-o0o-
Kimberly menaruh nampan dengan 1 cangkir kopi panas dan 1 gelas teh di atas meja, meletakkan cangkir keramik itu pada Jackob yang masih sibuk mengamati berkas di tangannya. Usainya, Kimberly duduk di hadapan Jackob tanpa berkutik apapun. Menyadari hal itu, Jackob beralih dari kertas-kertas di tangannya dan memberi senyum ramah pada Kimberly. "Terimakasih."
Kimberly tak menjawab. Tatapannya masih sayu. Ia memandang fotonya bersama David yang di bingkai sedemikian rupa di nakas kecil samping sofa. Rasanya, sudah lama ia tak kemari untuk menghabiskan waktunya dengan kekasihnya. Apartement David kini terasa kosong dan dingin. "Aku tak tau David memiliki kenalan seorang detektif muda sepertimu," kata Kimberly tanpa mengalihkan pandangannya dari bingkai foto kayu tersebut.
Jackob mengaduk kopinya. "Aku dan David memang sempat terlibat pertengkaran kecil, sudah lama sekali," kata Jackob sedikit berhati-hati. "Tapi tentu saja berita yang kau bawa membuatku kaget." Jackob terkekeh ringan untuk mencairkan suasana. "Maksudku, kau tau kan badan David seperti apa? Hanya orang gila mesum yang berani menculiknya," timpal Jackob.
Kimberly tersenyum lucu. "Senang bertemu denganmu, pak."
"It's Jackob," sergah Jackob begitu tak nyaman di panggil dengan embel-embel 'pak'. Sementara Kimberly membulatkan bibirnya dan kembali meralat perkataannya. "Ya, senang bertemu denganmu, Jackob. Aku pikir tadinya aku akan membuat keributan di kantor polisi dan berakhir mendapat peringatan."
"Jangan khawatir, David akan segera aku temukan," kata Jackob setelah bangkit berdiri dan mulai menyusuri Apartement David diikuti oleh Kimberly di belakangnya. Jackob mengamati satu persatu benda beserta detailnya sembari berkacak pinggang. "Kau tau hasil penggeledahan apartement David beberapa jam yang lalu, bukan? Tidak ada tanda-tanda kekerasan, perampokan, maupun.. bunuh diri." Jackob memandang Kimberly, berusaha agar wanita itu tak merasa tak nyaman atas ucapannya. "Barang-barangnya pun, termasuk barang pokok yang akan selalu di butuhkan, tak ada yang di bawa pergi. Aku juga sudah memastikan kepada resepsionis dan faktanya David menyewa apartement ini untuk waktu yang lama. Tapi aku dan para rekanku tak bisa menemukan ponselnya untuk memeriksa adanya ancaman lewat pesan seluler."
Jackob dan Kimberly menghembuskan nafas beratnya bersamaan. Mata Kimberly mengarah pada berkas berisi biodata diri David Earnest dan beberapa berkas lain seperti catatan kriminal yang mengatakan bahwa David bersih dari tindakan kriminal apapun. Kimberly mengerutkan keningnya. "Apa itu catatan pinjaman uang di bank?" tanya nya, di balas oleh anggukan Jackob. "Atas nama David Earnest."
"Boleh aku melihatnya?"
Jackob menaikkan sebelah alisnya ragu-ragu. "Well, ini mungkin bersifat privasi," tukasnya, terkekeh gugup. Sementara Kimberly menatap tajam pria tinggi di hadapannya. "Aku akan membantu pencarian ini."
Pasrah, Jackob memberikan berkas-berkas David pada Kimberly yang disambut serius oleh Kimberly. "Kami masih mencurigai pelarian diri David karena total hutang dan tidak adanya pekerjaan," ungkap Jackob agak meringis melihat wajah terkejut Kimberly begitu melihat nominal pinjaman uang pada bank yanh dilakukan David selama ini. Jumlahnya sangatlah tidak sedikit dan bunga nya kian meningkat.
