webnovel

BAB 32 –MENCOBA BERDAMAI

"Aku akan menelpon Kakakku, ini sudah terlalu larut" alih Yohanna setelah melihat beberapa kaos dan kemeja di dalam koper Jonathan

"Kak Henry sudah mengetahui kita di sini" sahut Jonathan mengambil sebuah kaos yang longgar dan di berikan kepada Yohanna "Kamar ini dia yang reservasi untuk kita" lanjutnya setengah berbisik membuat Yohanna segera mundur beberapa langkah menghindari Jonathan

"Kenapa?" tanya Jonathan kemudian

'Dia tidak akan memaksaku kan? Walaupun kami sekarang suami-istri' pikir Yohanna menatap Jonathan

"Apa kamu berpikiran aneh?" katanya mengulurkan tangan dan mengusap kepala Yohanna dengan senyum "Tenang saja, Kak Henry bilang, kita harus berbaikan dan memberikan kita ruang untuk bicara perlahan tanpa di ganggu oleh Jisung yang berisik itu" jelas Jonathan tertawa

"Apa masih ada yang harus kita bicarakan lagi?"

"Tentu saja" ucap Jonathan

"Tentang apa itu?"

"Hubungan kita"

"Bukankah itu sudah jelas, tertulis di atas kertas" gumam Yohanna pelan

"Aku tidak ingin hanya tertulis diatas kertas" sahut Jonathan "Bisakah kita bicara sembari duduk?" lanjutnya meraih tangan Yohanna menggandengnya ke sofa

"Jessi mengatakan aku harus berlutut untuk minta maaf padamu"

"Jessi benar, tapi itu tidak akan cukup"

"Lalu aku harus melakukan apa?"

"Bisakah kamu membatalkan pernikahan itu?"

"Tidak" jawab Jonathan segera "Tidak akan pernah" lanjutnya sedikit emosi

"Kamu membuatku menjadi seorang istri di usia muda, aku bahkan belum melakukan apa yang ingin ku lakukan"

"Aku bahkan tidak menuntutmu untuk menjalankan tugas sebagai seorang istri"

"Bukahkah terakhir kali kamu meminta tidur bersama" sindir Yohanna

"Apa salahnya tidur bersama? Aku bahkan tidak berniat melakukan apapun jika kamu tidak mengijinkannya" elak Jonathan dengan nada merajuk

"Aku akan menunggumu, kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan. Aku juga akan menunggumu sampai kamu siap untuk melahirkan anak kita, berapapun anak yang kamu inginkan aku akan menyetujuinya" jelas Jonathan memainkan jemari Yohanna

"Haruskah kamu membahas masalah anak? Hubungan kita belum sejauh itu" elak Yohanna sembari menarik tangannya dari genggaman Jonathan

"Sebuah rumah tangga akan lengkap jika ada anak?"

"Bukankah seharusnya sekarang kamu lebih focus untuk membujukku menerimamu menjadi suamiku?"

"Ah… kamu benar, jika sudah berhasil kita akan memutuskan berapa anak yang akan kita miliki" katanya dengan semangat dan senyum lebar

Yohanna kehilangan kata-kata melihat reaksi Jonathan itu, dia tidak tega membantah karena teringat apa yang dulu pernah dikatakan Jonathan

'Jika kita menikah suatu hari nanti, bisakah kamu melahirkan anakku lebih dari satu? Setidaknya 2 anak, karena aku tidak mau anakku kesepian sepertiku saat kecil dulu'

Entah pertikaian mereka berdua berakhir atau masih berlanjut, tapi kini keduanya tidak lagi membahas itu. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing setelah selesai makan malam.

Jonathan kini tengah focus pada laptopnya sedangkan Yohanna memilih memainkan game di ponselnya.

"Kamu tidak tidur?" tanya Jonathan melihat Yohanna tidak beranjak dari sofa saat jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari

"Sebentar lagi, aku hampir menyelesaikannya. Jika tidak aku harus mengulang dari awal" gumam Yohanna "Pekerjaanmu sudah selesai?" lanjutny masih focus pada layar ponsel

"Masih banyak, tapi mataku sudah lelah" ujar Jonathan lalu mendekati Yohanna yang ada di ujung Sofa dan memeluknya dari belakang

"Jangan ganggu aku"

"Sebentar saja, aku tidak bisa tidur selama kamu pergi" gumamnya terdengar lelah

"Okay, tidurlah" ujar Yohanna membiarkan suaminya itu menyandarkan kepala pada pundaknya dan terdengar nafas teratur tak lama kemudian, Jonathan benar-benar tertidur lelap.

