webnovel

Winter's Tale

Menghabiskan waktu bersama dengan seseorang dalam waktu yang cukup lama tidak berarti kau mengenalnya. Mungkin selama ini yang kalian lakukan hanyalah sekedar basa - basi semata. Atau mungkin salah satu diantara kalian tidak sepenuhnya mempercayai satu sama lain dengan apa yang telah dan sedang dialaminya. Bagi Zeline hidup dengan membatasi diri adalah hal biasa untuknya, bahkan menjadi sebuah keharusan. Sedangkan bagi Reigan, menghabiskan waktu lebih dari setengah umurnya mengenali wanita itu nyatanya tidak bisa membuat Reigan memilikinya begitu saja. Setelah semua masalah yang terjadi nyatanya masih ada begitu banyak lembaran kosong yang tidak ia ketahui dan mengerti tentang Zeline.

Rzndaa7 · perkotaan
Peringkat tidak cukup
10 Chs

Chapter 9

Sudah hampir 6 hari semenjak berita itu menyeruak di kalangan public dan Zeline tetap bungkam. Semua pihak menutupi perusakan yang terjadi pada butik nya dan mengunci rapat semua karyawan Zeline untuk tidak membocorkan hal tersebut.

Shasya ikut bungkam, ia menyambut kembalinya Zeline setelah 6 hari absen dari pekerjaan nya. Wanita itu hanya menyampaikan beberapa masalah terkait desaign baju dan stok bahan yang harus dipersiapkan untuk pembuatan beberapa busana. Dilain sisi Reigan dan Max ikut mengancam semua Media yang berusaha mendekati wanita itu, namun hal itu tetap lah sulit.

Kali ini Zeline menghabiskan jam istirahatnya diruang kerja setelah absen panjang dari semua desaign yang harus diselesaikan, Syasha bersama nya ikut menemani menghabiskan waktu bersama. Beberapa plastik makanan siap saji sudah tertata dimeja ruangan tersebut, kedua wanita itu mengambil tempat masing - masing, menyantap hidangan yang ada untuk beberapa saat sebelum berbincang.

"Apa kau baik - baik saja setelah 6 hari menghabiskan waktu bersama mereka?" Zeline hanya mengangguk menggerakkan tubuhnya sembari mengunyah makan siang.

"Friendzone huh?" perkataan itu sukses membuat Zeline tersedak, Syasha hanya tertawa dan ikut membantu memberikan minuman untuk sahabat nya.

"Apa kau pernah terjun dari lantai 5?" Tanya Zeline setelah lega dari rasa tersedaknya.

Syasha menggeleng sambil mendengus "Kalian sungguh aneh"

"Kau sungguh mengetahui dengan jelas alasan ku dan Reigan untuk itu Sya"

"Tidak ada yang bisa mengendalikan perasaan sekalipun itu pemiliknya Zeline"

"Kau hanya tidak tau rasanya kembali dengan keadaan yang berbeda.." suara itu terdengar lirih namun Syasha masih mendengarnya dengan jelas, ikut pilu mendengar penuturan tersebut.

"Aku menyayangi Max, layaknya aku menyayangi mu, aku berharap yang terbaik untuk kalian. Dan Reigan—" Zeline terhenti untuk sesaat "Aku mengharapkan hal yang sama untuk nya, untuk pria yang kucintai hingga aku bahkan tidak tau seberapa besar rasa itu untuk kugambarkan—"

"—Hanya saja ada beberapa hal yang tidak bisa kupaksakan, beberapa hal yang mungkin akan berdampak padanya, aku hanya tidak ingin kembali menjadi awal dari kehancuran seseorang" Zeline menambahkan.

"Apa kau kira Reigan memiliki pemikiran yang sama dengan mu?" Zeline hanya tersenyum dan mengedikkan kedua bahu nya, ia beranjak dari sofa membawa beberapa sampah plastik dan membuang nya lantas kembali menuju meja kerja menyelesaikan beberapa tumpukan gambar. Shasya sungguh mengerti jika Zeline menghindari topik itu.

