“Kamu meragukan klinik kita, Fira?”
“Maaf, Dok. Bukan maksud saya seperti itu. Tapi ....” Zafira menggantung kalimatnya.
“Aku mengerti maksudmu, Nak,” ucap dokter Hesty tersenyum. “Mungkin beliau menemukan apa yang selama ini dicarinya di klinik kita. Kita tetap harus profesional, siapapun pasien yang datang harus tetap mendapat layanan medis yang terbaik dari klinik,” lanjut dokter Hesty.
“Iya, Dok.”
“Apa boleh aku mengajukan pertanyaan untukmu, Fira?”
“Silakan, Dok.”
“Bagaimana jika suatu saat ada seseorang yang ingin menikahimu?”
Zafira terkejut mendengar pertanyaan dokter Hesti.
“Saya belum berpikir ke sana, Dok. Sekarang ini saya hanya ingin menjalani hidup saya dengan baik tanpa ada penyesalan atas takdir yang sudah menjadi ketetapan Allah dalam hidup saya,” jawab Zafira.
“Masa depanmu masih panjang, Nak. Satu peristiwa pahit yang terjadi tak boleh membuat langkah kakimu terhenti ataupun membuatmu berbalik arah. Jika Nantinya ada seseorang pria yang ingin mendekatimu, kuharap kamu jangan menutup dirimu.”
“Entahlah, saya merasa tak pantas lagi untuk siapapun, Dok. Saya hanya ingin meraih ridho Allah dan ridho kedua orangtua saya. Saya tak ingin memimpikan hal yang muluk-muluk. Saya sudah ternoda, lelaki mana yang mau menerima keadaan Fira seperti ini. Fira perempuan tanpa mahkota lagi, Dok.”
“Ketahuilah, Nak. Allah memberimu cobaan karena Allah sangat menyayangimu. Jika kamu menjalaninya dengan sabar dan ikhlas, maka Allah akan menyiapkan hadiah yang indah serta pahala yang besar padamu.”
“Iya, Dok. Saya sangat beruntung bertemu dengan dokter Hesti. Saya mendapatkan banyak sekali pelajaran hidup dari dokter. Dokter Hesti betul-betul mengobati luka fisik dan psikis saya,” ucap Zafira.
“Akupun beruntung bertemu denganmu, Nak. Aku senang bisa berbagi pengalaman denganmu dan membantumu mengatasi traumamu. Berada didekatmu membuatku seolah sedang berada di dekat Gina putriku,” ucap Dokter Hesti tulus.
“Maafkan saya jika saya kembali mengingatkan Dokter Hesty pada kejadian yang menimpa Gina.”
“Jangan merasa bersalah, Nak. Aku sennag mengenangnya, mengenang Gina putriku. Dia akan selalu hdup dengan semua kenangan indahnya dalam hatiku.” ucap Dokter Hesti. “Oiya, makannya udah selesai belum? Ayo kita kembali ke klinik, beberapa pasien sudah menungguku.”
***
Di tengah kebingungan keluarga kecil Juan atas semua kebaikan Irawan, di hari minggu pagi itu Juan kembali terkejut dengan kedatangan Irawan dan Gilang dikawal dengan beberapa pria berbadan tegap.
“Assalamualaikum,” sapa Irawan pada saat istri Juan membuka pintu rumahnya.
“Wa-walaikumsalam. Pak Irawan? S-silakan masuk, Pak,” jawab Bu Sinta gugup.
“Terima kasih, Bu.”
Juan, Sinta dan juga Zafira masih merasa gugup dengan kunjungan Irawan dan putranya meskipun pengusaha sukses itu sudah beberapa kali mampir berkunjung ke rumah Juan.
“Maaf jika kunjungan saya merepotkan dan membuat kaget Pak Juan dan keluarga,” ucap Irawan membuka percakapan ketika melihat Juan dan keluargaya merasa risih dengan kehadiran mereka.
“Kami tidak merasa direpotkan, Tuan. Hanya saja saya, istri saya dan putri saya sedikit kebingungan dengan kunjungan Tuan Irawan kemari.”
“Jangan panggil saya tuan, panggil Pak saja. Lagipula ini di luar jam kerja dan saya datang kemari bukan sebagai atasanmu,” jawab Irawan dengan suara tegas.
“Maksud Pak Irawan?”
“Baiklah. Saya tidak akan berlama-lama. Maksud saya datang kemari adalah ingin melamar putrimu Zafira untuk putra saya Gilang,” ucap Irawan kembali dengan suara tegasnya.
“APA???” Juan, Sinta dan Zafira sontak terkejut mendengar ucapan Irawan.
“Betul, Pak Juan dan Bu Sinta. Putra saya Gilang Febrian ingin meminang putri anda Zafira Anstasya untuk menjadi istrinya.”
Juan dan keluarga kecilnya masih kaget semua yang diucapkan Irawan, sedangkan Gilang hanya diam tertunduk di samping papanya.
“Pak Irawan tau nama lengkap putri saya?” tanya Juan ragu.
“Ya, saya tau semua tentang Nak Zafira,” jawab Irawan.
“Ap ... apa Pak Irawan juga tau kalau putri saya ....” Juan tak meneruskan kalimatnya. Juan melihat mata Zafira mulai berkaca-kaca.
“Ya. Saya tau semuanya.” Irawan tak menjelaskan dengan rinci maksud dari kalimatnya namun Juan dan istrinya serta Zafira mengerti masud dari kalimat Irawan itu.
Terdengar suara isak tangis lirih dari Zafira.
“Lalu mengapa Tuan tetap melamar putri saya? Bagaimana dengan Tuan Gilang sendiri?”
“Putra saya tidak akan menolak. Gilang harus menikahi Zafira!” seru Irawan.
“Gilang harus menikahi Zafira? Kenapa harus?” Juan semakin tak mengerti.
Irawan menggaruk-garuk tengkuknya mencari kalimat yang baik untuk menyampaikan alasannya melamar Zafira pada Juan dan keluarganya.
“Saya minta maaf sebesar-besarnya pada Pak Juan, Bu Sinta dan Nak Zafira. Atas nama putra saya Gilang saya sungguh meminta maaf pada Pak Juan dan keluarga, terutama pada Nak Zafira,” Irawan berhenti sejenak kemudian menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Gilang putra saya lah yang telah melakukan perbuatan keji itu pada Zafira,” ucap Irawan tertunduk dengan suara pelan.
Bersambung