengatup lucu. "Iya, tapi tenang saja. Kemarin itu juga yang pertama untukku, jadi kurasa ini seperti angin baru," katanya. "Kita tidak perlu buru-buru."
Apo pun menangkupkan tangan dengan cengiran. "Oke."
Pagi itu, jarak diantara Mile dan Apo pun berkurang beberapa lapis. Mereka lebih nyaman satu sama lain daripada yang kemarin, walau tetap fokus pada peran masing-masing.
Bagaimana cara Ming, sang sutradara Filmania mengarahkan gambaran scene sulit. Atau Tran yang memberikan saran Mile segera memotong rambutnya, lalu Apo yang bisa menanggapi obrolan Mile lebih sering.
"Kupikir bukan kau yang akan duduk di sini denganku," batin Mile sambil memandang senyum Apo dari samping. "Maksudku, setelah hampir 10 tahun ...." Kedua matanya kini beralih ke Bas yang justru dapat briefing sebagai bodyguard di seberang sana. "Tapi semuanya benar-benar tidak buruk. Jadi kita pasti akan baik-baik saja ...."
Bersambung ....
Aku gatahu kebenarannya ya, tapi menurut ramalan tarot yang pernah kubaca, Mile ikut projek KP Filmania karena murni cari pengalaman. Bukan karena tahu Apo di sana, baru dia gabung. But, this is how destiny works. Justru karena Mile gak tahu itu malahan bisa disebut takdir. Bukan direncanakan Mile atau Apo hingga mereka ketemu lagi.
Well, progress MileApo jadi pacar/soulmate kayaknya gak secepet yang kita bayangkan. Karena yang aku liat, selama di Filmania mereka kebaper tapi masih punya dinding satu sama lain.