webnovel

Chapter 2

“Keluar kalian semua dari sini!!!” perintah Gilang pada anak buahnya.

Dengan tergopoh-gopoh lima orang anak buah Gilang segera keluar dari ruangan itu dan berjaga-jaga di luar. Gilang kembali memusatkan pandangannya kepada sosok wanita yang ada didepannya. Hidungnya terus menerus mengendus aroma tubuh Zafira. Gilang yang masih terlihat sempoyongan menarik jilbab yang menutupi kepala Zafira dengan kasar. Matanya semakin liar ketika melihat rambut hitam panjang Zafira yang terurai ketika jilbabnya terlepas. Gilang semakin tak bisa mengendalikan nafsunya, matanya tertuju pada leher jenjang Zafira yang putih dan mulus. Gilang semakin liar merobek gamis yang dikenakan oleh Zafira. Nafasnya semakin memburu ketika tubuh polos Zafira kini terpampang didepan matanya. Dengan tergesa-gesa Gilang membuka kancing kemejanya sendiri kemudian melepas ikat pinggangnya.

“Akhhhh”. Tubuh Zafira terlihat bergerak sedikit ketika merasakan sakit luar biasa di bagian pusat tubuhnya. Gilang yang panik melihat tubuh Zafira bergerak buru-buru mengambil sehelai sapu tangan di meja yang tadi diletakkan oleh anak buahnya. Sapu tangan yang masih ada bekas obat biusnya itu kembali dibekapkannya ke hidung Zafira dan membuat tubuh Zafira yang tadinya bergerak pelan kembali terkulai tak berdaya.

Gilang terpaku ketika menyadari apa yang sudah diperbuatnya kepada gadis yang ada didepannya itu. Dia meremas rambutnya dan mengusap kasar wajahnya ketika menyadari bahwa dia telah menggagahi gadis yang menjadi korban salah culik oleh anak buahnya itu. Gilang menghela nafasnya kasar namun ada perasaan puas dalam hatinya atas apa yang baru saja diperbuatnya pada gadis itu. Gilang kembali mengendus – endus tubuh Zafira dengan hidungnya sebelum kemudian menjauh dari sana.

Aroma tubuh yang memabukkan, batin Gilang.

Setelah puas dengan perbuatannya, Gilang yang masih sempoyongan dalam pengaruh alkohol pun kembali memakai pakaiannya dan membuka pintu. Anak buahnya yang berjaga di depan pintu hanya menunduk padanya ketika Gilang keluar dari ruangan itu dan kembali menutup pintu.

“Jangan ada yang berani masuk kesana!” titahnya dengan mata merahnya.

“Siap, Bos”

Gilang pun berlalu dari sana kemudian menelpon dan memerintahkan salah satu pelayan wanita dirumahnya untuk datang ke apartemennya dan membawa baju ganti buat Zafira.

Tak berapa lama, seorang pelayan dari rumahnya pun datang dan langsung masuk ke kamar dimana Zafira berada dan melakukan semua yang diperintahkan oleh Gilang. Maria, pelayan yang datang dari rumah Irawan terkejut ketika mendapati sesosok wanita yang terkulai tak berdaya dalam keadaan polos tanpa busana di dalam kamar itu. Maria lebih terkejut lagi ketika melihat ada bercak darah di sekitar pusat tubuh gadis malang itu. Air mata Maria menetes menyadari apa yang baru saja terjadi pada gadis yang sedang dalam pengaruh obat bius itu. Perlahan disekanya bagian tubuh gadis manis yang sekarang tubuh dan lehernya dipenuhi bekas-bekas pelampiasan nafsu yang diyakininya dilakukan oleh tuan mudanya itu. Kasihan sekali gadis malang ini, batin Maria.

Dengan penuh kelembutan Maria membersihkan tubuh Zafira dan memakaikan baju yang tadi dibawanya pada gadis itu, sementara Gilang hanya memperhatikan dari kursi yang ada di sudut ruangan itu.

“Sudah selesai, Tuan” kata Maria setelah memakaikan baju pada Zafira.

“Bagus. Terima kasih atas kerjamu hari ini. Anak buahku akan mengantarmu kembali ke rumah. Dan ingat, jangan melaporkan apapun pada papa atau kau akan kupecat!” ancamnya.

“Baik, Tuan. Saya permisi” jawab Maria dan berlalu dari sana.

“Bawa gadis ini ke klinik terdekat, katakan kalian menemukannya pingsan di jalan. Jangan mengatakan apapun jika ada yang bertanya lebih jauh. Bungkam semua yang bertanya tentang gadis ini. Tinggalkan dia disana dan jangan meninggalkan jejak apapun atau kalian akan kupecat!!” perintah Gilang pada beberapa anak buahnya.

“Baik, Boss. Akan kami laksanakan!”

***

Drrtttt…. Drrttt…

Suara ponsel Gilang membangunkannya dari tidurnya, perlahan dia menggeliat dan meraih ponselnya diatas nakas.

