webnovel

Bab 24.Kunjungan Menyakitkan

-Terjebak Menjadi Simpanan-

Kirana pernah berpikir jika hubungannya dengan Rafael kini berada di ujung tanduk. Nyaris usai setelah beberapa kejadian akhir-akhir ini.

Perasaannya tidak lagi kuat seperti sebelumnya. Ada rasa takut dan tidak percaya sekaligus kecewa ketika ia bertatap mata lagi dengan kekasihnya.

Tapi kedatangan ibunya Rafael seolah membawa angin segar untuknya. Setidaknya dalam beberapa saat.

Sampai kini Kirana menyesali apa yang tengah ia lakukan.

Kirana terdiam. Ia menautkan jari-jarinya beberapa kali. Perasaannya berubah tidak enak ketika mendapati banyak orang di rumah sang kekasih.

"Ah, Kirana. Sudah datang rupanya." Nyonya Claudya berseru.

Kirana mendongak, wanita itu tidak tau harus bereaksi apa. Jantungnya berdegup sangat kencang.

Di sana sudah berkumpul beberapa orang. Rafael memelotot ketika menatapnya. Laki-laki itu benar-benar terkejut dengan kedatangannya.

"Duduklah, kami sudah mengunggumu." Nyonya Claudya berseru lagi.

Wanita itu menghampirinya dengan tatapan aneh. Bibirnya tersungging tipis. Jelas bukan tatapan ramah dan lembut seperti mereka terakhir bertemu.

Kirana mengangguk pelan, menggigit bibir bawahnya beberapa saat. Perasaannya semakin tidak nyaman. Manik hitam itu menatap keadaan di sekelilingnya.

Ada banyak orang yang tengah memandangnya. Penampilan mereka semuanya berkelas.Kirana seperti berada di tempat yang dihuni para bangsawan.

"Siapa dia? Kami tidak tau Rafael punya kerabat wanita muda?" seorang wanita yang seusia nyonya Claudya berseru.

"Kenapa tidak dikenalkan dari dulu, Aurora ku pasti senang memiliki teman seusianya," lanjutnya.

Kirana mendongak perlahan. Ia menatap wanita itu, tampilannya tidak biasa. Wanita itu jelas bukan wanita sembarangan.

"Ah, bukan begitu, Jeng Marisa." Nyonya Claudya berseru. "Aurora yang anggun dan terpelajar tidak sebanding berteman dengan wanita kalangan bawah," ucapnya. Wanita itu duduk ke tempatnya kembali.

Sementara Kirana sedikit mengerutkan alisnya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dikatakan wanita itu.

"Apa-"

"Ma, kenapa mengundang Kirana?" Rafael membuka suara. Memotong ucapan Marisa dengan cepat.

Kirana menoleh. Rafael tengah menatap diam.

Laki-laki itu duduk bersebrangan dengannya. Di sampingnya ada wanita cantik dengan rambut hitam. Penampilannya persis bak putri raja yang anggun. Wanita itu juga terlihat familiar.

Kirana mengerutkan dahinya. Perasaan tidak nyaman itu semakin menjadi-jadi. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di otaknya dengan liar.

'Siapa wanita itu?'

'Kenapa ia terlihat dekat dengan Rafael?'

"Kau mengenalnya? Apa dia teman kak Monica?" Aurora berbisik pelan, meski Kirana masih bisa mendengarnya.

"Aku tidak punya teman seburuk itu. Lihat penampilannya." Wanita lain menanggapi. Tersenyum mengejek dengan tatapan menghina.

Kirana mengenal wanita itu. Dia kakak perempuannya Rafael yang sering muncul di televisi sebagai menantu dari Danaswara Grup.

'Monica Danaswara.'

Putri yang dibangga-banggakan oleh Nyonya Claudya malam itu.

"Gaun yang dipakai sama denganmu Aurora, apa dia mau menyayangimu." Monica melanjutkan ucapannya.

Degh...

Kirana langsung mendongak. Ia tersadar jika saat ini ia mengenakan gaun yang sama dengan wanita yang berada di samping Rafael.

Aurora....

Wanita itu juga mengenakan gaun yang sama. Hanya saja Aurora terlihat lebih berkelas ketika memakainya dibandingkan dia.

'Kenapa? Apa ini kebetulan? Tapi ia mendapatkan gaun ini dari Nyonya Claudya.'

Kirana menoleh ke arah ibunya Rafael. Wanita itu dengan santai meminum wine nya. Tersenyum tipis.

Degh...

'Mungkinkah?'

