webnovel

Serupa Tapi Tak Sama

John Lee hanya bisa mengikuti jalan Raiden Ei karena perempuan itu memegang tangannya dengan erat, mereka menyusuri sepanjang jalanan kota Liyue tanpa suara hingga akhirnya tiba di daerah pelabuhan. Setelah mengatur nafas, Raiden Ei menyilangkan tangannya di dada sembari menghentakkan kakinya ke tanah berkali-kali.

"Jelaskan," ujar Raiden Ei membuka suara.

"Masalah kalimat itu?" tanya John Lee hati-hati.

Ia tidak memiliki perjanjian apa pun tentang kembalinya ia menjadi seorang siswa SMA, mungkin tidak akan terjadi apa-apa jika ia memberitahu semuanya tentang mukjizat aneh ini kepada sang istri.

Mata John Lee justru tertuju pada perut Ei yang sudah semakin membesar, rasa rindu kepadanya semakin bertambah, memang benar kalau perempuan sedang mengandung itu malah semakin membuatnya bersinar, apalagi pancaran sinar bulan seperti hanya menyoroti Ei seorang.

"Saya tidak yakin kamu akan—"

"Kamu?! Berani sekali anak sekolahan seperti kamu bicara seperti itu?! Tidak ada sopan santunnya sama sekali!" potong Raiden Ei kesal.

John Lee tidak bisa menahan perasaannya, ia hanya ingin memeluk Raiden Ei saat ini. Namun, apa daya jika semuanya terhalang oleh sesuatu yang sukar untuk dijelaskan dengan mudah.

"Saya pernah melihat Mba di pasukan khusus militer Inazuma saat bertandang ke Liyue," jawab John Lee, berusaha mengarang cerita agar bisa dipercaya oleh Raiden Ei.

"Bohong,"

Raiden Ei menatap emas milik John Lee, "Semakin dilihat, kamu semakin mirip dengannya,"

"Dengannya?"

"Ya, suami saya," tutur Raiden Ei lirih.

Perempuan bersurai ungu itu menghela nafas berat, ia duduk di salah satu kursi kayu di pinggir pelabuhan tempat kapal-kapal yang sedang menepi.

"Suami saya kecelakaan dan sekarang sedang dalam masa koma, tidak ada yang tahu kalimat itu kecuali saya, suami saya, dan orang-orang di masa lalu saya," lanjut Raiden Ei dengan mata berkaca-kaca.

Seandainya kamu tahu, kalau aku adalah suami kamu, gumam John Lee dalam hati.

Raiden Ei mendongak ke arah lelaki berseragam sekolah itu, matanya berkaca-kaca karena kembali teringat oleh raut wajah yang persis seperti yang sedang ditunjukkan oleh John Lee.

"Sekarang katakan, dari mana kamu tahu kalimat sakral itu?" desak Raiden Ei sedikit keras.

"Saya akan ceritakan yang sebenarnya, tapi tolong percaya dengan saya meskipun rasanya mustahil untuk dicerna oleh nalar manusia biasa,"

John Lee jongkok agar kepalanya sejajar dengan Raiden Ei, ia membuka kancing baju seragamnya untuk menunjukkan sesuatu, tetapi Ei malah terbelalak setelahnya.

"Luka di dada kiri ini, mungkin akan menjadi bukti bahwa saya adalah orang yang kamu kenal," jelas John Lee kepada Raiden Ei.

Setelah seluruh pakaian atasnya terbuka, kini Ei dapat melihat dengan jelas semua bekas luka lelaki itu di titik yang sama seperti Zhongli. Air matanya menetes saat ia menyentuh tubuh bidang orang yang ada di depannya.

"Kamu..."

"Kenapa..."

"Jadi..."

"Seperti ini?"

Yang ditanya hanya menggelengkan kepala, John Lee menyibak surai ungu Ei yang berantakan. Pelukan hangat itu mulai terasa di tubuh Ei saat John Lee mendekap tubuh rapuhnya.

