webnovel

Prolog

BREAKING NEWS!

Kecelakaan beruntun terjadi di Liyue, peristiwa bermula ketika sebuah mobil sedan berwarna biru menyenggol seorang pengendara sepeda motor yang sedang melaju dengan kecepatan 70KM/jam. Kepala Kepolisian Millelith, Fengyan menjelaskan bahwa setelah mobil sedan itu menyenggol motor bebek tersebut, tiga mobil lainnya juga ikut menabrak sehingga menyebabkan ledakan yang cukup besar sekitar jam 1 dini hari.

Beruntungnya, tidak ada korban jiwa dalam kasus kecelakaan ini, pengendara motor mengalami luka parah dan sekarang sudah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Liyue untuk penanganan lebih lanjut. Identitas korban kecelakaan dirahasiakan sampai menunggu kabar dari pihak keluarga.

Layar televisi itu tiba-tiba mati, tangan kekar yang menekan tombol merah di ujung remot menampakkan urat-urat di sekitar lengannya. Beberapa detik kemudian, ia melemparkan remot tadi ke dinding dengan keras, nafasnya terengah-engah karena sibuk menahan emosi. Ia membenarkan kacamatanya yang sudah turun dari tempatnya, senyum paksanya terlihat tidak mengenakkan anak buah yang sedang berjejer di depannya.

"Bodoh!" sentak pria bersurai hitam bergelombang itu.

"Kenapa kalian tidak bisa mengejarnya dengan cepat?! Kenapa dia harus lolos sampai pusat kota?!"

Bawahannya menunduk serempak, rasa bersalahnya begitu besar sehingga tidak berani menatap netra hitam yang sedang menyumpahi kegagalan mereka. Pria itu menunjuk satu persatu kacung hinanya dengan pistol peredam. Ia mulai berjalan lalu menembaki keempat kacungnya tepat dikepala.

"Ja-Jangan, Bos!" teriak sisa nyawa terakhir yang masih hidup.

"Kalau kau tidak mau mati, setidaknya lakukan tugasmu dengan baik!" balasnya sama keras dengan suara teriakan si kacung.

"Kalau begini caranya, istrimu akan menjadi janda dan anakmu sebentar lagi menjadi yatim!" bentaknya lantang.

Wajah ketakutan yang terpancar dari lelaki berbaju coklat itu terlihat begitu menggairahkan baginya, ia memainkan pistol tersebut tepat di depan matanya.

"Percuma, sih. Tidak bisa dibilang anakmu juga kalau aku yang memperkosa istrimu, kan?" ujarnya sambil terkekeh.

Dor! Darah yang berlumuran di sekitar kakinya tak sedikit pun membuat Pantalone jijik, ia pergi meninggalkan markas sementaranya setelah memerintahkan bawahan lainnya untuk membakar rumah kecil itu tanpa rasa iba. Pistol yang ia gunakan tadi juga hangus dilahap oleh Si Jago Merah untuk menghilangkan barang bukti saat Millelith datang untuk menyelidiki kasus kebakaran di daerah Qixing Village.

'Tenang saja, Morax. Nyawamu tidak akan lebih dari dua hari,' batin Pantalone dengan tatapan yang mengerikan.

Perempuan bersurai ungu menangis histeris di depan ruangan ICU, kabar bahwa suaminya menjadi korban kecelakaan begitu menyayat hatinya, Raiden Ei hanya bisa memukul pasrah pintu ruangan tempat suaminya berada. Belasan selang yang tertancap di tubuhnya hanya bisa dilihat dari luar oleh perempuan itu.

***

Zhongli menegak kopinya, pria bersurai coklat itu tersenyum ke arah Ei yang sedang giat-giatnya memasak. Dirasa masakan istrinya semakin baik seiring berjalannya waktu, walaupun Zhongli tidak menuntut Ei harus bisa memasak segala jenis makanan, namun istrinya terus belajar agar bisa memuaskan hati sang suami.

"Ei," panggil Zhongli lembut.

"Ya, Sayang?" jawab Ei, ia tak berani mengalihkan pandangannya dari kompor yang sedang menyala.

"Hari ini sepertinya saya akan pulang terlambat,"

"Lagi?" runtuk sang istri sambil mendengus kesal.

Zhongli tertawa kecil, ia beranjak dari kursinya lalu memeluk tubuh sang istri dari belakang. Lingkar tangannya terasa nyaman di pinggang Ei, perempuan itu memejam sesaat sambil merasakan kehangatan yang diberikan oleh Zhongli. Kecupan manis di pipi kanannya berhasil membuat rona wajah Ei memerah seketika.

"Maaf," ujar Zhongli pelan.

Ei pun membalas ucapan pria berusia 35 tahun tersebut dengan kecupan di bibir Zhongli.

"Ya, saya tidak bisa melarang suami saya kerja keras demi si Dedek, kan?" Ei mengarahkan tangan kanan Zhongli ke perutnya, diusapnya perut sang istri dengan penuh kasih sayang. Mereka berdua tersenyum geli sebelum tertawa setelahnya.

Pernikahan mereka sudah memasuki 5 tahun, dan ini adalah karunia pertama bagi keluarga Zhongli setelah bersusah payah menata hidup sejak awal pernikahan mereka. Seorang anak yang akan mewarnai hidup pasutri dengan masa lalu yang cukup kelam untuk diceritakan.

