webnovel

First Conversation

"Maafkan aku, Ana. Aku tetap tidak bisa masuk ke rumahmu." sahut Tony yang membuat Anastasia sangat kecewa.

"Tapi aku ada ide lain, bagaimana kalau kita duduk di trotoar depan rumahmu ini?" lanjut Tony.

"Mungkin kita bisa saling bertukar cerita disini sambil menunggu ibumu pulang..."

"Aku sudah bilang, ibu tidak akan pulang malam ini," ketus Anastasia.

Tony pun terdiam sejenak.

"Lagipula jika ibu melihatku diluar rumah, aku pasti akan di marahi,"

"Tenang, Ana, ibumu tidak akan memarahimu, biar aku yang bicara padanya nanti," Tony berusaha menenangkan Anastasia.

"Tony masih belum mengenal ibuku, dia sangat keras,"

Tony menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan pembicaraannya kembali.

"Baiklah kalau begitu, mungkin lain waktu saja aku kesini lagi, dan aku harap ibumu ada di rumah,"

Anastasia merasa bahwa kalimat itu adalah kalimat penutup darinya sebelum ia pergi.

"Selamat malam, Ana. Jangan lupa kunci pagarnya." kemudian Tony benar-benar pergi.

Anastasia terus menatap kepergiannya. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa berat menghadapi itu semua.

"Tony!" seru Anastasia yang membuat langkah Tony terhenti.

Lalu berlari menghampiri Tony dan meraih tangannya.

"Jangan pergi."

"Ana? Apa yang kau lakukan? Kau tidak seharusnya sejauh ini dari rumahmu," ujar Tony.

"Baiklah, aku turuti perkataan Tony. Kita bertukar cerita di depan rumahku."

"Baik, kalau begitu." balas Tony.

Mereka pun duduk berdua di tepi trotoar depan rumah. Saling bertukar cerita satu sama lain.

"Jadi selama ini kau tidak sekolah?" tanya Tony.

"Ayahku meninggal pada saat aku lulus TK, setelah itu ibu bingung, kesana kemari berusaha mencari uang untuk melanjutkan sekolahku," jelas Anastasia.

"Lalu?"

"Nyatanya aku tidak sekolah sampai sekarang,"

Tony semakin kasihan padanya setelah mendengar cerita Anastasia yang sebenarnya.

"Ibumu juga tidak pernah berpamitan padamu saat ia pergi malam?"

"Begitulah, tapi dia pernah bilang sekali padaku, kalau dia pergi bekerja,"

Darisana Tony pun paham. Ia mengingat kembali saat tak sengaja melihat ibunda Anastasia yang tampak cantik, anggun dan seksi pada saat seorang pria tua menjemputnya dengan mobil mewah. Sangatlah jelas apa pekerjaan itu sebenarnya.

"Sejak kapan ibumu bekerja dengan berdandan seperti itu?" tanya Tony kemudian.

"Sejak 2 bulan setelah ayah meninggal, sampai sekarang," jawab Anastasia yang wajah cerahnya kini menjadi murung.

Tony pun berusaha menyemangatinya kembali.

"Tapi aku sangat salut padamu, Ana. Kau gadis kecil yang kuat dan tegar. Sepertinya, ibumu salah menilaimu, saat ia menyebutmu autis,"

"Aku sudah terbiasa dengan sikap ibu yang seperti itu," ucap Anastasia polos.

"Tapi tidak seharusnya dia menyebutmu seperti itu, apalagi dia ibumu, yang melahirkanmu. Tidak baik begitu."

"Lalu, bagaimana dengan cerita Tony selama ini?" tanya Anastasia sambil tersenyum.

"Bisa dikatakan berbeda jauh denganmu, seperti lawan kata." jawab Tony.

"Maksud Tony?"

Tony pun terkekeh karena pertanyaan polos dari Anastasia.

"Intinya, kau sedih, aku senang. Kau tidak sekolah, aku sekolah. Dan aku tidak pernah merasa bersyukur atas semua itu." jelas Tony.

"Dan, setelah aku mengenalmu, aku jadi merasa bersyukur. Ternyata ada yang lebih parah dari kehidupanku." Tony hampir menangis saat mengatakannya.

Anastasia melihat jelas kedua mata Tony yang tampak berkaca-kaca lalu setetes air mata itu berhasil jatuh ke pipinya.

"Tony? Mengapa Tony menangis?" mengusap air mata Tony dengan lembut.

"Jika Tony merasa senang, mengapa harus bersedih?" lanjut Anastasia.

"Sepertinya aku harus segera menemui ibumu,"

"Mengapa begitu, Tony?"

