webnovel

Keadaan Ayah

"Stop. Kamu itu apa-apaan si. Kan dia udah minta maaf. Kenapa kamu masih pukulin dia kaya gini?"

"Kamu pikir minta maaf itu mudah? Dengan minta maaf Ayah saya bisa sadar dan sehat kembali? Bisa? Engga kan?"

Ketika Qanita sedang marah-marah kepada Rafandra dan Arista, Ashilah tiba di rumah sakit. Ashilah berusaha untuk menenangkan adik semata wayangnya itu.

"Qanita. Udah de. Udah. Kamu kenapa jadi emosi seperti ini sih?"

"Gimana aku ga emosi kak? Kakak tau mereka siapa? Mereka itu adalah orang yang udah tabrak Ayah. Mereka yang udah buat Ayah ga berdaya di dalam seperti ini."

"Astaga. Ya ampun."

Ashilah hanya bisa melihati Rafandra dan Arista tanpa bisa melakukan apa-apa. Karena Ashilah juga bingung harus berbuat apa kali ini. Dan Ashilah lebih bisa mengontrol emosi dibanding Qanita.

Ketika kehebohan itu terjadi, Dokter yang menangani Ayah mereka keluar dari dalam ruangan. Qanita dan Ashilah langsung menghampirinya.

"Gimana keadaan Ayah saya, Dok? Ayah saya ga kenapa-kenapa kan?" tanya Qanita dengan sangat khawatir.

"Ayah kalian sudah sadarkan diri. Tetapi ada luka dalam di bagian otaknya dan harus segera di tindak lanjuti. Tetapi Ayah kalian meminta kalian untuk masuk ke dalam dan menemuinya. Jadi silahkan kalian berdua masuk ke dalam. Tapi saya minta tolong, jangan buat keributan ya di dalam."

"Iya Dok, pasti. Terima kasih, Dok."

"Baik, sama-sama."

Ashilah dan Qanita yang sangat khawatir dengan keadaan Ayahnya sedari tadi langsung masuk ke ruangan itu dengan sangat terburu-buru. Mereka berdua sudah tidak sabar lagi untuk bisa bertemu dengan sang Ayah.

"Gimana ya keadaan korban? Jujur, aku takut kalo pihak keluarga dia akan nuntut aku," ucap Rafandra dengan khawatir.

"Kamu ga usah khawatir gitu sayang. Ayah mereka kan ga kenapa-kenapa juga. Lagian orang seperti mereka itu tinggal di kasih uang aja. Pasti mereka akan langsung terima."

Ketika Rafandra sedang khawatir karena takut di tuntut oleh keluarga korban, tiba-tiba saja Mamah dari Rafandra meneleponnya. Mau tidak mau Rafandra harus menjawabnya. Karena jika Rafandra tidak menjawabnya, yang ada Mamahnya itu akan curiga dengannya. Apalagi sebenarnya pagi ini Rafandra ada meeting penting yang akan di hadiri oleh Mamahnya juga. Tetapi dalam keadaan seperti ini sudah pasti Rafandra tidak bisa datang ke meeting itu.

"Mamah aku telepon. Aku angkat dulu ya sebentar."

"Iya, sayang."

"Hallo, Mah."

"Hallo. Kamu dimana sih? Kenapa kamu belum sampai kantor juga? Kamu tau kan kalo pagi ini kita ada meeting penting?"

"I... Iya, Mah aku tau."

"Terus kenapa kamu belum sampai di kantor juga?"

"I... Ini, Mah."

"Ini apa?"

"A... Aku. Aku tadi habis nabrak orang, Mah."

"Apa? Kamu nabrak orang? Kok bisa?"

"Ceritanya panjang Mah. Aku ga bisa jelasin ke Mamah di telepon. Tapi aku ga bisa datang ke meeting pagi ini. Karena aku juga lagi takut karena keluarga korban akan tuntut aku."

"Aduhhh kamu itu ada-ada aja si. Yaudah kalo gitu kamu sekarang dimana? Biar Mamah bantu. Mamah ga mau ya sampai nama baik keluarga kita jelek hanya karena masalah ini."

"Iya, Mah. Nanti aku kirimin alamat rumah sakitnya ke Mamah lewat sms ya, Mah."

"Yaudah kalo gitu Mamah tunggu."

"Iya, Mah."

