Viona melangkahkan kakinya menuju tempat tinggal barunya di sebuah apartemen tipe loft yang sengaja dipilih karena ingin menyimpan beberapa barang peninggalan ibunya, Viona sudah membayar apartemennya dalam jangka waktu satu tahun kedepan. Dengan uang peninggalan sang ibu bisa menghidupi Viona tanpa perlu menjalani hidup sengsara tapi Viona bertekad tak akan menggunakan uang itu untuk dirinya, dia ingin membangun sebuah panti asuhan lain seperti yang ibunya lakukan dahulu.
Ketika sedang merapikan beberapa dokumen milik ibunya Viona menemukan sebuah flyer yang pernah ia ambil dari sebuah pameran di mall, flyer tentang biaya masuk salah satu kampus terbaik di Ontario.
"Aku ingin sekolah disini tapi bagaimana mungkin uangku tak akan cukup," batin Viona sambil memandang flyer yang ada di tangannya.
Karena terlalu lelah merapikan barang-barang akhirnya viona terlelap di atas kasurnya tanpa berganti pakaian dan makan malam. Keesokan paginya Viona pergi ke bank untuk menyimpan uang penjualan rumah tanpa menggunakannya sedikitpun, Viona melihat buku tabungannya tertera angka 10 juta CAD yang ingin dia pakai untuk membuat sebuah panti asuhan suatu saat nanti, karena uang yang dimilikinya saat ini masih jauh dari kata cukup jadi Viona perlu pekerjaan untuk menambah jumlah tabungannya.
"Maaf saya boleh minta flyer ini?" tanya Viona pada seorang pekerja yang sedang menyebarkan flyer.
"Silahkan nona."
Viona membaca pengumuman yang tertera di flyer itu, disana tertulis dibutuhkan tenaga kerja untuk sebuah laundry. Dengan semangat Viona melangkahkan kakinya menuju tempat yang tertulis di flyer yang tengah ada digenggaman tangannya, Viona memilih menaiki kereta bawah tanah untuk pergi ke tempat tujuannya agar lebih cepat sampai.
"Terima kasih nyonya sudah menerima saya," Viona berkali-kali mengucapkan terima kasih.
"Tak perlu mengucapkan terima kasih berlebihan, mulai besok kamu sudah bisa mulai bekerja,"ucap pemilik laundry koin pada Viona.
"Baik nyonya, kalau seperti itu saya permisi,"jawab Viona sopan.
"Sampai jumpa besok dan jangan telat saya paling benci orang telat!! "
Dengan senyum mengembang Viona meninggalkan tempat kerja barunya, ini adalah pertama kali baginya bekerja seharusnya Viona meneruskan sekolahnya di perguruan tinggi tapi karena ia sadar harus berbagi dengan adik-adiknya di panti Viona harus cukup puas sekolah sampai tingkat SMA.
"Vio!!!"terdengar suara seorang lelaki memanggil nama Viona.
"Kak Lexi," ucap Viona kaget ketika melihat orang yang memanggil namanya.
"Apa yang kau lakukan disini? Sedang menemani ibu maria belanja ya?"tanya Lexi bertubi-tubi.
"Ibuku sudah meninggal kak,"jawab Viona lirih sambil menunduk, tiap mengingat ibunya ia pasti kembali sedih
"Apa??? Ayo Vio ikut aku,"ucap Lexi terkejut, ia pun menarik tangan Viona menuju ke sebuah coffee shop yang tak jauh dari tempat mereka berada saat ini. Viona pun hanya menurut saja.
"Sekarang kau tinggal dimana?" tanya Lexi sesaat setelah Viona menyelesaikan ceritanya.
"Aku menyewa apartemen kecil kak, aku juga sudah bekerja kak,"jawab Viona pelan.
"Kenapa kau tak memberitahukan padaku kalau panti asuhanmu dijual? Aku bisa membantumu Vio,"ucap Lexi lirih, ia pun mencoba menyentuh tangan Viona.
Merasakan tangannya disentuh oleh Lexi membuat Viona tersadar, dengan cepat Viona menarik tangannya dari genggaman Lexi.
"Maaf kak,"ucap Viona bergetar belum pernah ada lelaki yang menyentuhnya selama ini.
"Sorry Vio bukan maksudku."
"Tak apa kak, ya sudah kak hari sudah mulai gelap aku harus pulang besok adalah hari pertamaku bekerja," pamit Viona cepat.
Lexi menatap kepergian Viona dari balik kaca, Viona terburu-buru turun kestasiun kereta bawah tanah.
"Kali ini kau tak bisa lepas dariku Vio," gumam Lexi kesal sembari mematikan rokoknya di asbak.