"Aku akan membahas sesuatu padanya. Aku titip salam untuk ibumu, ya?"

Anastasia mengangguk.

"Baik, kalau begitu, aku pamit, ini sudah hampir larut malam, aku harus pulang."

"Apa besok kita akan bertemu lagi?" tanya Anastasia sedikit murung.

"Pasti, Ana. Aku akan kesini lagi untuk menemui ibumu." jawab Tony tersenyum.

"Jangan lupa kunci pagarnya, Ana." seiring melangkah pergi.

"Tony juga, hati-hati di jalan."

Tony mengangguk sambil tersenyum padanya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Namun sang ibu tak kunjung pulang. Seperti biasa, Anastasia sudah menyiapkan sarapan untuk ibunya di meja makan.

Disamping itu, ia juga menunggu kehadiran Tony di depan pagar. Sesekali Anastasia melihatnya dari balik jendela rumah. Menunggu seorang pria yang sudah resmi menjadi teman dalam hidupnya. Karena bagi Anstasia, hanya Tony tempat curahan hati dan segala keluh kesahnya.

Tiba-tiba saja perutnya terasa lapar saat menunggu ibunya pulang. Alhasil ia menyantap sarapannya terlebih dahulu. Padahal niat ingin sekali sarapan bersama dengan ibunya.

Lagi-lagi ia menikmati sarapan buatannya sendiri. Dan tiba-tiba saja seseorang membuka pintu rumahnya. Seorang pria yang pernah ia lihat di balik jendela. Seorang pria gemuk yang seringkali menjemput ibunya tiap malam.

Sang ibu pun juga memasuki rumahnya setelah pria gemuk itu. Seolah pria itu adalah tuan rumah disana. Namun mereka berdua tampak bahagia, layaknya sepasang kekasih. Begitu mesra.

"Oh ya, Jonathan, perkenalkan putri tunggalku, Anastasia," sahut sang ibu dengan senyuman yang jarang sekali terlihat setiap harinya.

"Anastasia, senang sekali bertemu denganmu, anak manis," ucap Jonathan dengan senyum simpul sembari mengajaknya jabat tangan.

Namun Anastasia tidak membalasnya. Hanya diam menatapnya kosong.

"Maafkan putriku, Jon, mungkin ia masih belum terbiasa. Aku yakin setelah Ana mengenalmu, ia pasti akan dekat denganmu," ujar sang ibu yang sedang menuju ke dapur.

"Oh, syukurlah, putriku sudah menyiapkan sarapan untuk kita, Jon. Ayo kita sarapan bersama." saat melihat beberapa masakan Anastasia yang sudah tersaji di meja makan.

"Wow, anak ini bisa memasak?"

"Ana sangat pandai memasak, percayalah," jawab ibunya sambil menyiapkan piring dan sendok.

"Ana, ayo kita sarapan bersama." ajak Jonathan.

Anastasia menggelengkan kepalanya.

"Aku sudah sarapan." singkat Anastasia, lalu pergi ke kamarnya.

Jonathan menatapnya heran.

Sesaat mereka berdua menikmati masakan buatan Anastasia, seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ternyata seseorang itu adalah Tony setelah sang ibu membukakan pintunya.

"Oh, kau orang yang menyelamatkan putriku, bukan?" sambut sang ibu.

"Benar sekali, bu..."

"Christine, tolong jangan panggil saya ibu, agar lebih akrab," potongnya.

"Ayo, silahkan masuk," lanjut sang ibu.

"Siapa dia, Christine?" tanya Jonathan sembari mengelap mulutnya setelah sarapan.

"Dia pria yang menyelamatkan Ana beberapa hari yang lalu," jawab Christine.

"Oh ya? Apa yang terjadi sebenarnya?" Jonathan penasaran.

"Dia hampir saja tertabrak mobil, beruntungnya dia baik-baik saja, tuan," Tony membantu menjelaskan semuanya.

"Ya Tuhan, Christine tidak pernah menceritakannya padaku,"

"Oh, itu karena saat itu aku masih shock, Jon. Aku benar-benar terpukul atas peristiwa itu, beruntungnya Ana baik-baik saja karenanya," jelas Christine dengan perasaannya yang gugup.

"Tony!" sapa Anastasia yang tiba-tiba saja keluar dari kamarnya.

Lalu ia berlari dan memeluk Tony. Momen itu sungguh membuat Christine sedikit terkejut dan heran. Begitu pula raut wajah Tony yang tampak gugup karena Anastasia memeluknya di depan ibunya.

"Jadi namamu Tony?" tanya Christine setelah itu.

"Ya, nyonya Christine..."

"Sejak kapan kau kenal dekat dengan Ana?" potong Christine yang mulai curiga.