webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · perkotaan
Peringkat tidak cukup
409 Chs

The Mortal Arrow 3

Esmee berulang kali menghela nafas panjang sambil mengelap keringat yang membasahi keningnya. Ia juga terus saja melihat jam dinding yang ada di dapur. Esmee ingin buru-buru menutup restorannya karena sepertinya ia mulai kelelahan.

"Hei, kau baik-baik saja?" tanya William yang kebetulan lewat di belakang Esmee dan menangkap tubuh Esmee yang sedikit oleng.

Esmee segera menegakkan tubuhnya dan menganggukkan kepalanya. Namun William tidak percaya begitu saja. Ia sedikit membungkukkan tubuhnya dan memperhatikan wajah Esmee yang memerah. William lalu meletakkan punggung tangannya di kening Esmee.

"Kau sedikit demam," ujar William.

"Aku baik-baik saja," sahut Esmee.

William kembali menegakkan tubuhnya. "Aku akan katakan pada Marie untuk menutup restoran lebih awal."

Esmee menahan lengan William yang hendak pergi menemui Marie. "Aku tidak apa-apa."

William mendekati Esmee dan menatapnya tajam. "Kau ingin mereka tahu kalau kau bekerja paruh waktu?"

Esmee terdiam.

"Kalau begitu lepaskan tanganmu dan biarkan aku memberitahu Marie untuk menutup restoran lebih awal," ucap William tegas.

Perlahan Esmee melepaskan tangan William dan membiarkannya pergi menemui Marie yang berada di dalam restoran. Esmee hanya bisa menghela nafas panjang ketika melihat William keluar dari dapur. Ia lalu kembali menyiapkan masakan untuk pengunjung restorannya.

----

William menghampiri Marie yang sedang membuka pintu untuk pengunjung restoran. "Aku perlu bicara sebentar denganmu."

Marie melirik William. "Ada apa? Tidak biasanya kau keluar dari dapur seperti ini."

"Jangan buka pintu untuk pengunjung lagi. Restoran tutup lebih awal hari ini," jawab William.

"Esmee yang memintanya?" tanya Marie.

"Tentu saja Esmee yang memintanya. Dia yang menyuruhku untuk menyampaikannya padamu," ujar William.

"Kenapa mendadak sekali?" sahut Marie.

William mengangkat bahunya. "Lakukan saja seperti yang Esmee minta."

William kemudian meninggalkan Marie dan kembali ke dapur. ketika sedang melangkah ke dapur, mata William tiba-tiba saja menangkap sosok yang tidak asing baginya. Seorang pria tua yang rambutnya hampir memutih semuanya sedang duduk di salah satu bangku yang ada di restoran tersebut. Pria tua itu lalu mengangguk pelan pada William.

"Untuk apa Dimitri makan di sini?" gumam William di dalam hatinya. Ia melengos begitu Dimitri menganggukkan kepala padanya dan segera masuk ke dapur.

Sementara itu, Dimitri tertawa pelan ketika William kembali ke dapur. Seumur hidupnya melayani keluarga Hunter, ia tidak pernah melihat William berpenampilan santai seperti itu. Bahkan raut wajah William yang selalu terlihat cemberut kini terlihat lebih ramah dari biasanya.

----

Marie segera ke dapur begitu ia selesai melayani tamu terakhir di restoran D'Amelie. Seorang pria tua yang menurut Marie sangat baik karena dia memberikan uang tip yang cukup besar. Begitu masuk ke dapur, Marie terkejut melihat Esmee yang nampak pucat di meja makan.

"Kau kenapa, Esmee?" tanya Marie begitu ia menghampiri Esmee.

Esmee tersenyum simpul pada Marie. "Aku hanya merasa sedikit lelah."

"Tidak mungkin hanya lelah kalau kau sampai sepucat ini," ujar Marie. Ia kemudian meletakkan punggung tangannya di kening Esmee.

"Astaga! Kau demam, sayang," seru Marie.

"Tidak apa-apa. Aku hanya perlu tidur sebentar dan setelah itu aku akan baik-baik saja," ujar Esmee.

Marie menghela nafas panjang. "Aku jadi berat untuk pulang kalau keadaanmu seperti ini."

"Tidak apa-apa, pulanglah. Tidak ada yang menjaga adikmu kalau kau di sini bersamaku," timpal Esmee.