Selama tiga tahun ini hanya Viona satu-satunya gadis yang menolak cintanya, bahkan gosip disekolah yang mengatakan kalau Viona adalah satu-satunya perawan yang tersisa di sekolah. Viona selalu menolak ajakan teman-temannya untuk pergi ke bar atau ke cafe untuk sekedar nongkrong, ia selalu memilih pulang untuk membantu ibunya di panti asuhan. Karena ibu Maria adalah orang yang dianggap sebagai malaikat di daerahnya maka dari itu banyak orang yang segan padanya sehingga tak ada orang berani macam-macam pada Viona.
Di dalam kereta bawah tanah Viona duduk disebelah anak gadis kecil berambut blonde yang mempunyai pipi merah, terlihat sangat lucu karena disempurnakan dengan ikat ekor kuda yang membuat gadis kecil itu nampak semakin menggemaskan. Viona mengajak ngobrol gadis cilik itu selama perjalanan.
"Jadi namamu Zevanya,"ucap Viona lembut, mengulang perkataan gadis cantik yang ada di sebelahnya.
"Iya, aku ingat nama kakak Viona kan? " suara cempreng Zevanya menjawab ucapan Viona.
"Zeva cantik dari mana?"Viona bertanya pelan, ia merasa sangat gemas pada gadis cilik yang baru ia kenal itu.
"Dari kantor papa... eh sampai jumpa kak aku sudah sampai bye,"ucap Zevanya berpamitan.
"Permisi nona,"ucap perempuan setengah baya yang merupakan pengasuh Zeva.
Viona melambaikan tangannya pada gadis cilik yang baru saja ia temui, obrolan singkatnya meninggalkan kesan mendalam baginya. Tubuh kecil Zeva akhirnya menghilang dari pandangan Viona karena keretanya sudah melaju meninggalkan stasiun tempat gadis cilik itu turun.
Kereta yang Viona tumpangi akhirnya berhenti, dengan tertib Viona melangkah kakinya keluar dari kereta. Dengan berlari Viona menuju apartemennya karena hari sudah malam, Viona masih baru tinggal di lingkungannya jadi dia masih belum tau bagaimana situasinya. Setibanya di apartemen Viona membersihkan dirinya dikamar mandi lalu membuat mie instan untuk mengganjal perutnya, dulu sewaktu di panti asuhan ibunya selalu memarahinya ketika ia mencoba makan mie instan.
"Maafkan Anjie ibu kalau sekarang makan mie instan," ucap Viona lirih matanya menatap foto ibunya yang tersenyum manis bersama dirinya dan adik-adiknya di depan panti asuhan.
Suara ponsel Viona berdering membuatnya menghentikan makan malamnya .
"Hallo Vio ini aku apa aku mengganggumu?" terdengar suara Lexi diujung sana.
"Halo kak, aku belum tidur ini baru sampai,"jawab Viona lembut.
"Jam 9 malam kau baru sampai? Dari mana saja?" tanya Lexi penuh selidik.
"Aku jalan kaki dari stasiun kak mungkin itu yang membuatku lama sampai rumah," jawab Viona menjelaskan.
"Apa perlu aku mengantarmu besok?" ucap Lexi penuh harap mencoba menawarkan bantuan pada Viona.
"No terima kasih kak, aku bisa naik kereta," tolak Viona lembut.
"Ya sudah karena sudah malam kau cepatlah tidur."Lexi mencoba untuk memberikan perhatian pada Viona.
"Terima kasih kak Lexi "jawab Viona dengan cepat, tak lama kemudian ia lalu meletakkan ponselnya diatas meja dan meneruskan makan malamnya kemudian naik ke ranjangnya untuk tidur karena merasa lelah.
Ditempat lain Lexi berusaha mencari tahu dimana Viona tinggal dengan melacak sinyal teleponnya, tak butuh waktu lama akhirnya Lexi menemukan apartemen Viona yang tak jauh dari rumah saudaranya.
"Kau harus jadi milikku Viona," ucap Lexi lirih penuh tekad.
Lexi menjadi terobsesi pada Viona sejak banyak temannya menceritakan bahwa mereka tak pernah berhasil memikat gadis itu, banyak anak pria di sekolahnya yang memutuskan menjauh dari Viona setelah tahu gadis itu adalah anak panti asuhan. Mereka mengira Viona adalah anak dari keluarga kaya karena fisik Viona begitu sempurna dan kemampuannya bersosialisasi dengan teman-temannya.
Ceklek
Kamar Lexi terbuka.
"Sayang ayo tidur," ucap seorang wanita sexy menggoda Lexi yang masih duduk di meja belajarnya.
Lexi tersenyum mendengar ucapan wanitanya, dengan sigap Lexi mengangkat tubuh wanita itu lalu membaringkannya di ranjang. Lexi adalah seorang playboy yang tak bisa puas dengan satu wanita saja dan wanita yang kini ada di ranjangnya adalah wanita kedua dalam bulan ini yang menjadi pacarnya.
"Kau harus memuaskanku malam ini laila…"bisik Lexi bernafsu.
Bersambung