"Tapi ingat, tolong kabari saya setiap kamu pergi ke mana pun," omel Ei sambil mengancamnya dengan spatula panas bekas minyak goreng.

Zhongli tertawa sekali lagi, "Ini permintaan kamu atau permintaan si Dedek?" ledeknya setelah itu.

Ei membuang wajahnya dari hadapan sang suami, kembali fokus ke masakan untuk dirinya karena Zhongli memang tak terbiasa sarapan.

"Ini permintaan kami, Yah." dumel Ei sambil mencibirkan bibir merahnya.

"Baiklah, akan saya kabari setiap saat kalau begitu!"

***

Monitor elektrokardiogram di samping Zhongli semakin memelitkan suaranya, detak jantung pria itu lambat laun semakin menurun. Tak ada yang bisa dilakukan oleh Ei selain menunggu kembalinya sang suami dari koma-nya. Perempuan bersurai ungu itu terus mengelus tangan sang suami penuh harapan.

'Saya tidak meminta kabar ini dari kamu,' gumam Ei lirih.

Air matanya tak dapat lagi ia bendung, semakin jarang ia mendengar suara dari monitor pengukur jantung suaminya, garis yang awalnya masih bergelombang, kini menjadi lurus dan menaikkan gelombangnya sedikit setiap 5 detik.

Satu-satunya lampu yang menjadi penerang ruangan Zhongli ikut meredup seiring berjalannya waktu, seperti ia paham bahwa nyawa suami Raiden Ei itu memang tidak lama lagi.

'Apakah kau masih mau hidup?'

'Kalau kau masih mau hidup, lebih baik kau ubah masa lalumu,'

'Kau masih memiliki kesempatan, karena hanya beberapa manusia saja yang memiliki kesempatan untuk mengubah hidupnya dan kau salah satunya!'

'Morax—maksudku, Zhongli? Maukah kau mengubah garis takdirmu?'

'Kalau tidak, ya paling nyawamu tak akan sampai 5 menit lagi,'

'Tapi kalau kau masih mau hidup, aku berikan kau waktu dua tahun untuk mengubah masa lalumu di titik paling kelam,'

'Ha-ha-ha! Ternyata kau mau juga! Baiklah!'

Detak jantung Zhongli mulai meningkat, harapan Raiden Ei pun ikut naik saat melihat layar monitornya kembali normal, namun sang suami tak kunjung sadar tetapi Ei percaya dengan mukjizat.

"Istirahat dulu, Sayang. Tenang saja, saya tidak akan beranjak sampai kapan pun," ujar Raiden Ei lalu mengecup lembut kening Zhongli.

***

Suara bel sekolah memekikkan telinga si murid yang tertidur, suara desakan siswa yang keluar dari kelas menuju ke kantin rasanya tak pernah ia ingin ulang kembali. Ia membuka sebelah matanya namun sinar matahari benar-benar menyilaukan, Zhongli terbangun dengan seragam SMA Teyvat membungkus tubuhnya.

"Oy, John! Ayo ke kantin!" ajak Hu Tao, teman sekelasnya.

Mata John Lee (Zhongli) terbelalak ketika ia melihat ke sekeliling, ruang kelas lamanya ketika SMA kembali dilihat dengan tatapan tak percaya, sekuat apa pun ia menggosok-gosok mata tak membuatnya sadar dari tidur panjang lelaki berusia 18 tahun tersebut.

'Hah?' gumam John Lee tak percaya.

Suara gemuruh siswa SMA Teyvat kini terdengar dari lapangan olahraga, terlihat dua orang sedang adu jotos untuk membuktikan siapa yang akan menjadi jagoan baru setelah lulusnya para alumni sekolah dengan ribuan karakter di dalamnya.

"Ayo! Lo pikir gue takut sama lo dan semua kacung lo?!" seru Itto yang sedang berdiri di dekat ring basket, menatap ke arah sebaliknya di mana Childe tengah dipijit oleh kacung lelaki bersurai oranye tersebut.

"Hajar, Bos!"

"Jangan kasih ampun!"

"Childe dari Harbingers ini, Bos! Bukan kaleng-kaleng!"

Tatapan tajam dari Childe justru membuat hati gadis-gadis berseragam SMA itu klepek-klepek, senyum manisnya tak selaras dengan tingkah lakunya di sekolah. Walaupun menjabat sebagai ketua MPK di sekolahnya, Childe juga merupakan panglima perang kalau sudah berurusan dengan tawuran.

"John! Mending kita nonton mereka kelahi aja!" seru Hu Tao tepat di sampingnya.

John Lee menggelengkan kepalanya, ia masih tak habis pikir jiwanya akan kembali menjadi anak SMA. Beberapa detik kemudian, Itto berlari ke arah Childe lalu melayangkan serangan pertamanya, pertengkaran hebat itu menghiasi hari pertama John Lee sebagai siswa SMA Teyvat untuk kedua kalinya.

'Kenapa saya harus jadi anak umur 18 tahun lagi?!' runtuk John Lee dalam hati.

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

ismuracreators' thoughts