Kirana mencekam erat pinggiran meja makan. Kepingan puzzle tersusun rapi di otaknya. Kina ia mengerti alasan kenapa ia diberikan gaun yang sama.

Kirana ingin sekali menertawakan kebodohannya yang menganggap sikap lembut Nyonya Claudya saat itu tulus. Nyatanya wanita itu hanya ingin mempermalukannya di sini.

"Lihatkan. Dia mau terlihat berkelas seperti Aurora, padahal dia lebih mirip badut."

"Kak Monica!" Rafael berteriak.

"Kenapa? Semua benarkan. Wanita itu hanya ingin menunjukkan seperti apa dirinya. Semakin dilihat semakin buruk saja. Apa dia pikir bisa setara dengan Aurora jika mengenakan pakaian yang sama. Ah, aku curiga jangan-jangan semua itu barang palsu."

Degh...

"Kakakmu benar Rafael. Tidak ada itik buruk rupa yang mampu menyaingi angsa cantik." Nyonya Claudya membuka suara. Kini nadanya sama sinisnya seperti malam itu.

"Aurora itu adalah bidadari, sementara Kirana hanya sebongkah tanah kering di padang tandus. Benar-benar jauh berbeda. Seharusnya dia sadar saat mengenakan pakaian itu."

Kirana menunduk seraya menggenggam kedua tangannya sendiri. Ia telah ditipu mentah-mentah. Jelas Nyonya Claudya sengaja melakukan itu.

"Kirana, tante pernah bilang kan kalau anak Tante itu sudah Tante jodohkan."

"Ma!"

"Diam Rafael, mama cuma mau menjelaskan kesalahpahaman Nak Kirana. Agar dia mengerti dimana posisinya." Nyonya Claudya memotong ucapan sang putra seraya mengangkat tangannya.

"Nah, Tante mengundang Kirana kemari ingin memperkenalkan sosok wanita anggun yang akan menjadi tunangannya Rafael."

Degh...

Kirana mendongak, pandangannya sudah bercampur aduk, berkaca-kaca ketika menatap beberapa pasang mata ke arahnya.

"Dia Aurora Sebastian. Putri bungsu dari pemilik Diamond Hospital."

"Meraka saling menyukai satu-sama lain. Hubungan mereka hanya terhenti karena jarak, tapi syukurlah kali ini mereka bisa kembali bersatu."

"Jadi, Nak Kirana sudah paham apa yang Tante maksud bukan."

Sakit...

Kirana tidak tau harus berkata apa lagi. Otaknya kosong secara tiba-tiba. Dadanya terasa sesak. Ada pisau tak kasat mata yang menancap di sana.

'Perjodohan'

Ah, sepertinya ia mengerti.

Nyonya Claudya sudah mengatakannya beberapa minggu yang lalu. Tentang wanita sederajat yang memenuhi kriterianya sebagai calon menantu.

Wanita yang dikatakan sebagai cinta pertama sang putra.

Kirana menatap Rafael. Laki-laki itu menunduk. Seolah membenarkan semua yang dikatakan oleh Nyonya Claudya.

'Laki-laki itu mengkhianatinya.'

Seharusnya ia sudah curiga lebih jauh ketika Nita memperlihatkan foto buram beberapa hari yang lalu.

Harusnya ia bertanya terus terang. Setidaknya mungkin tidak akan sesakit ini ketika mengetahuinya.

"Tunggu. Ini sebenarnya ada apa, Jeng? Kenapa dengan wanita ini?" Marisa yang sedari tadi diam langsung membuka suara.

"Jeng Marisa. Ini hanya kesalahpahaman." Nyonya Claudya berseru. "Wanita itu namanya Kirana, dia kenal dengan Rafael."

Semua orang menatap ke arah Kirana dengan penuh penilaian.

"Rafael baik sama dia. Jadi, Kirana salah sangka kalau Rafael jatuh cinta, ya.. seperti itulah. Orang miskin yang punya mimpi segudang. Padahal Rafael baik ke semua orang kok."

"Ma!"

"Jangan membelanya Rafael. Mama tidak mau Aurora salah paham."

Rafael mengghela napas pelan. Ia tidak lagi menghalangi ibunya bicara panjang lebar. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Manik hitam itu hanya menatap penuh permintaan maaf pada Kirana.

Sementara Kirana sudah nyaris menangis. Wanita itu memilin ujung gaunnya sendiri. Menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk.

'Please, bertahan Kirana. Jangan menangis di depan mereka,' bisiknya pada diri sendiri.

"Sa-saya sepertinya harus pergi, permisi."

To be continued....