webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · perkotaan
Peringkat tidak cukup
409 Chs

Heavy Breath 6

Esmee tersenyum-senyum sendiri di depan klub sambil menunggu William datang menjemputnya. Ia sudah tidak sabar ingin menceritakan penawaran yang diberikan oleh Pierre padanya.

Sambil merapatkan kedua tangan di depan tubuhnya, Esmee terus memperhatikan jalan yang ada di depan klub. Berharap William segera datang karena udara sudah semakin dingin menusuk.

Esmee terlalu serius memperhatikan jalan sampai ia tidak menyadari ada sebuah mobil yang berhenti di dekatnya. Ia pikir itu mobil milik salah satu pelanggan klub dan mengabaikannya begitu saja. Namun mobil itu terus menyalakan klakson dan membuat Esmee mau tidak mau menundukkan badannya.

"William?" ujar Esmee yang keheranan begitu melihat William ada di dalam mobil yang berhenti di dekatnya.

William membuka kaca jendela mobilnya. "Cepat masuk!"

Esmee akhirnya membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Ia masih menatap William dengan sedikit kebingungan.

"Kemana motormu?" tanya Esmee.

"Motor itu aku kirim ke rumah keluargaku. Aku menukarnya dengan mobil ini. Ini sudah mau memasuki musim dingin. Aku tidak bisa terus menjemputmu dengan menggunakan sepeda motor," jawab William.

William kemudian segera mengendarai mobilnya dan pergi meninggalkan klub. Ia menoleh pada Esmee yang sedang mendekatkan tangannya pada pemanas yang ada di mobilnya.

"Rasanya lebih hangat, kan?" ujar William.

Esmee tertawa pelan menanggapi ucapan William. "Rasanya memang jauh lebih hangat. Oh, ya. Aku punya kabar baik untukmu."

Mata William langsung membulat. "Oh, ya? Kabar baik apa?"

Esmee terkekeh. "Pierre mau memberikan pinjaman sepuluh ribu euro untukku. Setelah aku membayar Anne, aku tidak perlu berbelanja bahan-bahan makanan di tokonya lagi."

William mengerutkan keningnya. "Lalu kau akan berbelanja bahan makanan dimana?"

"Singkatnya, aku menitip pada Pierre. Aku akan memberikan daftar bahan-bahan yang aku butuhkan dan Pierre akan memasukkannya ke dalam daftar belanja miliknya," jawab Esmee.

William tanpa sadar mencengkeram tuas kemudinya. Namun ia berusaha untuk terlihat senang di hadapan Esmee. "Kedengarannya sangat bagus."

Esmee langsung mengangguk antusias. "Tentu saja. Dengan begitu aku juga bisa mendapatkan harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama baiknya."

William tersenyum melihat Esmee yang nampak sangat senang. "Ucapanku benar, kan? Kau pasti menemukan jalan keluar."

"Kalau aku tidak mendengarkan ucapanmu, mungkin sekarang aku sudah berencana menjual restoranku," sahut Esmee.

William tertawa pahit begitu mendengar apa yang dikatakan Esmee. Tinggal selangkah lagi dia berhasil membuat Esmee menjual restorannya. Namun, dia juga yang membuat Esmee batal menjual restorannya.

"Kau benar-benar bodoh, William," ucap suara di dalam kepala William.

Tidak sampai sepuluh menit, mobil yang dikendarai William akhirnya tiba di depan restoran D'Amelie. Esmee segera melepaskan sabuk pengamannya. Ia kemudian menatap William sambil tersenyum lebar.

"Besok kau bisa bangun siang karena kau tidak perlu berbelanja bahan makanan. Aku sudah memberikan catatanku pada Pierre," ujar Esmee sebelum ia turun dari mobil William.

William menganggukkan kepalanya. "Baiklah kalau begitu."

Esmee kembali tersenyum pada William. Tiba-tiba saja ia mengecup pipi William dan segera turun dari mobil. William terpaku di tempatnya setelah Esmee mencium pipinya dengan cepat.

Setelah sepersekian detik berlalu, William perlahan menoleh ke arah restoran D'Amelie. Esmee masih berdiri di depan pintu restorannya dan sedang membuka pintunya.

Begitu pintu restoran D'Amelie terbuka, Esmee kembali menoleh pada William. Ia tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Hati-hati di jalan," ujar Esmee. Setelah itu ia terburu-buru masuk ke dalam restorannya.