Sambungan telepon di matikan. Setelah itu Rafandra langsung mengirimkan alamat rumah sakit tempat Rafandra membawa korban kecelakaan itu kepada Mamahnya. Masalah ini ternyata akan di tangani oleh Mamahnya secara langsung. Karena yang namanya seorang Ibu pasti tidak ingin jika anaknya kenapa-kenapa. Walaupun sebenarnya itu semua adalah kesalahannya sendiri.

*****

Di dalam ruangan Ayah Ashilah dan Qanita.

"Ayah. Ayah ga apa-apa? Apa yang sakit Ayah? Bilang sama Qanita."

"Iya. Apa yang Ayah rasakan sekarang? Ayah mau apa? Biar Ashilah ambilkan ya."

Betapa khawatirnya Ashilah dan Qanita dengan kondisi Ayahnya sekarang ini. Apalagi Ayah mereka berdua terlihat sangat mengkhawatirkan. Kondisinya sangat lemas tidak seperti biasanya yang selalu terlihat ceria. Tetapi kali ini Ayah mereka terlihat sangat murung dan sedang ada yang di tahan dari rasa sakitnya. Mereka berdua juga sangat khawatir dengan Ayahnya karena hanya Ayah lah yang mereka berdua punya sekarang ini.

Ayah Ashilah dan Qanita berusaha untuk bangun dari posisinya dengan sangat susah payah. Ashilah dan Qanita yang melihatnya merasa semakin khawatir.

"Ayah. Ayah mau apa? Biar Ashilah ambilkan ya. Ayah jangan bangun dari tempat tidur kaya gini."

"Iya, Ayah. Ayah kan masih belum pulih."

"Ayah ga mau apa-apa. Tapi apa yang menabrak Ayah ada di sini?"

"Ayah kenapa tanya orang itu? Dia itu orang yang udah membuat Ayah seperti ini. Kenapa Ayah tanyain dia?" tanya Qanita yang sangat emosi ketika mendengar tentang orang yang sudah menabrak Ayahnya.

"Ayah cuma pingin ketemu sama dia. Tolong panggilkan dia ke sini ya, nak."

"Tapi, Yah. Buat apa si Ayah panggil dia ke sini? Lebih baik sekarang Ayah istirahat aja ya."

"Udah de. Lebih baik kamu panggilan aja ya orang itu ke sini. Kasihan Ayah. Emangnya kamu ga kasihan sama Ayah?"

Qanita melihati wajah Ayahnya yang sangat lemas. Qanita yang awalnya tidak setuju jika Ayahnya ingin bertemu dengan orang yang sudah menabraknya kini Qanita pun menyetujuinya. Itu semua demi Ayahnya.

"Yaudah kalo gitu Qanita panggilan orangnya dulu ke sini ya, Yah."

"Iya, nak. Makasih banyak ya, nak."

"Iya, Ayah. Sama-sama."

Qanita keluar dari dalam ruang rawat Ayahnya untuk memanggil Rafandra. Orang yang sudah menabrak Ayahnya.

*****

Di luar ruang rawat Ayah Ashilah dan Qanita.

Sebelum Qanita memanggil Rafandra untuk masuk ke dalam, sudah tiba Mamah dari Rafandra yang datang untuk membantu Rafandra menyelesaikan masalah ini. Mamah dari Rafandra rela tidak mengikuti meeting penting kali ini karena dia tidak mau sampai Rafandra kenapa-kenapa.

"Rafandra. Ya ampun. Sekarang korbannya dimana? Gimana keadaannya?" tanya Mamahnya Rafandra.

"Korbannya udah di tangani oleh Dokter, Mah. Sekarang dia lagi di jenggukkin sama anak-anaknya. Karena dia ingin bertemu dengan anak-anaknya."

"Syukur lah kalo dia masih selamat. Nanti biar Mamah bicara aja sama orang itu. Orang seperti itu pasti ujung-ujungnya akan minta uang yang banyak kan dari kita. Nanti biar Mamah kasih aja uang yang banyak ke orang itu."

"Tapi, Mah. Kalo orang itu ga mau uang dan tetap mau tuntut aku ke polisi gimana?"

"Ga akan. Mamah jamin itu. Kamu percayakan aja semuanya ke Mamah."

"Yaudah kalo gitu Mah."

Tidak lama kemudian Qanita keluar dari dalam ruang rawat Ayahnya. Rafandra yang melihatnya langsung menanyakan orang yang sudah dia tabrak.

-TBC-