“Halo. Selamat pagi, Pa” sapanya ketika mengatahui pak Irawan yang menelpon.

“PAGI APANYA!!! KAMU NGGAK LIAT INI SUDAH JAM BERAPA HAHH!!” semprot Irawan dari speaker ponsel Gilang. Gilang menjauhkan ponselnya dari kupingnya dan melirik jam diatas nakas. Pukul 11:20. Gilang menyeringai.

“Maaf, Pa. Gilang ketiduran” ucapnya.

“Mau jadi apa kamu Gilang? Apa kamu mau papa mewariskan perusahaan papa pada orang lain? Bagaimana kamu bisa menjadi pewaris dari semua hasil kerja keras papa jika kamu seperti ini?”

“Maaf, Pa.”

“Tiap hari kamu minta maaf tapi kamu tak pernah berubah, Gilang! Kenapa kamu nggak pulang kerumah semalam, bukankah sudah papa bilang sebelum kamu menikah kamu nggak boleh keluar dari rumah dan tinggal sendiri.”

“Gilang nggak sengaja ketiduran di apartemen Gilang dan nggak pulang kerumah, Pa.”

“Pulang sekarang juga!” seru Irawan.

“Baik, Pa. Gilang mandi dulu,” ucap Gilang malas.

Gilang menghela nafas ketika panggilan di ponselnya berakhir. Dia kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Tanpa sengaja Gilang mencium aroma parfum yang tak biasa pada bantalnya. Hmmmm, aroma apa ini? Aku suka aromanya. Gilang terus saja mengendus-endus bantalnya. Dia memicingkan matanya ketika memikirkan aroma asing yang melekat kuat di bantalnya itu. Gilang kembali teringat dengan Zafira gadis yang telah digagahinya kemarin di kamar ini. Dia tersenyum tipis ketika mengingat betapa memabukkannya tubuh gadis yang dibawa anak buahnya kepadanya itu.

“Ahhh, mengapa aku tiba-tiba teringat dengannya” gumam Gilang pada dirinya sendiri. Gilang pun berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Rasa segara menjalar ke sekujur tubuhnya ketika kucuran air dari shower menimpanya, Gilang memejamkan matanya menikmati kesegaran yang didapatkannya. Namun dia kembali mebuka matanya dan menggeleng-gelengkan kepalanya, wajah Zafira terus menerus terbayang di matanya, wajah gadis dengan rambut hitam legam terurai dengan kulit putih bersih itu terus menerus menghantui pikirannya. Gilang pun mengakhiri kegiatan mandinya, dan bergegas keluar dari kamar mandi. Tatapannya kembali terhenti pada bantal yang ada di tempat tidurnya. Dengan kasar, Gilang meraih bantal itu dan melemparkannya ke dalam tong sampah yang ada didalam kamarnya.

Gilang melangkahkan kakinya memasuki rumahnya yang luas, beberapa pelayan disana menyapa hormat padanya.

“Papa mana?”

“Tuan Irawan lagi di ruang kerjanya, Tuan. Tadi beliau berpesan jika Tuan Gilang sudah datang agar langsung masuk saja ke ruang kerja beliau,” jawab salah satu pelayan dengan hormat.

“Baiklah, aku akan kesana nanti.” Langkah Gilang terhenti ketika dia melihat Maria, pelayan yang kemarin datang ke apartemennya. Gilang menatap Maria sejenak kemudian berlalu dari sana menuju taman kecil di belakang rumah. Bayangan Zafira melintas dibenaknya saat Gilang melihat Maria.

Gilang meraih ponselnya dan melakukan panggilan pada anak buahnya.

“Kalian bawa kemana gadis itu kemarin,” tanya Gilang.

“Kami lakukan sesuai perintah, Bos. Kami membawanya ke klinik dan meninggalkannya disana tanpa meninggalkan jejak.”

“Apa kalian mengatahui dimana rumah gadis itu?”

“Tidak, boss. Kami tidak mengetahui dimana rumahnya, dan kami tidak meninggalkan jejak apapun.”

“Dasar b*doh!!” semprot Gilang menutup panggilan. Sementara anak buahnya diseberang telpon hanya mengangkat bahunya menerima semprotan dari bossnya.

“Alamat siapa yang sedang kamu cari!” suara tegas pak Irawan mengagetkan Gilang.

“Eh, bukan alamat penting, Pa …,” jawab Gilang.

“Lalu siapa yang tadi kamu semprot ditelpon begitu?”

“Hanya protes pada anak buah Gilang yang nggak becus, Pa.”

Irawan menatap tajam pada putranya. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh putranya itu. Irawan menarik napas panjang.

“Ada yang sedang kau sembunyikan?”

“Nggak ada, Pa.”

“Tapi papa merasa seperti itu. Papa tunggu kamu bicara atau papa akan mencari tau sendiri.”

Bersambung.