"Aku ingin membatalkan pernikahan ini." Juan dan Melisa mengatakan itu secara bersamaan. Keduanya bahkan terlihat kaget secara bersamaan.
"Benarkah kau ingin membatalkan pernikahan ini?" tanya Juan dengan wajah berbinar.
"Tentu saja!"
"Sungguh sebuah kebetulan. Aku memang tidak ingin melanjutkan perjodohan bodoh ini. Hampir saja pacarku marah karena perjodohan konyol ini." Kata Juan dengan perasaan lega.
'Jadi dia sudah punya pacar rupanya.' Batin Melisa.
"Kalau begitu kau bilang pada ayahmu kalau kau ingin membatalkan perjodohan ini." Kata Melisa kemudian.
"Apa!" Suara Juan terdengar meninggi.
"Kau ingin membatalkan perjodohan ini kan? Katakan pada ayahmu."
"Tidak bisa!"
Melisa kaget mendengar jawaban Juan, dia ingin membatalkan perjodohan ini tapi dia tidak ingin mengatakannya kepada ayahnya.
"Kenapa? Katamu kau ingin membatalkannya?" Suara Melisa ikut meninggi.
"Ya memang, tapi kaulah yang harus mengatakannya kepada ayahmu bahwa kau ingin membatalkan perjodohan ini." Ucap Juan.
"Jangan konyol! Kalau bisa aku sudah melakukannya sebelum pertemuan ini terjadi!"
"Sama.. aku juga akan melakukan hal yang sama seandainya bisa. Tapi ayahku orang yang sangat keras kepala." Kata Juan frustasi.
"Hahhh, dan ayahku sangat menghormati ayahmu sebagai teman lama, jelas dia tidak akan mau menolak permintaan ayahmu."
Kini Melisa dan Juan menemui titik buntu, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka sama-sama tidak bisa mengatakan keinginan mereka kepada orangtua masing-masing. Juan yang kini jauh lebih frustasi, karena ia sudah berjanji akan menikahi Karina segera jika agensi mengizinkan dia untuk menikah.
"Lalu, sekarang kita harus bagaimana?" tanya Melisa yang tidak memiliki ide apapun.
Juan tiba-tiba bangkit dan mengagetkan Melisa.
'Mau apa dia?' tanya Melisa dalam hati.
"Aku akan memikirkan solusinya, kau pulang lah. Jika ada ide aku akan mengabarimu." Kata Juan dan berlalu pergi. Melisa hanya melongo melihat tingkah Juan, sepertinya menolak perjodohan ini adalah pilihan yang tepat saat ini. Dia tidak bisa membayangkan jika harus menikah dengan pria aneh seperti Juan.
Melisa pulang dengan perut yang kenyang, ia bahkan mencoba untuk tidak terlalu memikirkan masalah itu setelah keluar dari hotel. Seperti itulah Melisa, Dirinya adalah tipe wanita yang tidak ingin dibuat pusing karena hal yang tidak penting dan baginya perjodohan ini sangatlah tidak berguna.
Meski mencoba untuk cuek dan tidak peduli pada masalah ini, Melisa juga tetap memikirkan berbagai rencana untuk menggagalkan perjodohan tersebut, mulai dari kabur dari rumah atau menghadap langsung dengan Mauren. Tapi jelas saja keduanya memiliki konsekuensinya masing-masing.
Jika kabur dari rumah, maka sudah pasti Emeral Group akan mendapatkan masalah besar dan jika memutuskan untuk bertemu Mauren serta mengatakan keinginannya membatalkan perjodohan lalu akhirnya Mauren marah dan tersinggung, maka perusahaannya tetap akan menjadi sasarannya. Melisa semakin puyeng saja karena masalah ini.
"Pak, jangan pulang kerumah." Perintah Melisa.
"Loh, terus kemana nona?" Tanya sang supir.
"Ke jalan simpang muda."
"Tapi, nanti kalau tuan tanya?"
"Bilang aku pergi dengan Juan." Kata Melisa berbohong.
"Ba—baik Nona." Supir itu menurut dan mengantar Melisa ketempat tujuan, Melisa segera menelepon seseorang.
"Aku tunggu di resto yah." Kata Melisa saat panggilan itu tersambung.
**
Melisa mengambil celemek berwarna coklat polos, dengan cekatan tangannya mulai mengambil semua bahan yang akan digunakannya. Perlahan ia mulai mengiris bawang, wortel dan beberapa bahan lainnya. Ia begitu fokus memasak, ini adalah salah satu aktifitas yang paling digemarinya selain bermain game. Itu sebabnya Melisa sangat ingin melanjutkan sekolahnya di sekolah memasak, namun sayangnya keluarganya ingin Melisa menjadi seorang pengusaha seperti ayah dan kakaknya. Melisa bisa saja berkeras dengan keinginannya, tapi Melisa adalah anak yang tidak ingin membantah keinginan orangtuanya.
Suara derap langkah kaki terdengar mulai mendekat, sosok itu berjalan pelan kearah Melisa. Tapi kemudian ia berhenti di sudut gelap restaurant. Entah siapa pemilik resto ini, tapi Melisa sepertinya sudah terbiasa dengan dapur direstaurant ini. Melisa memasak dengan lincah dan mahir, ia membuat makanan tanpa kesulitan sama sekali, saking fokusnya ia tidak menyadari keberadaan pria itu. Setelah masakan itu tersaji barulah suara tepuk tangan mengagetkan Melisa.
"Kemampuanmu meningkat ya ketika sedang badmood." Seru seorang pria dengan wajah tampan dan putih, sepertinya ia merupakan peranakan luar, terlihat dari manik mata biru dan rambut pirangnya.