"Setelah kecelakaan, saya mendengar suara aneh dalam tidur saya. Dia menjanjikan kehidupan untuk saya namun dengan syarat, dan inilah syaratnya,"

"Membuatmu kembali menjadi siswa SMA?" tanya Raiden Ei sembari memejamkan mata dan mengeratkan pelukannya.

"Ya, seperti itu kira-kira," jawab John Lee singkat.

Suara grasah-grusuh terdengar di sekitar mereka, John Lee melepas pelukannya perlahan namun Ei masih tak bisa melakukan hal itu. Dari belakangnya tampak seseorang tengah mengarahkan pistol dengan peredam tepat ke arah John Lee dan Raiden Ei.

"Kita harus pergi," bisik John Lee tepat di telinga kiri Ei sangat pelan.

Ei mengangguk, saat ia melepaskan pelukannya John Lee langsung menyenggol pelan tubuh Ei untuk menghindari tembakan pertama dari musuhnya.

Tak hilang akal, John Lee melempar batu kerikil tepat ke kepala si algojo, ia tahu betul atribut milik orang misterius itu. John Lee menuntun Ei berlari perlahan, namun di depannya sudah banyak pasukan berjubah hitam dengan senjata lengkap mengelilingi mereka saat ini.

"Ini dia, anak SMA yang memiliki hubungan gelap dengan istri seorang pasukan khusus," ucap Pantalone dengan senyum khasnya.

Pria bersurai hitam dengan cincin melingkar di seluruh jarinya itu mengisyaratkan kepada bawahannya untuk memberikan senjata favoritnya. Bunyi kokangan peluru itu nyaring terdengar di malam sepi ini, John Lee dan Raiden Ei berada di situasi yang pelik, mereka tak bisa berbuat banyak mengingat kondisi sang istri saat ini tengah mengandung.

"Berharap keajaiban? Tidak mungkin! Bagaimana bisa perempuan bunting seperti dia bertahan jika dihujani besi panas ini?!" sentak Pantalone menunjukkan urat-urat di sekitar wajahnya.

Tiba-tiba suara teriakan bawahan Pantalone menggelegar di sekitarnya, benang-benang tipis milik Yelan melukai seluruh anak buah Pantalone kecuali ia sendiri. Pantalone tidak jatuh walaupun kini seluruh tubuhnya sudah terlilit hingga mengeluarkan darah, benang tipis itu sudah melingkar di lehernya namun senyum lebarnya masih menghiasi lelaki bersurai hitam tersebut.

"Ternyata ada bala bantuan,"

Dari belakang John Lee dan Ei, Yelan memunculkan sosoknya. Ia terbilang ahli menyembunyikan dirinya dengan kamuflase, ini adalah salah satu kemampuan anggota secret service kelas S.

"Menyerahlah, Pantalone. Nyawamu sudah di ujung tanduk," ancam Yelan sambil tersenyum.

Pantalone masih bisa menampakkan gigi rapinya ke arah mereka, dengan cepat ia menarik benang tipis tersebut hingga tubuh Yelan tertarik dengan sendirinya.

Brak! Yelan tersungkur ke tanah lalu dipijak oleh Pantalone, sepatu boot miliknya sudah ada di atas perut Yelan, perempuan itu berteriak histeris ketika Pantalone memutar kakinya di atas perut Yelan sambil menambah kekuatannya.

"Ternyata benar, kau adalah Zhongli," ujar Pantalone sambil terkekeh.

Lelaki bersurai hitam itu kembali mengokang pistolnya, John Lee membelakangi Raiden Ei sekaligus membentangkan kedua tangannya untuk melindungi sang istri. Senyum intimidasi Pantalone benar-benar membuatnya risih, tak sedikit pun kelemahan itu ditunjukkan olehnya walaupun kini situasi sudah berbalik.

"Menyerahlah,"

Pantalone kembali menembakkan pelurunya tanpa aba-aba, dengan cepat besi panas itu melesat tepat ke kepala John Lee.

Flashback di Markas Secret Service

Pakai ini, kau akan membutuhkan benda ini nantinya, perintah Varka kepada Zhongli.