Tanpa mereka ketahui jika Laura mendengarnya, ia berada di pintu ruang kerja Zeline cukup lama, mengurungkan niatnya untuk masuk ketika pembahasan tentang Reigan dan Maximillian terdengar olehnya. Wanita itu bernafas lega mengetahui jika Zeline tidak seperti apa yang dipikirkan selama ini. Ia menyesal meragukan Max dan tidak mempercayai pria tersebut.

Laura memutuskan untuk mengetuk pintu, membuat dua wanita didalam sana melirik padanya. "Apa aku mengganggu mu ?"

Zeline tersenyum simpul mengetahui Laura datang "Masuk lah"

Shasya merapikan makanan nya dan segera undur diri, meninggalkan mereka berdua dalam keadaan hening untuk beberapa menit.

"Kau memiliki ruang kerja yang bagus"

"Aku mendesaign nya sesuai selera ku dan berhasil" Laura mengambil tempat duduk disofa bersebrangan dengan Zeline. Wanita itu membawakan sebuah minuman dari lemari pendingin disudut ruangan, setelah nya tidak ada satupun diantara mereka yang membuka suara.

Zeline kembali tersihir dengan keadaan saat ini, rasanya ia sudah cukup banyak mengalami hal ini di masa lalu nya, satu yang tidak diketahui adalah fakta bahwa tubuhnya mulai memberikan respon negatif, beberapa kenangan buruk dimasa lalu entah mengapa mulai muncul kembali. Zeline mencoba untuk tenang dan untuk beberapa saat wanita itu kehilangan fokus nya

"Max..." Zeline menatap lurus pada sosok dihadapan nya "Kau datang untuk menanyakan hubungan ku dan Max"

Laura cukup terkejut dengan Zeline yang tiba - tiba saja terkesan dingin dan berbeda bahkan nada suara wanita itu terdengar tak sama. Seluruh kata yang ingin diucapkan nya kembali tertelan, entah mengapa sosok dihadapan nya saat ini membuat Laura tidak nyaman.

***

"Dokter, apa berita itu benar ?" Reigan menatap sekilas perawat yang sedang membantu mempersiapkan Medical Report para pasiennya. Ia mencoba memahami maksud pertanyaan tersebut karena saat ini namanya tengah sibuk diperbincangkan

"Terkait keputus—"

"Apa kau serius dengan keputusan mu ?" Geovano masuk begitu saja memotong pembicaraan perawat dan duduk disebrangnya. Reigan menghela nafas dan kembali membaca Medical Report yang belum terselesaikan setelah memberi tanda kepada perawat untuk meninggalkan mereka berdua.

"Itu benar"

"Apa ini berhubungan dengan wanita itu ?" ia tidak menjawab

"Hanya karena seorang wanita kau melepas—"

"—Berhenti mencampuri urasan yang bukan milik mu!" Geo tidak lagi berusaha mendebat Pemilik Rumah Sakit tempatnya bekerja ini.

Keputusan Reigan untuk pindah ke Amerika sudah matang hingga Zeline kembali dan semua rencana nya harus kembali disusun secara ulang. Alasan sesungguhnya ia memilih karena pria itu benci berada disini dan ingin meninggalkan tempat ini. Reigan benci karena harus berada ditempat dimana Zeline tersakiti dan menghilang dari pandangan nya.

Bagi Reigan, Zeline bukan lah sebuah pilihan, karena wanita itu akan selalu memenangkan setiap hal yang ada. Beberapa hal memang menjadi fokus utama, Perusahaan salah satunya. Ia sungguh percaya dengan Max, hanya saja Reigan memiliki kapasitas lebih besar dari itu, tanggung jawabnya lebih besar dan ia memiliki janji dengan mendiang Ayahnya untuk membuatnya bangga.

