webnovel

Bab 24

Stefano dan Rindi keluar kamar bersamaan, Rindi sedang di papah Stefano sekarang. Rindi memang tidak bilang kalau Dia kesusahan berjalan. Tapi Fano bisa melihat istrinya itu benar-benar sedang tidak baik-baik saja.

Mereka menuju meja makan. Tidak lama Victor datang dengan membawa masakan yang dia buat. Rindi menautkan alisnya melihat dosen dan juga teman suaminya itu masih ada di apartemen tempat tinggalnya.

"Kamu yang memasak ini semua? Maaf ya, Vic. Kami jadi merepotkan Kamu," tukas Rindi merasa tidak enak.

Victor tergelak lalu menggelengkan kepalanya. Dia yang sama sekali tidak merasa di repotkan tertawa mendengar perkataan Rindi.

"Dia itu sudah bukan cuma sebatas sahabat buatku. Kamu tahu kan kalau Victor itu selalu paling di depan saat Aku membutuhkan bantuan? Jadi jangan merasa tidak enak begitu," timpal Stefano kemudian mengambilkan bubur untuk sarapan Rindi.

Rindi tidak setuju dengan perkataan Fano. Rindi kemudian berdecak sebal.

"Bagaimanapun juga Victor itu tamu di rumah ini, Chan. Kamu tidak boleh seenaknya menyuruhnya memasak seperti itu," ujar Rindi.

Victor duduk di hadapan Stefano lalu tersenyum melihat Rindi yang mengomeli Stefano.

"Tidak apa-apa, Rin. Benar kata, Hyung Aku ini bukan hanya sahabatnya. Aku ini adik laki-lakinya," timpal Victor  membenarkan perkataan Stefano.

Rindi memandang kedua laki-laki yang duduk bersamanya itu bergantian. Rindi mendengus kesal tapi mengalah juga akhirnya pada mereka. Ketiganya kemudian sarapan bersama. Baru kali ini Rindi menikmati sarapan dari orang lain yang memasak. Rindi begitu menikmati makanannya.

Selesai dengan ritual sarapan pagi, Rindi duduk di ruang televisi sambil membuka laptop. Dia tetap mengerjakan tugas walaupun sedang ada di rumah. Stefano yang baru selesai siap-siap akan ke kantor duduk di samping Rindi. Dia memandang Rindi lekat, Stefano merasa tidak tenang kalau harus meninggalkan Rindi sendirian di rumah. Victor juga harus ke kampus karena ada jam mengajar hari ini.

Rindi menoleh ke arah Stefano karena merasa suaminya itu sedang menatapnya sekarang. Kening Rindi mengkerut heran.

"Kenapa? Ada yang mau Kamu katakan padaku?" Tanya Rindi sambil menatap suaminya.

"Aku ambil libur saja ya sampai Kamu sehat, Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di rumah," ucap Stefano sambil memegang tangan Rindi.

Rindi tersenyum kemudian memegang pipi Stefano lembut. Rindi tidak pernah menyangka kalau Stefano bisa sangat mengkhawatirkan dirinya. Rindi kira statusnya sebatas istri kontrak yang bahkan tidak ada harganya bagi Stefano.

"Aku tidak apa-apa di tinggal sendiri. Pekerjaanmu lebih penting, Chan. Lagi pula Nana bilang sepulang kuliah dia akan mampir ke sini, tidak apa-apa kan?" ujar Rindi.

Stefano menatap Rindi kemudian menganggukkan kepalanya mengiyakan.

"Kalau begitu istirahat saja jangan mengerjakan tugas kuliah dulu. Kalau nanti Kamu sudah sehat, terserah Kamu," lanjut Fano kemudian.

Rindi menganggukkan kepala patuh.

"Ehem...ini masih pagi yorobun," ujar Victor yang sudah berdiri dengan wajah sebal memandang kedua sejoli di hadapannya ini.

Rindi dan Stefano bersamaan menoleh ke arah Victor. Keduanya kemudian tertawa kecil sambil saling memandang.

