webnovel

002

Bocah dengan penampilan kotor berjalan dengan hati-hati di jalanan yang gelap akibat tertutup oleh dinding batu melengkung. Dindingnya kotor oleh limbah pabrik. Berbau menyengat dan membuat seseorang sakit hidung. Tapi anak itu sudah terbiasa. Kelewat terbiasa. Dia tidak terpengaruh.

Dia mencari sesuatu. Mencari sesuatu yang kecil dan bersinar.

Butir tembaga. Tembaga atau emas. Atau perak. Apapun itu.

Dia mencari dengan matanya. Tempatnya berdiri sangatlah gelap tapi tidak ada yang tau kalau anak itu memiliki mata yang lebih tajam dari manusia kebanyakan.

Matanya berpendar di bawah jembatan yang memiliki kolong berlapis warna hitam limbah. Pendar emasnya akan terlihat dengan jelas di dalam bayangan. Dan di sanalah dia sedang berada.

"Ayo... Ayo munculah.." Dia yakin matanya akan bisa menyadari keberadaan butiran yang dia cari. Tapi masalahnya adalah apakah mereka benar-benar ada atau tidak.

Dia tidak ingin mencuri lagi. Dia tidak yakin dia akan bisa. Dia akan tertangkap. Lagi. Walaupun saat itu dia merasa itu hanya mimpi tapi setidaknya mimpinya sangatlah nyata dan dia tidak ingin kejadian di dalam mimpinya terjadi secara nyata. Dia akan menganggapnya sebagai pertanda atau sedikitnya pelajaran.

Lagipula mencuri bukanlah hal yang baik. Dia tau itu. Dia hanya merasa kalau dia tidak punya jalan lain.

Dan sekarang dia mencari butiran tembaga. Jika dia menemukan beberapa dia akan bisa mendapatkan setengah potong roti untuk dia makan. Dia sangat lapar dan bayangannya akan adonan terigu meski tanpa sebutir pun gula yang dipanggang itu membuatnya menjadi semakin tidak sabar untuk bisa menemukan apa yang dia cari.

Tapi dia tidak bisa menemukannya. Hal itu membuatnya tenggelam dalam kemurungan.

Kelaparan membuatnya tidak bisa berpikir dengan benar. Wajahnya akan terlihat seperti arwah yang berkeliaran di Foldret.

Katanya kau akan berubah menjadi batu jika kau bertemu mata dengan mereka. Begitu mengerikan dan membayangkannya akan membuat kepalamu menciptakan gambaran seolah mereka ada di dekatmu dan akan langsung mengejutkanmu ketika kau menoleh.

Kota Vichet dikelilingi oleh sesuatu yang membuat arwah-arwah dengan sebutan Vichi itu tidak pernah bisa masuk. Tidak pernah ada yang bisa melihat apa itu sebenarnya. Yang mengelilingi Kota Vichet itu tidak bisa dilihat dan tidak juga bisa disentuh. Tapi mereka membuat para Vichi itu seolah sedang berhadapan dengan dinding tembus pandang.

Jika seseorang ingin dibunuh, cukup lemparkan mereka keluar Vichet. Para Vichi akan langsung merubah mereka menjadi batu.

Itu yang dikatakan oleh orang-orang. Corter sendiri belum pernah melihatnya. Dia tidak bisa melihatnya. Jika dia ingin melihatnya maka dia akan harus ke sana. Dan tidak sulit untuk menebak kalau seseorang seperti Sersan Kerrn akan menemukannya dan justru akan melemparnya untuk dirubah menjadi manusia batu.

Tapi kini tidak perlu repot-repot pergi ke pinggir kota. Sersan Kerrn tau makhluk ganas lain yang ada di dalam Vichet.

Volgort. Yang namanya kemungkinan besar diciptakan sendiri olehnya.

'Di mana letak Volgort sebenarnya?'

Corter bahkan tidak bisa menangkap jalan apa saja yang dia lewati saat itu. Dia tiba-tiba sudah dilempar. Dan makhluk-makhluk bayangan itu sudah mendatanginya.

Corter merasa gelisah. Dia tidak bisa menemukannya. Butir tembaga itu. Tidak berhasil menemukannya sama dengan tidak bisa mendapatkan roti. Dan tidak mendapatkan roti sama dengan kelaparan. Dia akan kehilangan kemampuan berpikirnya dan ketika itu terjadi dia akan secara tidak sengaja menggigit daging tikus tanpa bisa dirinya cegah. Dan ketika dia sudah merasakan anyir darah di lidahnya dia akan langsung tersadar lalu langsung melempar tikus yang berdarah dan bergetar dalam kesakitan itu untuk meludah-ludahkan rasa daging tikus mentah yang ada di dalam mulutnya. Lalu, dia khawatir yang akan terjadi selanjutnya adalah dia menerjang seseorang dan mengacak-acak pakaian mereka untuk mencari uang. Itulah yang akan dia lakukan. Itulah yang akan terjadi. Dia tau. Walaupun semua itu masih hanya ada di dalam kepalanya tapi dia tau itulah yang akan terjadi. Makanya dia takut. Dan dia sangat frustasi dalam mencari butir logam yang seharusnya akan dia temukan di genangan limbah bercampur lumpur.

