webnovel

Chapter 3 : Bagas Wijaya Kusuma

Kami berdua telah selesai menyelesaikan hukuman dan langsung pergi ke kelas. Untung saja kelas kita sama, entah apa yang terjadi aku merasa kalau aku ditakdirkan selalu bersama dengan Dewi. Sejak TK , SD dan SMP sekolah kita selalu sama dan selalu satu kelas.

Orang mungkin akan bosan melihat kita yang selalu bersama, kadang kadang ada seseorang yang berbicara seperti ini kepada kita.

'Kalian lagi, kalian lagi, kalian ga bosen apa ketemuan terus, gua aja yang liat bosen'

'Kalian pacaran ya?'

'Dewi kok lu mau ya deket - deket ama Si Mesum itu'

'Jangan - jangan lu kena pelet ama si reza'

Dan masih banyak lagi. Aku sih tidak masalah, aku sudah terbiasa dihina tetapi kadang aku kasihan dengan Dewi dia selalu membela ku, gara - gara aku dia harus terkena imbasnya juga. Pernah sekali aku mencoba untuk menjauh darinya, tapi nyatanya aku tidak bisa. Aku tidak bisa hidup tanpanya, dia yang selama ini menemaniku dan menjagaku.

Setelah berjalan melewati lorong - lorong kelas untuk mencari kelas kita berada akhirnya kami menemukan kelas kita, Kelas Kelas 10-2. Terlihat seorang guru berdiri di depan kelas sedang memperkenalkan dirinya.

Kami berdua berdiri didepan pintu kelas saling berebutan menyuruh untuk masuk duluan.

"Za, lu duluan yang masuk." kata Dewi sambil mendorong dorong tubuh Reza agar membuka pintu kelasnya.

"Jangan dorong dorong dong mending lu duluan yang masuk, Wi." jawab Reza protes karena dirinya daritadi di dorong - dorong tangan Dewi.

"Yang udah buruan makanya."

"Yaudah sabar ini juga mau gua buka."

Saat kami sedang berdebat, tiba - tiba pintu terbuka menampakkan seorang guru berdiri di depan mereka.

"Apa yang kalian lakukan di depan kelas dan membuat keributan?"

Aku dan Dewi hanya terdiam tak menjawab pertanyaan guru tersebut.

Guru itu memperhatikan kami dari ujung kaki hingga kepala, dari sorot matanya guru tersebut mengetahui kalau aku dan Dewi adalah murid baru yang terlambat.

"Kalian murid baru?"

"Iya, Pak." jawab kami bersamaan.

"Kalau begitu silahkan masuk dan perkenalkan diri kalian."

Kami mengangguk kemudian berjalan memasuki kelas. Kami berdiri di depan kelas, semua mata tertuju kepada kami. Aku hanya menundukkan kepalaku, aku memang tak terbiasa menjadi pusat perhatian orang. Ketika aku di lihat orang banyak, entah mengapa tubuhku menjadi lemas. Pernah sekali aku jatuh pingsan saat disuruh maju ke depan untuk mempresentasikan tugas. Semoga saja hari ini kejadian itu terulang kembali. Aku sangat memalukan.

Dewi menatapku. Sorot matanya seolah seolah bertanya 'Kau tidak apa - apa?" dan aku hanya mengangguk agar dia tidak mengkhawatirkan ku.

Kemudian guru tersebut menyuruh kami untuk memperkenal diri kami ke teman - teman kelas.

Dengan inisiatif Dewi maju satu langkah untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu.

"Nama saya Dewi Ratna Sari, semoga kita semua bisa bekerja sama. Mohon bantuannya." Dewi memperkenalkan dirinya dengan percaya diri tanpanya adanya kesulitan membuatnya terlihat keren bagiku.

Sangking terpesonanya aku dengan Dewi aku lupa kalau sekarang giliran ku untuk maju dan memperkenalkan diri. Dewi menepuk bahuku seolah menyemangati ku membuat sedikit tenang. Entah kenapa setiap kali ada Dewi disampingku aku merasa nyaman, aku menjadi orang yang berani untuk menghadapi sesuatu.

Akupun melangkahkan kaki ku satu langkah ke depan seperti yang Dewi lakukan. Mengangkat kepalaku yang sedari tadi menunduk.Semua mata tertuju kepadaku menunggu aku berbicara.