William menatap pintu restoran D'Amelie yang menutup. Ia masih terkejut dengan ciuman yang diberikan Esmee untuknya. Meskipun itu hanya sebuah ciuman cepat di pipi, namun ciuman tersebut seolah membangkitkan sesuatu dari dalam diri William. Ia merasa seperti baru saja tersengat listrik.

William kemudian mendongakkan kepalanya dan menatap ke lantai dua restoran D'Amelie.

"Apa yang aku pikirkan? Kenapa dia bisa membuatku menjadi tidak karuan seperti ini?" gumam William pada dirinya sendiri.

Perlahan William menyentuh pipinya yang baru saja dikecup oleh Esmee. Setelah beberapa saat, William menghela nafas panjang. Ia kemudian meletakkan kembali tangannya pada tuas kemudi dan segera mengendarai mobilnya untuk pergi dari restoran D'Amelie.

----

Tidak sampai lima menit William sudah tiba di tempat tinggalnya. Ia bergegas turun dari mobilnya dan memasuki rumahnya.

"Charles!" seru William ketika ia masuk ke dalam rumahnya.

Tidak ada jawaban dari Charles. William mendesah pelan ketika melihat Charles sudah tidak berada di ruang tengah. Ia akhirnya menyusul Charles ke kamar tidurnya.

"Charl, aku perlu bicara," ujar William sambil menggoyangkan tubuh Charles yang sudah tertidur.

Charles seakan tidak mendengar ucapan William dan tetap memejamkan matanya. Sementara itu, William kembali menggoyangkan tubuh Charles.

"Charl, ayolah. Ada yang harus aku katakan dan besok pagi kau harus segera mencari tahu," ucap William.

Charles mendengus kesal sambil mencoba menyingkirkan tangan William yang menggoyangkan badannya. "Pergi kau! Ini sudah waktunya aku beristirahat."

"Aku juga mau beristirahat. Tapi ada yang sesuatu yang harus aku sampaikan padamu," sahut William.

Dengan kesal Charles membuka matanya dan menatap sebal ke arah William. "Ada apa?"

"Kau harus segera mencari supplier untuk klub milik Pierre. Esmee bilang dia tidak akan berbelanja lagi di toko milik Anne. Dia dan Pierre kini bekerjasama," terang William.

"Bagus kalau begitu. Setidaknya dia tidak sebodoh dirimu karena menggagalkan rencananya sendiri," sahut Charles.

William mendengus kesal setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Charles. "Kau harus segera mencari tahu siapa supplier-nya."

"Bagaimana aku bisa segera mencarinya kalau kau masih ada di sini? Aku perlu tidur. Otakku juga perlu beristirahat. Besok setelah aku bangun, aku akan mencari tahu siapa supplier Pierre," timpal Charles.

"Jangan sampai kau lupa tugas yang aku berikan," ujar William.

"Kau tenang saja. Besok kau akan mengetahui siapa supplier di klub milik Pierre. Sekarang keluar dari kamarku. Jangan lupa tutup pintunya." Charles kembali beringsut di tempat tidurnya dan berbaring sambil memunggungi William.

William berdecak pelan. "Kenapa aku mau mempekerjakan Asisten seperti dirimu?"

"Aku juga tidak mau bekerja pada atasan yang suka membuat masalah seperti dirimu," sahut Charles.

William melirik kesal ke arah Charles. Ia kemudian segera berdiri dari tempat tidur Charles dan berjalan ke arah pintu kamar Charles.

"Jangan lupa tutup pintunya!" seru Charles.

"Merci," lanjut Charles ketika ia mendengar suara pintu kamarnya yang baru saja ditutup oleh William.

----

William langsung menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur begitu ia masuk ke kamarnya. Ia berbaring terlentang dan menatap langit-langit kamarnya.

Ia kembali teringat pada saat Esmee mencium pipinya. William mencoba mengenyahkan ingatan tersebut dari kepalanya. Namun semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin ingatan itu terus muncul di benak William.

"Sial," gerutu William pada dirinya sendiri. Ia lalu berbaring miring dan langsung memejamkan matanya.

Baru beberapa saat ia memejamkan matanya, tiba-tiba matanya kembali terbuka. William meremas rambutnya sambil bergumam kesal. "Kenapa kamu selalu muncul di kepalaku, Esmee?"

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes and reviews. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts