Seharian ini Pak Juan dan Bu Sinta sedikit kewalahan menghadapi Zafira yang selalu saja histeris ketika mendapati kenyataan bahwa dia adalah korban pemerkosaan dari orang yang tidak dikenalnya. Cerita dari pak Juan, bu Sinta dan juga dokter Hesti tentang keadaannya ketika dibawa ke klinik dokter Hesti membuat Zafira semakin histeris. Dokter Hesti terus menemani pasiennya itu seharian ini, dokter yang juga memiliki ilmu psikiater itu tau bagaimana traumanya Zafira saat ini. Selain itu, entah mengapa dokter paruh baya itu sangat prihatin pada kondisi Zafira sejak awal gadis malang itu diantar ke kliniknya oleh sejumlah pria berbadan tegap.
Sedangkan pak Juan, sudah beberapa hari ini meminta ijin pada atasannya untuk menemani putrinya yang sedang sakit. Pak Juan bekerja sebagai supir pribadi seorang pengusaha terkenal, beruntung atasannya pak Juan sangat baik sehingga alasan Juan untuk tidak masuk kerja dimengerti oleh atasannya itu. Bahkan kemarin Juan mendapat pesan dari bagian keuangan bahwa perusahaan telah mentransfer sejumlah uang ke rekeningnya atas perintah atasannya sebagai bentuk kepedulian pada pak Juan yang putrinya sedang dirawat sakit.
“Selamat pagi, Zafira,” sapa dokter Hesti sambil tersenyum.
“Selamat pagi, Dok,” jawab Zafira yang juga dengan senyum tipisnya.
“Senyumnya yang lebar dong, kan hari ini sudah boleh pulang,” kata dokter Hesti lagi.
Zafira pun tersenyum lebar mendengar ucapaan dokter Hesti.
“Terima kasih ya, Dok. Putri kami mendapatkan perawatan dan penanganan yang sangat baik di klinik ini. Saya doakan semoga klinik ini semakin maju dan berkah,” ucap Bu Sinta.
“Itu sudah menjadi kewajiban kami, Bu. Jadi tidak perlu berterima kasih,” sahut dokter Hesti masih dengan senyumnya.
“Terima kasih, Dok,” ucap Zafira saat dokter Hesti sudah selesai memeriksa kondisi tubuhnya.
“Sama-sama, Nak. Terus terang saya senang sekali nak Zafira bisa dirawat disini. Saya akan sangat kehilangan kalau nak Fira sudah pulang kerumah, tapi itu lebih baik untuk kesehatan nak Fira, Jangan sungkan pada saya ya, anggap aja saya ini orang tua Zafira,” ucap dokter Hesti tulus.
Pak Juan, Bu Sinta dan Zafira terharu mendengar ucapan dokter Hesti. “Terima kasih, Dok. Selama saya bersinggungan dengan petugas medis, anda adalah dokter terbaik menurut saya. Anda memperlakukan kami sebagaimana keluarga. Maafkan kami jika beberapa hari ini telah merepotkan dokter dan klinik ini,” kata Juan.
“Tidak usah berterima kasih, Pak. Sebenarnya saya dulu punya anak perempuan yang cantik seperti nak Fira ini, namanya Gina. Dia gadis yang cantik, ramah dan periang. Hidup kami begitu sempurna ketika itu, saya dan suami serta seorang putra dan seorang putri, kami berempat sangat bahagia dengan kehidupan kami. Namun ternyata Allah berkehendak lain, suami saya dan putri saya Gina terlibat kecelakaan ketika suami saya menjemput Gina pulang sekolah dan mereka berdua menjadi korban meninggal dunia pada peristiwa kecelakaan itu. Saat itu Gina baru duduk di kelas 2 SMP. Kepergian suami dan putri membuat hidup saya sempat kehilangan arah. Namun anak saya satu-satunya yang masih hidup dan membutuhkan saya membuat semangat saya kembali bangkit.” Dokter Hesti bercerita sambil menyeka bening yang menetes di sudut matanya yang sudah mulai keriput.
“Maafkan saya, saya jadi bercerita yang tidak-tidak,” ucapnya lagi.
“Tidak apa-apa, Dok. Kami senang dokter Hesti mau berbagi cerita pada kami. Dengan begitu kami bisa belajar bahwa bukan hanya kami yang mendapat cobaan. Itu akan membuat kami semua tidak patah semangat dan merasa berkecil hati,” jawab Juan sambil melirik putrinya, dia berharap putri nya bisa mengambil pelajaran dari cerita dokter Hesti.
“Putri saya, Gina, kalau saja masih hidup mungkin sekarang usianya tak jauh beda dengan nak Fira. Itulah sebabnya saya sangat bahagia nak Fira dirawat disini beberapa hari ini, itu membuat saya merasa sedang berada di dekat Gina. Bolehkah saya menganggapmu sebagai putriku, Fira?” tanya dokter Hesti.
“Boleh, Dok. Fira akan sangat tersanjung jika dokter Hesti mau menganggap Fira sebagai putri Bu Dokter,” jawab Fira tulus.
“Terima kasih, Nak. Nah, sekarang kondisi Fira sudah sehat ya, saya harap Fira bisa lebih sehat lagi setelah pulang ke rumah. Jika kondisi psikis Fira merasa terganggu atau trauma itu datang, Fira bisa berkunjung kesini. Insya Allah saya akan selalu ada dan membantu Fira untuk sembuh secara fisik maupun psikis.”