Kimberly mendongakkan wajahnya. "Bagaimana bisa dia melarikan diri? Jelas-jelas saat kita kemari, masih ada kopi yang baru setengah di minum, pizza basi yang baru di makan 3 slice dan televisi yang masih menyala," tukas Kimberly dengan nada bergetar. Jackob mengangkat kedua bahunya.
"Sekarang kita cuma bisa berharap pada rekaman cctv."
Tiba-tiba, terdengar suara derap langkah dari lorong depan apartement David. Seorang pria buru-buru masuk dengan wajah gelisah. Ia menatap lurus pada Jackob. "Jack!" Pria dengam lencena kepolisian yang mirip dengan Jackob itu mengatur nafas. "Rekaman CCTV-nya menghilang," kemudian, pria tersebut mengalihkan pandangannya kepada Kimberly. "Seperti telah di hapus paksa."
Kimberly tercengang. Tak sadar, air matanya mulai turun mengikuti arus wajah tirusnya. "David.." lirihnya pelan. "Sebenarnya kamu dimana...?"
•▪•
"Selamat datang di loteng!"
"Wow kau benar-benar memperlakukannya sebagai anjing peliharaan," cetus Elvis dengan tawa kecil di iringi pukulan kecil di lengannya oleh Bianca. "Ini lebih baik daripada sofa, bukan? Nanti kita ambil saja selimut dan bantal ekstra yang waktu itu 'tak sengaja' aku buang," ujar Bianca enteng.
"Aku suka gaya mu," timpal Chad, menyungging senyum miring sambil bersedekap dada. Ia melirik pada David pucat yang sama sekali tak berkutik seolah tau jalan pikiran Bianca. Arianne pun hanya menghela nafas. "Kotor, B," celetuk Arianne. Bianca memberikan wajah tak suka. "Dia punya tangan untuk mencuci."
"Ya tapi tangannya terluka karena kalian."
"Jangan memanjakannya," balas Bianca. "Nanti dia jadi cowok cengeng yang pingsan karena minum air keran."
Elvis dan Chad tertawa renyah sedangkan Bianca tersenyum sombong. Wanita itu kini menatap David dengan kerlingan. "Tunggu apa lagi? Semangat, dong."
David tersenyum miris. "Terimakasih," ucapnya sembari memandang sekeliling. Yang ditemukannya hanyalah debu dan beberapa barang rusak yang juga berdebu. Lantai kayunya pun mencerminkan bahwa tak ada seorangpun yang datang kemari dalam waktu lama kecuali para tikus yang sedari tadi mencicit. Ada pula jendela berteralis di ujung loteng yang dipenuhi kotoran sehingga cahaya matahari tak bisa masuk. David menghembuskan nafasnya. 'Setidaknya di sini mereka tak akan terlalu menindasku' batinnya pasrah.
"Lihat? Dia saja berterimakasih," cibir Bianca pada Arianne, membuat Arianne membuang muka. "Mulai sekarang selain bersih-bersih, tugas memasak aku berikan padamu, Dave. Aku pikir gawat juga kalau terus-terusan delivery. Yah, balasan atas terimakasih mu. Dan oh ya, sama-sama."
Chad menepuk pundak David berulang kali. "Congratulation, guk guk!" ejek nya dengan tawa menghina. Elvis ikut menepuk pundak David. "Kau naik pangkat, guk."
Kemudian, Bianca beserta Elvis dan Chad melenggang pergi menuruni tangga loteng dan menghilang dari pandangan David yang meringis karena memar di pundaknya- yang sengaja di tepuk oleh dua bandit sial itu. "Sekarang waktunya bersih-bersih dan pikirkan rencana melarikan diri," gumam David.
"Melarikan diri, huh?"
David terkesiap. Dengan takut-takut ia mengarahkan pandangannya pada Arianne yang ternyata masih berdiri di belakangnya. David menunduk dalam-dalam. "M-maaf.. a-aku... uhh.. b-biarkan aku hidup.."