Zhongli hanya menerima sarung tangan besi tipis yang diberikan oleh atasannya, ini adalah salah satu alat pertahanan yang dimiliki oleh seluruh anggota untuk pertahanan diri. Walaupun tipis, tapi bisa menahan seluruh serangan jarak jauh jika digunakan di saat yang tepat.

***

John Lee menangkis peluru itu dengan tangan kirinya, lalu berlari ke arah Pantalone untuk melancarkan serangan balasan. Pantalone menghindari pukulan bertubi-tubi yang dilayangkan oleh John Lee, masih dengan senyumnya, ia menahan kedua tangan lawannya lalu mengayunkan kepalanya hingga membentur kepala John Lee dengan keras.

Bunyi retak di tengkorak John Lee begitu nyaring hingga Ei meringis sendiri dibuatnya, kedua tangan John Lee masih digenggam erat oleh Pantalone sehingga ia tak bisa berbuat banyak selain menerima serangan balik itu.

Walaupun tubuh John Lee serasa melayang karena rasa sakit di kepalanya, ia masih bisa menendang tempurung lutut milik Pantalone hingga patah ke belakang. Pantalone berteriak kesakitan karena kaki kirinya sudah patah dibuat oleh John Lee, satu tendangan lagi dikerahkan oleh John Lee tepat mengenai kepala bagian kiri Pantalone hingga menciptakan dengungan di telinga kirinya.

"Bangsat!" pekik Pantalone kesakitan.

John Lee berlari menyelamatkan Raiden Ei karena Yelan sudah tak lagi kasat mata setelah Pantalone terjatuh ke tanah. Mereka berhasil kabur karena Pantalone tidak membawa pasukan cadangan, John Lee dan Raiden Ei berlari menuju mobil milik sang istri di dekat pusat kota Liyue.

"Kita harus segera pergi dari sini, pergi sejauh-jauhnya!" ujar Raiden Ei histeris.

John Lee mengemudikan mobil itu dengan cepat, berusaha menghilangkan jejak mereka dari Liyue.

Selama perjalanan mereka tak lagi bersuara, namun Raiden Ei tahu ke mana sang suami akan membawanya pergi.

"Untuk saat ini, saya harus pulangkan kamu ke keluarga kamu," John Lee berdeham setelah bertitah kepada Raiden Ei.

"Tidak, bawa saya ke mana pun asal bersama kamu," bantah Raiden Ei keras.

"Kamu sedang mengandung, pergerakan kita akan lambat, lebih baik—"

"Kamu meremehkan saya, ya?!"

Raiden Ei menghentakkan telapak tangannya ke kaca jendela di sampingnya hingga pecah, darah yang mengalir karena pecahan beling itu tak dihiraukan olehnya sama sekali.

Melihat istrinya terluka sontak membuat John Lee menepi, ia mengambil beberapa helai tisu lalu mencabut beling yang masih menempel di telapak tangan Ei dengan hati-hati.

"Saya sayang sama kamu, Ei. Saya tidak ingin kamu dan anak kita kenapa-kenapa," ujar John Lee lirih.

Perempuan itu tertegun melihat lembutnya suara orang yang sedang mengobati lukanya, rasa tak percaya yang selama ini ia rasakan perlahan hilang, mau tak mau Raiden Ei harus ikut percaya dengan mukjizat yang diceritakan oleh Zhongli.

"Tetap saja, bawa saya ke mana pun kamu pergi," gumam Ei pelan.

"Baiklah,"

"Namun ada satu hal, ini hanya asumsi karena belum sempat terjadi," lanjut John Lee.

Raiden Ei hanya diam menyimak John Lee, menunggu mulut suaminya kembali terbuka di saat ia masih membalutkan perban di tangan kirinya.

"Tubuh asli saya harus dijaga, kita tak bisa jauh-jauh dari Liyue sebenarnya. Mungkin saya bisa benar-benar mati kalau di tubuh asli saya terjadi apa-apa," ujar John Lee dengan suara beratnya.