"Felix, sejak kapan kau ada disana?" tanya Melisa.
"Mmm, sejak beberapa menit yang lalu saat kau mulai membuat dapurku berantakan."
Felix Noel tersenyum manis, sementara Melisa hanya bisa nyengir kuda dan menunjukan giginya yang putih serta tersusun rapi.
"Maafkan aku." Kata Melisa pelan. "Ahh, bagaimana kalau kau mencicipi masakanku sekarang?" Melisa mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Jadi kau memanggilku kesini hanya untuk mencicipi masakanmu?"
"Tentu saja."
Melisa menghidangkan sebuah menu yang tampilannya terlihat sangat lezat, sebenarnya dia tidak percaya diri menyuguhkan makanan ini untuk Felix. Tentu saja karena Felix lebih handal memasak daripada dirinya.
"Beef Bourguignon?" tebak Felix.
Melisa mengangguk pelan, Felix memperhatikan makanan itu seperti seorang juri yang tengah memberi penilaian kepada peserta lomba memasak.
"Tampilannya cukup menarik, warnanya pas dan rasanya..."
Felix mengambil sendok dan mulai menyendok makanan itu untuk mencicipinya, perlahan makanan itu masuk kedalam mulutnya. Terlihat bibir pink merona Felix yang menggoda keimanan. Felix mengunyah makanan itu perlahan seakan tengah meresapi setiap rasanya.
"Bagaimana?" Melisa begitu antusias.
"Mmm.." Felix terlihat ragu-ragu.
"Ayolah." Rengek Melisa.
"Enak, rasanya enak sekali." Kata Felix yang disambut sorak kegirangan dari Melisa.
"Yessss.."
"Tapi…" Felix memberi jeda pada kalimatnya. "Masih kalah jauh dari Beef Bourguignon di restaurant perancis sungguhan."
Doeng!
Melisa seketika tertunduk lesu, dirinya seperti diangkat tinggi lalu kemudian dijatuhkan ke tanah dengan sangat keras. Itulah sifat Felix, sahabatnya sejak masih duduk di bangku SMP. Felix dan Melisa sama-sama sekolah di salah satu sekolah internasional. Felix sendiri merupakan blasteran Indonesia Perancis. Ayahnya adalah orang Perancis dan koki terkenal disana, sementara ibunya adalah wanita asli Indonesia.
Sejak dulu Felix memiliki bakat memasak yang menurun dari sang ayah, itu sebabnya dia selalu memasak untuk Melisa. Melisa yang doyan makan enak, akhirnya tertarik untuk belajar memasak dengan Felix. Namun saat lulus SMA Felix memutuskan melanjutkan studinya di Perancis dengan mengambil jurusan culinary Art. Melisa sebenarnya juga ingin mengambil jurusan yang sama, tapi keluarganya yang memiliki basic pengusaha mengharuskannya mengambil jurusan ilmu bisnis.
Sudah sejak dua tahun lalu Felix kembali dan membuat restaurant ala italia yang Bernama Resto Le Verne. Restaurant inilah yang selama ini didatangi Melisa untuk menyalurkan hobby memasaknya. Melisa sangat senang mengetahui sahabatnya akan kembali ke sini, tapi yang membuatnya heran adalah kenapa Felix yang memiliki bakat luar biasa dan bisa membuka restaurant di Perancis bersama dengan ayahnya justru memilih membuka restauran disini.
Melisa selalu bertanya alasannya, tapi Felix selalu mengalihkan pembicaraan setiap membahas hal itu. Atau jika Melisa mendesak jawabannya Felix hanya akan menjawab bahwa dia sangat menyukai kampung halamannya ini. Ia selalu mengatakan itu sambil menatap lekat wajah Melisa.
"Sudahlah jika tidak enak." Kata Melisa dan langsung menarik piringnya dari hadapan Felix. Dengan cepat tangan Felix menahan piring itu.
"Aku kan sudah bilang kalau ini enak."
"Iya tapi tidak seenak buatanmu." Lagi-lagi Melisa menarik piring itu. Tapi Felix balas menariknya.
"Bukankah kau datang kesini untuk menyuruhku mencicipi dan memakan masakanmu? Kenapa kau mau mengambilnya kembali?" Protes Felix. Akhirnya Melisa mengalah dan melepaskan piring itu, baginya percuma berdebat dengan Felix. Felix akhirnya kembali melahap makanan buatan Melisa.
"Jadi apa yang membuatmu badmood?" tanya Felix penasaran ia juga memperhatikan pakaian Melisa yang berbeda dari biasanya. Melisa memang belum membahas masalah perjodohan itu kepada Felix karena kesibukannya. Dan hari ini Melisa akan menceritakannya kepada Felix.
"Aku dijodohkan Felix." Hanya itu ucapan yang keluar dari mulut Melisa, terdengar suara lirih dan pelan yang menyimpan beban begitu berat.
Seketika Felix menghentikan suapan makanan kemulutnya, ia bahkan menghentikan Gerak sendoknya. Felix tertegun dan melihat ke arah sahabatnya itu. Ia bingung harus mengatakan apa, seketika nafsu makannya hilang begitu saja.
"Dijodohkan?" tanya Felix dengan tatapan tidak percaya, nafasnya terasa berat saat itu juga. Felix terhenyak mendengar kabar itu datang dari sahabatnya sendiri, sahabat yang sudah disukainya sejak masa SMA tersebut namun hingga saat ini dirinya tidak kuasa mengungkapkan segalanya. Ia takut jika menjalin hubungan asmara dengan Melisa lalu hubungan itu kandas, maka Felix akan kehilangan Melisa untuk selamanya.