Dia pergi dari sana. Merasa dia tidak akan mendapatkan apa-apa meskipun dia berdiam diri di sana lebih lama.

Dan di saat itu dia terdiam. Ketika dia melihat seorang anak perempuan. Anak perempuan yang terlihat seumurannya. Wajahnya bersih dan pakaiannya terlihat sangat menawan. Rambutnya lurus pendek dan tidak memiliki satupun helai rambut yang keluar jalur. Terlihat seperti ekor kuda yang selalu disisir oleh pemiliknya dan diberi sabun yang memiliki pelembut.

Perempuan itu memiliki pedang di pinggangnya. Dia lalu menyadari keberadaan Corter.

Dia memutar arah tubuhnya ke arahnya.

"Astaga. Kau kotor sekali!!!" Dia berjalan cepat dan tangannya mengeluarkan sesuatu dari dalam saku gaunnya. Dia mendekat dan langsung berwajah berkerut.

"Astaga Tuhan!! Kau sangat bau!!!" Tangannya terjulur dan mengusap wajah Corter dengan satu gosokan. Benar. Dia menggosoknya dan bukan mengusapnya karena gerakannya sangatlah kasar sampai membuat Corter merasakan sakit di kulit wajahnya.

"Bersihkan wajahmu! Aku sampai tidak bisa melihat wajahmu! Kalau itu ibuku dia pasti mengira kau hantu!"

Wajah Corter sangatlah kotor sampai dia bisa menjadi alat meneror orang. Cukup buat dia berdiri di depan sebuah jendela dan orang di dalam ruangan akan berteriak histeris lalu mulai berlari seraya berteriak-teriak ketakutan meminta pertolongan.

"Cepat bersihkan wajahmu! Aku tidak mau melihat wajah kotor itu lagi!" Anak perempuan dengan suara melengking itu menjulurkan sapu tangannya yang sudah kotor pada Corter. Corter menurutinya dan mengusap wajahnya dengan sapu tangan itu.

Wajahnya mulai terlihat. Wajah seorang anak laki-laki. Dengan mata emas yang terlihat berpendar di bawah langit malam.

Anak perempuan itu terdiam.

"Kau, apakah kau manusia?"

Corter mengerutkan kening.

"Aku?"

Anak perempuan itu mengangguk.

"Tentu saja aku manusia."

"Sungguh? Kau tidak bohong?"

Corter berwajah bingung. "Kenapa aku harus bohong?"

"Kau seperti bukan manusia." Anak perempuan itu bicara. "Mata itu, apakah matamu sejak awal memang seperti itu?"

Corter kebingungan lagi. "Mata apa?"

"Matamu." Anak perempuan itu memasukkan tangannya ke dalam lengan pakaian dan mengeluarkan cermin kecil yang selalu disuruh oleh ibunya untuk dia bawa. "Matamu yang berwarna seperti emas itu."

Dia mengarahkan cermin pada Corter. Corter bingung tapi tetap melihat ke arah sana. Terperanjat ketika melihat sepasang mata yang terpantul di sana.

Kedua tangannya bergerak ke arah matanya.

Mataku- sejak kapan?

Dia tidak pernah melihat cermin. Dia hanya bisa melihat penampilannya melalui pantulan kaca gelap atau pantulan di atas permukaan air. Dan dia tidak pernah bisa melihat warna matanya. Tidak pernah juga terpikir untuk melihatnya. Tapi dia ingat dengan jelas. Ibunya bilang kalau dia memiliki mata berwarna hijau. Mata emas ini, darimana mereka berasal?

Corter merasa takut. Bahkan dia pun takut dengan warna matanya. Dia membungkuk dan memejamkan matanya. Kedua tangannya berada di depan wajahnya seolah dengan itu warna mata hijaunya akan kembali.

Dia menekan dirinya sendiri. Berkata pada dirinya sendiri bahwa dia harus mengembalikan warna matanya.

Ayo! Ayo kembali! Kembali! Cepat kembali! Jangan berwarna seperti ini lagi!

Dia merasa takut dan dengan ragu-ragu melihat pada cermin lagi.

Warnanya masih sama. Tapi kemudian, ketika dia menenangkan diri dan mulai menerima keberadaan warna emas itu, dia mulai hanya sekedar meminta mereka untuk kembali menjadi warna hijau. Dan setelahnya, mereka perlahan berubah. Seperti genangan air yang dijatuhi oleh tetesan warna hitam dari lembah atau cairan pelumas roda kendaraan. Matanya seperti genangan air dan diberi tetesan warna hijau. Atau lebih tepatnya biru karena warna birulah yang akan merubah kuning emas menjadi warna itu.