***

Stefano sedang sibuk di depan layar komputernya. Saat tiba-tiba sebuah tangan melingkar di lehernya dengan lembut sekarang. Stefano reflek menepis tangan itu kemudian menoleh ke belakang. Ekspresi wajah Fano jelas terlihat tidak senang. Tidak ada yang pernah berani masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa ijin kalau dirinya ada di dalam.

"Kenapa menepis tanganku? Padahal Aku ke sini karena merindukanmu," ucap Hyu Jin.

Fano mendengus kesal lalu kemudian berdiri. Dia memandang Hyu Jin tidak suka, walaupun Fano juga tidak bisa menyalahkan Hyu Jin sepenuhnya. Karena wajar saja sedari dulu Hyu Jin memang sangat manja padanya.

"Bisa kan Kamu masuk ke sini mengetuk pintu dulu? Aku sedang bekerja, bukan sedang liburan. Kamu bisa menghargai Aku sedikit saja kan?" ucap Stefano menekan suaranya supaya tidak tinggi. Dia sedang menahan diri untuk tidak marah pada Hyu Jin.

Hyu Jin memandang Fano kemudian bergelayut manja. Hyu Jin bahkan menyandarkan kepalanya ke bahu Fano.

"Jangan marah, besok-besok Aku ketuk pintu dulu. Kamu bisa temani Aku ke mall hari ini? Aku harus cari beberapa baju baru. Appa, bilang besok ada pertemuan dengan klien dan Dia mengajakku," ucap Hyu Jin.

Fano benar-benar merasa risih dengan kelakuan Hyu Jin. Fano melepas pelan pegangan tangan Hyu Jin.

"Maaf Aku tidak bisa, Rindi sedang sakit. Aku harus menjaganya," ujar Stefano menolak dengan halus.

Terlihat jelas wajah tidak suka dari Hyu Jin. Perempuan cantik dan putih itu menghentakkan kakinya kemudian pergi keluar ruang kerja Stefano begitu saja. Stefano menghela napas gusar, kemudian mengusap wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertekan dengan kedatangan Hyu Jin lagi.

***

Rindi baru saja mengantar Nana pulang, walaupun hanya sampai pintu. Sebelum benar-benar menghilang di tikungan lorong apartemen Nana melambaikan tangannya pada Rindi. Sembari tersenyum Rindi membalas lambaian tangan Nana. Rindi kemudian kembali masuk ke dalam apartemen. Sebentar lagi Stefano pulang, dia harus menyiapkan makan malam.

Rindi membuka kulkas dan melihat masih ada stok daging sapi. Dia baru saja melihat vlog tentang makanan korea, jadi dia ingin mencoba membuatnya. Dengan sedikit kesusahan karena tangan dan kakinya masih linu, Rindi menyiapkan semua bahan masakannya. Untuk kali pertama Rindi bahkan menyiapkan kimchi dan telur gulung di meja makan.

Selesai dengan semua acara masaknya, Rindi menutup makanan dengan tudung saji kecil yang ada di meja. Rindi pergi mandi supaya sedikit segar.

"Kenapa, Chan belum pulang? Apa dia ada meeting lagi?" gumam Rindi bermonolog kemudian mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja.

Baru saja terdengar nada tut di seberang sana, pintu apartemen Rindi juga terbuka dari luar. Rindi menoleh ke arah pintu dan Stefano tersenyum sambil menggoyang-goyangkan ponselnya. Rindi tertawa kecil kemudian berdiri dan berjalan menghampiri Fano dengan pelan.

"Tidak usah ke sini, di situ saja. Biar Aku yang menghampirimu," ujar Stefano mempercepat langkahnya menuju Rindi.

Mendengar perkataan Stefano, Rindi benar-benar diam di tempat. Rindi terdiam memandang ke arah suaminya itu. Entah kenapa tiba-tiba saja hatinya terasa sakit.

"Kalau saja kita bukan hanya tinggal bersama, Chan," batin Rindi yang kemudian meneteskan air mata. Rindi mengusap air matanya cepat supaya Stefano tidak menyadari itu.

"Bagaimana kondisimu? Perlu ke dokter lagi?" Tanya Fano saat sudah ada di hadapan Rindi.