"Kini aku mengerti alasan mu untuk terjun ke dunia ini"

Zeline

Zeline adalah alasan terbesar Reigan untuk berada didunia medis. Zeline memiliki kondisi fisik yang rapuh, dengan segala sensitivitas yang dideritanya. Pria itu berharap bisa menjadi orang pertama yang bisa membantunya, melindunginya, menyembuhkan setiap luka nya, walaupun semua itu kini terdengar seperti omong kosong semata.

"Wanita yang menarik"

"Pergilah, cukup Maximillian yang menjadi akar dari semua masalah ku" Geovano terkekeh ditempatnya lantas beranjak pergi, ia berbalik ketika mencapai pintu keluar

"Ku harap kau mendapatkan wanita mu Rei" Ia hanya tersenyum simpul membalasnya. Karena ia tidak akan lagi melepas Zeline, tidak akan pernah.

Reigan memutuskan untuk pulang lebih awal dan sudah bersiap dengan pakaian training nya. Max sudah menunggu dipelataran parkir Rumah Sakit dan mereka berencana untuk pergi Berolahraga di sebuah Stadion besar di pusat kota. Pria itu sudah bersandar di pintu mobil nya ketika Reigan tiba.

"Mobil mu ?"

"Aku menyuruh supir untuk membawanya"

Perjalanan menuju tempat tersebut memakan waktu 1 jam, Max terlihat duduk tidak nyaman di tempat nya dan beberapa kali mengeluarkan sumpah serapah menatap ponsel ditangan nya

"Laura ?"

"Ia membatalkan acara makan malam dan sekarang ponsel wanita itu tidak aktif"

"Meeting Maybe"

"Ia meninggalkan kantor sebelum jam makan siang dan tidak kembali" Reigan hanya mengangguk sebagai respon tanpa mengalihkan pandangan nya menatap jalan yang penuh dengan lalu lalang kendaraan.

Beruntung stadion besar tersebut tidak terlalu ramai, Reigan dan Max sudah memiliki rencana untuk menggunakan masker hitam selama mereka berolahraga untuk menghindari Media dan orang - orang yang berada disana. Para pengunjung wanita yang mengetahui keberadaan dua pria tampan itu tetap secara diam - diam mencoba mengambil gambar, namun setidak nya itu lebih baik dibandingkan mencoba mendekat dan mengganggu kegiatan mereka berdua.

"Ada perkembangan dari sana ?" Reigan menggeleng sambil mengatur ritme langkahnya bersejajar dengan Max.

"Aku berencana untuk pergi ke tempat Zeline melakukan Therapy di London, ada sesuatu yang harus ku pastikan "

"Kau yakin pihak Medis disana akan membantu mu memberikan Medical Report secara sukarela ?"

"Dom membantu ku menyelidiki nya" mereka saling terdiam dan melanjutkan putaran.

"Reigan !!"

Suara teriakan wanita dari arah belakang menghentikan mereka berdua. Shasya berdiri tidak jauh dari sana dengan wajah yang sulit diartikan dan terengah sambil berjalan mendekat

"Ku pikir kalian pergi bersama Zeline melakukan kencan ganda"

"Kencan Ganda?"

"Ya, Laura datang ketika jam makan siang dan mereka pergi bersama setelah itu. Pihak keamanan gedung bahkan baru saja menghubungi ku menanyakan keberadaan Zeline yang belum kembali"

Kedua pria itu saling bertatapan. Reigan menangkap arti lain dari gesture wanita dihadapan nya, beberapa kali wanita itu melirik padanya mencoba menyampaikan sesuatu dibalik tatapan itu. Shasya hanya mencoba untuk menghindarkan Max dari pembicaraan yang akan disampaikan nya. Namun kebisuan yang terjadi beberapa saat diantara mereka membuat Max ikut mengerti ada sesuatu yang salah.

"Kau mencoba menyembunyikan sesuatu dari ku" itu adalah pernyataan. Max mengambil posisi untuk berdiri disamping Reigan, menatap wanita itu secara langsung.