“Kami tak tau lagi bagaimana caranya berterima kasih pada dokter Hesti,” ucap Pak Juan.
“Saya sudah berkomitmen untuk membantu sesama lewat pelayanan di klinik ini, Pak. Saya mulai mempelajari ilmu psikiater ketika suami dan putri saya meninggal. Saya terus belajar agar saya bisa menghilangkan kesedihan dan trauma kehilangan mereka. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk mendirikan klinik sederhana ini untuk membantu orang lain yang membutuhkan jasa saya dan klinik saya. Saya dengan senang hati akan membantu nak Fira untuk menghapus trauma atas kejadian yang menimpanya. Agar ilmu yang sudah saya pelajari tidak sia – sia.” Dokter Hesti berucap sambil mengelus-elus kepala Zafira yang kini tertutup jilbab.
“Masyaa Allah, semoga Allah membalas pahala besar atas semua ketulusan dokter Hesti,” ucap Bu Sinta yang diamini oleh mereka semua.
Pak Juan sedikit berdebat dengan kasir klinik ketika melakukan pembayaran atas perawatan Zafira. Pak Juan merasa tarif klinik ini terlalu murah dan tidak masuk akal untuk tarif rawat inap selama tiga malam di sana. Namun kasir mengatakan bahwa itu memang sudah tarif baku di klinik ini. Setelah berdebat di kasir klinik, Pak Juan, Bu Sinta dan Zafira pun pulang dari klinik dokter Hesti dengan memesan transportasi online.
Sesampainya di rumahnya, Zafira melihat motor maticnya terparkir rapi di dalam pagar. Seingatnya motornya itu terakhir diparkirnya di area mini market, di mana beberapa orang kemudian datang membekap mulutnya dan membuatnya kehilangan kesadaran.
Zafira menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan ingatan yang mengerikan itu. Dia ingat semua yang dikatakan dokter Hesti padanya, semua sugesti positif yang diajarkan dokter Hesti harus mengalahkan traumanya atas kejadian itu. Zafira sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa bangkit dan mengalahkan rasa trauma itu. Aku masih beruntung, masih bisa kembali berkumpul dengan ayah dan ibuku, sedangkan dokter Hesti harus terpisah selamanya dengan putrinya, aku tak boleh lemah! batin Zafira.
***
"Pa, kenapa Gilang harus ikut mobil Papa sih? Gilang kan bisa bawa mobil sendiri!" seru Gilang protes pada Pak Irawan.
"Sudah, kamu ikut aja. Papa khawatir kamu nggak tiba di kantor tepat waktu kalau bawa mobil sendiri. Ingat, ini hari pentingmu. Papa akan memperkenalkanmu sebagai penerus papa di meeting dengan kolega penting hari ini."
Gilang pun terdiam dan tak membantah lagi. Namun Gilang memicingkan matanya ketika menyadari bahwa mobil yang sedang ditumpanginya ini tidak mengarah ke perusahaan Irawan.
"Kenapa ke arah sini, Pa?" tanya Gilang.
"Papa mau mampir ke rumah karyawan papa dulu sebentar. Sudah beberapa hari ini beliau ijin tidak masuk kerja, papa hanya ingin memastikan keadaannya baik-baik saja," jawab Irawan.
"Kamu tau alamatnya Juan kan?" tanya Irawan pada supirnya.
"Iya, saya tau, Tuan" jawab supirnya sopan.
Tak berapa lama kemudian mobil berhenti di depan pagar sebuah rumah sederhana. Pak Irawan segera turun dari mobilnya saat supirnya membukakan pintu mobilnya, sementara Gilang terlihat sibuk memainkan ponselnya.
"Turun, Gilang!" seru Irawan.
"Gilang ikut juga, Pa?" tanya Gilang kesal.
"Iya, nggak sopan bertamu hanya di depan pagar. Ayo temani Papa masuk!" perintah Irawan.
Gilang pun keluar dari mobil dengan wajah kesalnya dan menyusul langkah papanya. Gilang terus fokus pada layar ponselnya saat Irawan mengetuk pintu depan rumah sederhana itu.
"Maaf, cari siapa?" Zafira membuka pintu dan heran melihat dua pria yang berpenampilan rapi dan elegan berdiri di sana.
"Assalamualikum, apa benar ini rumah Pak Juan?" tanya Irawan sopan.
"Walaikumsalam, iya benar, Pak. Saya putrinya. Silahkan masuk dulu, saya akan panggilkan ayah saya," jawab Zafira.
Irawan menyikut lengan Gilang ketika melihat putranya itu hanya fokus pada ponselnya. Hal itu membuat Gilang spontan mendongakkan kepalanya. Namun betapa terkejutnya Gilang ketika melihat sosok gadis yang berdiri di depan pintu dan sedang mempersilahkan Pak Irawan masuk.
DIA!!!
Gilang terhuyung menatap gadis yang berdiri tepat di depannya. Ponsel yang berada dalam genggamannya jatuh ke lantai teras rumah Zafira dan membuat Pak Irawan dan Zafira menatap heran pada Gilang.
BERSAMBUNG