Rindi tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya menolak.

"Aku sudah lebih baik dari kemarin. Kamu cepat pergi mandi, Aku sudah memasak makan malam untuk kita," ujar Rindi.

Mata Fano membulat terkejut. Bukan karena apa, dalam kondisi sakit seperti ini pun kenapa Rindi masih memikirkan makan malamnya. Padahal mereka bisa pesan makanan dari restaurant halal yang ada.

"Kamu tidak harus memasak, Rin. Kamu ini sedang sakit," ucap Stefano gemas.

Rindi tersenyum tipis lalu menepuk lengan Fano pelan.

"Tidak apa-apa, memasak tidak akan memperburuk keadaanku," sahut Rindi kemudian.

Fano menghela napas dan kemudian mengangguk mengiyakan. Dia menyerah berdebat dengan Rindi, Stefano pun pergi ke kamarnya untuk mandi.

Keduanya sedang menikmati makan malam saat Victor kembali datang ke apartement Rindi dan Stefano. Tanpa malu-malu Victor yang memang belum makan malam langsung duduk di kursi meja makan. Victor membuka panci yang berisi sogogi, buatan Rindi.

"Wah...Kau bisa masak sogogi juga?" Tanya Victor sambil mandang Rindi.

Dengan sedikit malu Rindi menganggukkan kepalanya. Stefano melihat ke arah Rindi, di kondisinya sekarang bahkan Rindi masih memperhatikan jenis makanan yang bisa di makan dirinya dan juga orang-orang di lingkungan Fano. Hati kecil Fano benar-benar di penuhi rasa bersalah pada Rindi sekarang.

Victor menyeruput sesendok sogogi, matanya berbinar. Masakan Rindi benar-benar cocok di lidahnya. Victor kemudian mengacungkan jempolnya pada Rindi.

"Makan yang banyak kalau memang enak," timpal Rindi sambil tersenyum dan mendekatkan lauk pada Victor.

"Jangan hanya Dia yang Kamu suruh banyak makan. Kamu sendiri juga harus makan," ujar Stefano meletakkan telur gulung ke mangkuk Rindi. Kepala Rindi menoleh ke arah Stefano, gadis mungil itu kemudian tersenyum dan menganggukkan kepalanya patuh.

Mereka bertiga melanjutkan malam malam sambil sesekali mengobrol dan tertawa. Entah apa yang begitu lucu, namun tiba-tiba senyum Victor menghilang. Wajahnya berubah serius dan memandang ke arah Rindi dan Stefano.

"Hyung, kasus kekerasan yang Rindi terima sudah di selidiki dan sedang di proses. Kalian berdua tenang saja, pihak universitas tidak akan membiarkan kekerasan begitu saja terjadi. Mereka akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya," ucap Victor serius.

Stefano menganggukkan kepalanya setuju dan merasa lega karena istrinya akan mendapatkan keadilan. Berbeda dengan keduanya, Rindi justru gelisah mendengar orang-orang itu akan mendapat hukuman.

"Sebenarnya tidak perlu sampai di besar-besarkan seperti ini. Aku juga tidak sampai kenapa-kenapa, hanya luka-luka. Mereka seperti itu juga karena kesalahanku, kalau saja Aku tidak menikah dengan idola mereka," lirih Rindi sambil menundukkan kepalanya.

Stefano dan Victor memandang tidak percaya pada Rindi sekarang. Sudah babak belur dan penuh luka seperti itu, Rindi bilang tidak kenapa-kenapa. Terlebih lagi kalimat menikahi Stefano adalah kesalahan Rindi, Fano jelas tidak menyukai istrinya berkata seperti itu.

"Apa maksudmu? Kenapa menikahiku adalah kesalahan? Kenapa dulu Kamu mau menikah denganku kalau ini kesalahan? Apa Kamu menyesalinya sekarang?"

Fano bertanya dengan bertubi-tubi, entah kenapa mendengar perkataan Rindi baru saja melukai hatinya. Kenyataannya memang mereka menikah secara kontrak. Tapi Stefano tidak pernah menyesali pilihannya menikahi Rindi.

***