Yohanna bertahan dengan posisi itu lebih dari satu jam, dia tidak tega untuk menggeser posisinya karena takut Jonathan terbangun. Tapi suara ponsel Jonathan yang berada di atas meja mengacaukan usahanya

"Sayang" panggilnya pelan meraih pinggang Yohanna merapatkan ke pelukannya

"Ponselmu berdering" ujar Yohanna ingin meraih ponsel Jonathan yang tak jauh dari posisinya

"Biarkan saja" sahut Jonathan tak rela istrinya lepas dari pelukannya

"Itu dari sekretarismu"

"Aku sudah memperingatkannya untuk tidak menghubungiku tengah malam"

"Di sana siang"

"Kamu benar" respon Jonathan pelan mengecup pipi istrinya lalu mengulurkan tangan mengambil ponselnya dengan tangan lain masih memeluk pinggang Yohanna seakan tidak rela melepaskannya lagi

Jonathan menerima panggilan itu sembari menyandarkan diri di sofa dan menarik Yohanna agar bersandar pada dirinya "Tidurlah" ucapnya membuat sekretaris yang ada diujung telepon salah paham "Aku berbicara dengan istriku, di sini masih dini hari" sindirnya membuat pihak lain merasa bersalah dan segera mengakhiri laporannya.

"Kamu membuat orang lain merasa bersalah dengan mengatakan itu"

"Dia pantas merasakan itu" sahut Jonathan tersenyum "Tidurlah, aku akan menggendongmu ke tempat tidur jika kamu sudah nyenyak" lanjutnya mulai menepuk pundak Yohanna pelan

"Aku akan tidur di tempat tidur" bantah Yohanna mencoba bangkit dari duduknya tapi di tahan oleh Jonathan

"Aku tidak bisa menemanimu jika kamu tidur disana" keluh Jonathan

"Posisi ini sangat tidak nyaman dan membuat punggungku sakit" jelas Yohanna

"Oke, kamu bisa rebahan dan menjadikan kakiku sebagai bantal"

"Konyol" ujar Yohanna sekuat tenaga lepas dari pelukan Jonathan dan beranjak ke tempat tidur

Keesokan harinya Yohanna mendapat telepon dari Henry jika hari ini Ibunya kembali dari luar negeri. Tapi karena jadwal pekerjaannya Henry meminta Yohanna menjemput Ibunya di Bandara.

"Kita akan langsung ke Bandara?" tanya Jonathan yang memilih pindah ke tempat tidur saat mendengar suara air dari dalam kamar mandi lalu melihat istrinya tengah bersiap-siap

"Aku akan pergi sendiri, Kamu istirahatlah"

"Aku tidak lelah, aku akan mengantarmu"

"Aku masih harus pulang kerumah kemudian ke Bandara" jelas Yohanna

"Kenapa?"

"Kamu tidak melihat pakaianku? Bagaimana bisa aku memakai bajumu seperti ini. Pakaianku kotor"

"Itu cocok untukmu, jika kamu tidak ingin memakai itu, masih ada banyak baju bersih lainnya" goda Jonathan

"Hentikan" tolak Yohanna saat Jonathan mulai memeluknya dari belakang "Aku belum memaafkanmu"

"Apakah aku harus berlutut di depan Ibu mertua sebagai saksi untuk meminta maaf?"

"Berhenti membuat ekspresi menjijikan seperti itu" ejek Yohanna membuat Jonathan tertawa

"Tunggu sebentar saja, aku akan bersiap-siap dan mengantarmu ke bandara. Kak Henry juga mengirim pesan padaku untuk menemanimu"

Keduanya kembali ke rumah Henry dan mendapati Jisung baru saja keluar dari kamarnya dengan keadaan berantakan

"Kalian berdua baru pulang?"

"Iya" jawab Jonathan membawa kopernya masuk tapi berhenti di depan tangga ke lantai atas

"Bawalah naik, jangan menempati kamar tamu saat Ibu dirumah. Kalian berdua akan terkena masalah besar jika ketahuan pisah kamar"

Tapi Jonathan terlihat ragu karena Yohanna terlebih dulu naik ke lantai atas tanpa mengatakan apapun.

"Apa itu terlalu berat? Kamu mau aku membantumu?" tanya Jisung kemudian

"Ayo, kita akan terlambat" sela Yohanna yang kini menuruni tangga dengan pakaian rapi

"Kamu ingin ke Bandara sekarang?" tanya Jisung

"Iya"

"Tunggu aku akan ikut" kata Jisung