Marie kemudian memanggil Sven. "Sven! Apa kau sibuk malam ini?"

Sven yang sedang membersihkan dapur bersama William langsung menoleh pada Marie. "Ada apa? Anakku sedang sendirian di rumah. Ibuku pergi menemui keluarganya di Lyon."

Marie menghela nafas panjang setelah mendengar jawaban yang diberikan oleh Sven. Ia kemudian menatap Esmee.

Esmee mengangguk pelan pada Marie. "Kau seperti tidak mengenalku saja. Ini bukan apa-apa. Aku benar-benar hanya perlu istirahat."

Marie cemas melihat Esmee yang pucat. Namun ia juga punya seorang adik yang harus ia jaga di rumah. Mata Marie tanpa sengaja melihat jam dinding yang ada di dapur dan ia langsung mengumpat pelan. "Sial."

"Cepat pulang. Adikmu pasti menunggumu," pinta Esmee pada Marie.

"Berjanjilah kau akan menghubungiku jika keadaanmu memburuk. Aku akan membawa adikku ke sini dan kami akan menjagamu," sahut Marie.

Esmee tertawa pelan sambil menganggukkan kepalanya. Marie menghela nafas panjang sambil mengusap kepala Esmee. "Kalau begitu aku pulang dulu. Kabari aku."

Sekali lagi Esmee mengangguk sambil tersenyum pada Marie. "Hati-hati."

"Sven, William, pastikan semua pintu terkunci sebelum kalian pulang!" seru Marie sebelum ia pergi meninggalkan dapur.

William dan Sven menatap Marie sebentar lalu menganggukkan kepalanya. Setelah itu Marie berjalan pergi meninggalkan dapur. Tidak lama setelah Marie meninggalkan dapur, Sven yang sudah selesai membersihkan dapur memeriksa pintu depan restoran dan langsung menguncinya. Setelah itu ia berpamitan pada Esmee dan keluar melalui pintu belakang.

"Kau tidak ikut pulang?" tanya Esmee pada William yang masih berada di dapur.

"Aku ingin memastikan kau benar-benar istirahat di kamarmu," jawab William.

Esmee tertawa pelan begitu mendengar jawaban yang diberikan oleh William. Ia kemudian menyahuti ucapan William. "Baiklah, Monsieur William. Aku akan segera ke kamarku."

William berdecak pelan melihat Esmee yang berdiri dari tempat duduknya dan segera berjalan meninggalkan dapur.

"Jangan lupa kunci pintu belakang," ujar Esmee sambil berjalan meninggalkan dapur.

"Istirahat saja di kamarmu. Aku akan memeriksa semuanya lagi sebelum aku pulang," sahut William.

Esmee berjalan meninggalkan dapur sambil berpegangan pada tembok. Kepalanya mendadak terasa pusing begitu ia bangkit berdiri dari tempat duduknya. Esmee berhenti sebentar begitu ia mencapai pintu dapur dan menghela nafas panjang.

Melihat Esmee yang berhenti di pintu dapur, William dengan cepat menghampirinya. William segera memegang tubuh Esmee dan membukakan pintu dapur. Ia kemudian memapah Esmee keluar dari dapur.

"Bagaimana kalau aku membawamu ke Dokter? Pasti ada klinik di sekitar sini," ujar William.

Esmee menggeleng pelan. "Aku hanya perlu tidur."

William menghela nafas panjang.

"Hei, apa yang kau lakukan?" seru Esmee ketika William tiba-tiba mengangkat tubuhnya.

"Aku mau membawamu ke kamar," sahut William. Ia kemudian menaiki anak tangga menuju kamar Esmee yang berada di atas restoran sambil menggendong Esmee.

Esmee mendesah pelan. Ia tidak lagi melawan dan pasrah ketika William menggendongnya sampai ke lantai atas. Begitu sampai di lantai atas, William segera menurunkan Esmee di tempat tidurnya.

"Terima kasih banyak, Will," ujar Esmee.

William menaikkan selimut untuk menutupi tubuh Esmee. "Beritahu Pierre kau tidak datang ke klub malam ini. Aku akan keluar sebentar dan membelikan obat untukmu."

"Sekali lagi terima kasih," sahut Esmee.

William mengangguk pelan. Ia kemudian segera pergi meninggalkan kamar Esmee untuk membelikan obat untuknya.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^ 

pearl_amethyscreators' thoughts