Saat aku ingin mengucapkan kata, aku melihat seseorang yang duduk di pojok kanan dari belakang sambil tersenyum ke arahku membuat badanku bergetar hebat. Sosok orang yang selama ini aku hindari, kini aku harus bertemu dengannya lagi, Bagas Wijaya Kusuma.

Aku tidak menyangka harus bertemu dengannya lagi dan juga harus satu kelas dengannya. Padahal aku mengira dia tidak akan bisa masuk ke sekolah ini karena kejadian itu. Tapi nyatanya sekarang dia disini, menatap ke arahku dengan senyuman yang mengerikan.

Aku memegang tangan ku menahannya agar berhenti bergetar.

"Oi mata empat, Apa yang kau lakukan, cepatlah bicara, kami sudah muak melihatmu, apa kau mengira dirimu tampan?" ucap Bagas bersamaan dengan gelak tawa murid - murid di isi kelas.

"Kamu Bagas, tolong jaga ucapanmu pada teman barumu." tegur Pak Joni, guru kita.

"Ayo silakan perkenalkan dirimu kepada teman kelas kamu. Mereka sudah menunggu mu untuk berbicara."

Suara pak guru yang menyuruhku untuk segera cepat.

"Na-na, namaku..." Saat aku ingin mengatakan sesuatu mulutku terasa sulit untuk di buka hingga membuatku tergagap gagap.

"Oi, Bayi. Kau baru belajar bicara ya?" Salah satu dari geng Bagas meledek Reza membuat semua murid kembali tertawa.

Pak Joni menyuruh mereka berhenti tertawa.

Dari belakang Dewi memegang lengan Reza yang bergetar kemudian tersenyum ke arah ku. Melihat itu aku badanku sedikit lebih tenang dari sebelumnya, aku pun memberanikan diri memperkenal diriku. Untungnya aku berhasil, aku berhasil memperkenalkan diriku dengan lancar.

"Baiklah kalau begitu, semua murid sudah memperkenalkan dirinya karena kalian terlambat nanti kalian bisa berkenalan sendiri saat jam pelajaran ini selesai."

Sebelum itu murid - murid di kelas ini sudah memperkenalkan dirinya, karena kami terlambat jadi hanya kita yang baru maju.

"Silahkan duduk di bangku kalian, dibelakang sana ada dua bangku kosong yang bisa kalian tempati."

Aku melihat bangku kosong yang di maksud dengan pak Joni , bangku yang berada paling belakang baris dua dari kanan. Bersebelahan dengan bangku milik Bagas dan gengnya. Aku bergidik ngeri membayangkan apa yang terjadi padaku nanti.

"Baik , pak."

Kami melangkahkan kakiku menuju bangku kami. Kami berdua berpapasan dengan Bagas, mata kami saling bertemu dengannya. Aku segera menundukkan mataku agar tidak berkontak mata dengannya lagi.

Dewi berjalan melewati meja Bagas dengan aman namun saat giliran ku tiba kakiku tersandung hingga membuatku jatuh tersungkur.

"Hahahaha."

Seluruh murid di kelas menertawakan ku. Dewi yang melihat aku terjatuh langsung menghampiriku dan membantuku untuk berdiri.

"Kau tidak apa - apa?" tanya Dewi padaku.

aku menganggukkan kepalaku mengisyaratkan kalau aku tidak kenapa - kenapa.

Dewi melihat Bagas yang memalingkan wajahnya seolah olah bukan dia pelakunya. Kemudian Dewi menghampiri Bagas dan menunjuknya dengan telunjuknya.

"Lo kan pelakunya?"

"Dih, enak aja, gausah fitnah gitu dong."

"Tapi emang lo pelakunya, gue liat sendiri kok, kalau Lo nyandung Reza." kata Dewi emosi.

"Udah wi gapapa, lagian gue juga gakenapa napa kok." aku mencoba menenangkan agar tetap tenang.

"Kalian bertiga, tolong diam. Reza, Dewi kembali ke tempat duduk kalian masing masing." ucap pak Joni.

Aku menarik tangan Dewi untuk segera duduk. Aku tidak mau membuat keributan di hari pertamaku sekolah, aku tidak mau menjadi pusat perhatian. Menjadi pusat perhatian itu membuatku lelah.