Shasya tidak memiliki pilihan lain selain mengatakan yang sejujurnya, ia menghela nafas mencoba untuk tenang, matanya kini menatap lurus pada manik mata Reigan "Kita harus mencari Zeline, aku sungguh mengkhawatirkan nya "

"Apa terjadi sesuatu ?" Reigan paham jika wanita itu sedang berusaha untuk tidak menyinggung perasaan Max terlebih hal itu menyangkut tentang Zeline dan tunangan nya.

"Katakan" Shasya nampak menghela nafas mendengar penekanan dari Max.

"Aku sudah menghubungi Zion dan menunggu kabar darinya namun hingga sampai saat ini belum ada kabar apapun—" Shasya meraup udara sebanyak mungkin sebelum menjelaskan semuanya

"—Zeline pergi dengan membawa senjata tajam bersama Laura"

Tubuh kedua pria itu menegang, Reigan segera berlari melesat menuju mobil nya. Max segera menarik tangan Shasya untuk ikut menyusul pria tersebut.

"Mengapa kau tidak menghubungi ku atau Reigan ?!" Max membentak wanita itu sambil tetap berlari menyusul sahabat nya

"Aku tidak memiliki nomor mu dan pria dingin itu tidak menjawab panggilan ku !"

Max dan Shasya segera masuk kedalam mobil. Reigan membanting stir menaikan kecepatan untuk segera melesat mencari keberadaan Zeline dan Laura.

Max sibuk mencoba menghubungi beberapa orang untuk membantu mencari keberadaan Zeline dan tunangan nya. Shasya yang berada dibangku belakang ikut melakukan hal yang sama, ia bersyukur keputusan nya menghubungi asisten Reigan membuahkan hasil setelah tidak menemukan pria itu di Rumah Sakit.

Tatapan itu sama seperti ketika pertama kali ia mengunjungi Zeline ketika masa perawatan. Ketika ia mengetahui hal buruk terjadi pada sahabat nya dan ia memaksa Zac dan Zion untuk membawanya menemui wanita itu. Shasya dan Zeline berada di sekolah yang berbeda. Zeline, Reigan dan Maximillian selalu berada di sekolah yang sama sedangkan dirinya memutuskan untuk masuk sekolah khusus wanita ketika berada di kelas menengah atas, membuatnya tidak bisa berada disamping Zeline dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi padanya.

Shasya ingat ketika pertama kali masuk kedalam ruang serba kaca itu, Zeline duduk disudut ruangan memainkan sebuah boneka, wanita itu tidak menyapa nya bahkan seakan tidak perduli. Ia tidak mengerti apakah Zeline bahkan menyadari kehadiran nya atau tidak diruangan itu hingga ia mencoba untuk memanggilnya

#FlashbackOn

"Jelly..."

Tidak ada respon, ia mencoba mendekat sambil menunggu persetujuan dokter yang memantau nya dari luar ruangan. Shasya mencoba mengambil 1 langkah kembali untuk mendekat hingga jarak nya hanya beberapa langkah kaki dari Zeline.

"Jelly.. kau mendengar ku?" Masih sama. Zeline tidak menanggapi kehadiran nya

"Maaf, maaf karna aku tidak disamping mu ketika kau butuh..—"

Shasya mencoba untuk ikut duduk didekat wanita itu, hanya berusaha menahan tangis dan tidak terisak didepan Zeline karna sungguh ia pun tidak mengerti mengapa seperti ini.

"Kau tau, aku memaksa Zac dan Zion membawa ku kesini untuk menemui mu—kau tidak membalas pesan dan menjawab panggilan ku selama beberapa hari"

"—mereka bahkan membohongi ku dan berkata kau sedang berlibur. Kedua kakak mu benar - benar buruk bukan?"

Zeline masih dengan kegiatan nya mengelus boneka beruang yang terlihat sedikit kusam. Shasya menghela nafas, setitik air mata jatuh disudut matanya.