Warna matanya kembali. Corter berwajah syok dan mulai merasakan kelegaan juga kebahagiaan luar biasa. Seolah dia baru saja mendapat kabar kalau dia sebenarnya masih memiliki keluarga dan dia akan bisa tinggal bersama mereka tanpa harus hidup di jalanan yang kotor lagi.

"Ah... Aku sangat bersyukur.." Dia menutup wajahnya dan merasa dia kan menangis jika dia tidak menahannya.

"Ukh... Wajahmu jadi kotor lagi..." Anak perempuan di depannya memberungut.

"Siapa namamu? Kenapa kau ada di sini? Kau tidak pulang ke rumahmu? Orangtuamu tidak mencarimu?" dia memberi pertanyaan bertubi-tubi.

Corter kehilangan kemampuannya untuk menjawab dengan lancar. "Aku, Corter. Ibuku memberitahuku kalau namaku Corter," dia bicara lagi. "Aku mencari butir tembaga. Aku ingin menjualnya untuk mendapatkan roti untuk aku makan. Aku tidak punya rumah dan aku tidak punya orangtua."

Anak perempuan itu kehilangan suaranya.

"O- Oh." Dia kesulitan bicara. "Jadi, kau salah satu anak yang sering dibicarakan oleh ibuku."

"A, Aku," dia memikirkan beberapa hal di dalam kepalanya. Lalu memegang-megang bagian bajunya. Menemukan kancing dan mencabutnya paksa.

"Ini. Mereka dari perak. Itu yang dikatakan ibuku. Bukankan perak lebih berharga dari tembaga? Kau bisa mendapatkan lebih banyak roti dari ini." Dia juga melepaskan jepit rambut yang menghias rambutnya. "Yang ini, mereka dari emas. Mereka lebih berharga lagi dari perak. D- Dan juga," dia melihat ke arah gagang pedangnya. Menariknya keluar dari sarungnya dan membuat Corter bergidik. Tapi anak perempuan itu justru membenturkan ujung gagangnya ke jalanan beberapa kali sampai akhirnya batu permata yang ada di sana terlepas dari tempatnya. Mengambilnya dan memberikannya pada Corter. "I- Ini, yang ini namanya permata. Aku tidak tahu apakah mereka mahal. Tapi kau bisa memilikinya. J- Jangan lupa,"

Dia merogoh saku gaunnya dan mengeluarkan sebuah batu permata lain. Dengan ukuran yang besar dan memenuhi satu telapak tangan kecilnya. Bentuknya sangatlah sempurna. Berwajah hijau dan terlihat begitu berharga. "Aku mengambilnya dari dalam lemari kamar ibuku. Ibuku punya banyak tapi yang ini aku suka warnanya."

"Dan lihat! Warnanya mirip dengan warna matamu!"

Warnanya hijau seperti mata yang dimiliki Corter. Kini dia tau warna seperti apa yang dia miliki di matanya.

"Ambil ini semua denganmu. Bawa mereka semua bersamamu. Aku harus pulang sekarang. Jangan sampai kau terlihat oleh orang-orang dewasa itu! Ibuku bilang anak-anak seperti kalian akan ditangkap dan dibuang."

Corter hanya bisa terdiam ketika dua tangan yang bersih dan dibungkus oleh kain yang bersih juga menyodorkan barang-barang dan memaksanya untuk menampung mereka semua di lingkaran tangannya.

"Aku harus pergi, Corter. Aku harap kita akan bertemu lagi. Tapi aku ragu kita akan. Jadi, hidup dan pergilah dengan baik. Semoga kau akan baik-baik saja." Anak perempuan itu memasukkan bilah pedangnya kembali ke dalam sarung dan pergi meninggalkannya. Corter memandangi kepergian anak itu yang mengarah pada pabrik. Dia akan masuk ke dalam pabrik itu.

Corter memandangi benda-benda berharga di kedua tangannya. Benda-benda seperti ini, akan sangat bernilai untuknya.

Dia memasukkan mereka semua ke dalam saku mantel lusuhnya. Bersama dengan sapu tangan yang sudah berubah warna menjadi abu-abu. Dia merapatkan mantelnya dan pergi dengan langkah membungkuk. Menghalau dingin dan juga suara bertemunya kancing-kancing pakaian perak juga jepitan rambut emas. Tidak lupa keberadaan sesuatu yang padat dengan ukuran yang besar dan juga berat.

Pertama dia akan memastikan mereka semua untuk berada di tempat yang aman. Tempat yang harus luar biasa aman. Dia akan menyimpan mereka di tempat dimana tidak akan ada satupun orang yang bisa menemukan mereka. Dan dia akan menggunakan kepalanya untuk mencari cara agar dia bisa mendapatkan uang yang banyak dari benda-benda itu.

08/06/2022

Measly033