Arianne mendesis lucu. "Aku tak akan membunuhmu," katanya. Ia memperbaiki letak kacamatanya. "Aku mau membantu mu bersih-bersih," lanjut wanita itu. David membulatkan matanya, tak menyangka bahwa di rumah ini ada orang waras. Walau ia tau Arianne memang tak pernah melukainya, tapi ia baru tau kalau wanita itu mau berbaik hati untuk kesekian kalinya. "Kenapa bengong saja? Bantu aku," pinta Arianne seraya mengangkat papan tebal yang sedikit menghalangi jalan. Buru-buru David membantu Arianne tanpa mengucap sepataah kata pun. Di pikirannya masih dipenuhi oleh tanda tanya yang tak berujung.
Tak membutuhkan waktu lama, keduanya berhasil menyandarkan papan tersebut pada dinding. Arianne menepuk-nepuk kedua telapak tangannya untuk menghilangkan debu yang menempel, sementara David mengelapnya di celana yang mungkin sama kotornya dengan loteng ini.
"Akh!" David meringis- atau lebih tepatnya terkejut- begitu Arianne memegang kedua pundaknya dan menatap tajam di balik kacamata anti-radiasinya tersebut. Dari mata nya terdapat keseriusan atas apa yang akan ia bicarakan setelah ini.
"David Earnest," Arianne membuka mulut. "Aku akan membantumu melarikan diri."
Seketika, kaki David lemas. Tubuhnya jatuh dengan mata yang memandang Arianne penuh harap. Badannya sedikit gemetaran. "B-b-benarkah?? Kau.. tidak sedang bercanda.. bukan?"
Arianne mengangguk mantap. Sementara David menggenggam tangan Arianne dengan sungguh-sungguh. "A-apa aku boleh percaya padamu?"
"Iya," balas Arianne. "Makanya, bertahanlah sebentar lagi dan kita atur rencana bersama-sama."
"Terimakasih! Aku benar-benar berterimakasih padamu, Arianne!" Ungkap David sesenggukan. Sementara Arianne tersenyum tipis. "Ayo mulai bersih-bersih agar kau bisa istirahat dan memulihkan kondisimu."
•▪•
David berbaring pada lantai loteng yang telah sepenuhnya bersih dari debu. Setidaknya, tempat ini barulah terlihat benar-benar seperti loteng, bukan tempat penyimpanan debu atau kandang tikus. Dan sialnya, sakit dan nyeri mulai kembali terasa menggerayangi tubuhnya. David memijat keningnya. Walau disini terdapat orang waras selain dirinya- yang juga hampir tidak waras karena ingin bunuh diri- tentu saja David tak ingin menghabiskan waktunya untuk di siksa tanpa ampun.
Omong-omong, kewarasan lain yang ia dapatkan hari ini ialah satu selimut kotor, satu bantal yang busanya keluar karena cakaran kucing, dan beberapa baju ganti bekas Chad dan Elvis. Setidaknya baju-baju tersebut pas di tubuhnya, masih bagus dan modis. Hal lain yang David tau, Elvis lebih fashionable dibanding Chad yang kebanyakan bajunya hanya kaus polos dan boxer. Sedangkan Bianca adalah wanita sembrono yang memberikan pakaian dalam nya pada David dengan seringai lebar.
David pun di baru saja di beri makan sepiring McDonald's bagian dada yang setengahnya ada bekas gigitan besar juga sedikit noda lipstik- yang pastinya Bianca-lah pelakunya.
Tak lama, ketika rasa kantuk mulai menyerangnya, David langsung menepuk keningnya sendiri dan bangkit berdiri. Tidak, ini bukan saatnya untuk tidur lelap seolah esok hari akan lebih baik. Karena kini, tempatnya berada ialah rumah penyiksaan bandit-bandit yang tanpa hati memperlakukannya seperti sampah samsak tinju.
Ini waktunya untuk membuat senjata.