"Apa kau tau, aku tidak diizinkan untuk berada terlalu dekat dengan mu. Mereka melarang ku—tapi kau mengenal ku dengan sangat baik bukan?—aku tidak perduli" Shasya beranjak dari posisi nya dan memeluk sahabat nya itu dari samping. Ia bisa melihat para perawat dan Dokter berlari dan bersiaga didekat pintu memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi

Tapi Shasya tidak peduli. Baginya Zeline adalah Zeline dan akan selalu begitu, ia masih lah sahabat nya dan ia sangat mengetahui jika Zeline membenci semua ini

"Aku merindukan mu, cepat lah kembali karna aku memiliki banyak waktu untuk mendengar semua cerita mu—aku menyayangi mu Zel, kau sahabat ku dan akan selalu seperti itu "

Sebuah tetesan air menyentuh pergelangan tangan nya, Shasya terkejut karna Zeline menangis dalam diam dan hal itu sungguh membuatnya ikut menangis hebat.

"Menangis lah.. menangis lah—tidak apa.." dan ia memeluk tubuh Zeline lebih kuat dan waktu terasa begitu panjang.

"London bridge is falling down.." suara serak itu menyadarkan Shasya hingga melepaskan rengkuhan nya, mencoba untuk kembali duduk menatap wajah Zeline

"My fair lady.." Lagi, Zeline kembali mengeluarkan suara yang membuat Shasya tidak begitu mengerti dengan jelas maksud dibalik lagu itu

"Zeline.. ?"

Dan untuk pertama kalinya wanita itu merespon, ia menoleh menatap Shasya dengan wajah yang sungguh berbeda. Wajah itu sungguh membuat Shasya bahkan seketika mundur secara perlahan karna ketakutan. Tersenyum. Zeline Tersenyum.

"Zel..." ia berucap parau

"Ingin bermain dengan ku?" Suara itu sungguh berbeda.

"Zeli—"

"—Mengapa kau hanya memanggil Zeline ?!!!" Dan setelah itu satu - satu nya hal yang diingat oleh Shasya adalah Zeline mengamuk dan mencoba untuk menariknya, juga para perawat yang berhamburan masuk memegangi wanita itu. Dan Shasya tidak mengingat apapun lagi setelah itu, ia pingsan.

#FlashbackOff

"Kau mengetahui sesuatu" Reigan berucap dingin sambil menatap tajam pada wanita di kursi penumpangnya melalui kaca spion mobil. Max ikut berbalik menatap tajam pada Shasya yang kini merasa terkepung dengan kedua pria itu, rasa sedih yang ditahan nya kini meluap.

"Apa ini berkaitan dengan Alter Ego ?" tanya nya lagi

Setetes air mata lolos dari sudut mata wanita itu. Tidak, ia hanya tidak cukup kuat untuk menjelaskan dan menerima keadaan Zeline yang sebenarnya. Shasya ikut hancur dengan keadaan sahabatnya itu.

"Sha.." Panggilan lembut Max membuat wanita itu menghadapnya, senyuman pria itu justru membuat hati nya hancur, air mata nya sudah tak terbendung. Ia hanya tidak mengerti mengapa harus Zeline ?

"It hurts me too Sha.." Max berkata lirih, tangis itu benar - benar pecah. Reigan melambatkan lajunya, ia menghela nafas mencoba untuk tenang dan memutuskan menepi di pinggir jalan, Shasya masih menangis di kursi penumpang, Max mengulurkan tangan nya meraih telapak tangan wanita itu untuk digenggamnya. Mereka hanya mencoba untuk saling menguatkan.

"Bukan—bukan Alter Ego—" ia menggenggam tangan Maximillian lebih kuat

"—Zeline mengidap D.I.D (Dissociative Identity Disorder)"

Reigan dengan keras memukul stir mobilnya membuat suara klakson terdengar begitu panjang. Genggaman tangan Max pada tangan Shasya ikut melemas

"Mengapa harus Zeline—"

"—Katakan padaku mengapa harus Zeline ?" dan tidak ada satu pun yang mampu menjawab pertanyaan wanita itu

**