webnovel

Lahirnya Kimmy Ara

Operasi yang dijalani Alenta berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun. Pemulihan setelah operasinya berlangsung selama satu minggu. Selama itu Alden dan Selly bergantian menjaga Alenta.

Hari ini perban wajah Alenta akan dilepas. Alenta sudah menunggu-nunggu hari ini. Selama seminggu wajahnya terasa pengap dan besar karena perban yang masih melilit disana. Ada rasa takut dan gugup yang melanda hatinya tiba-tiba. Bagaimana jika wajahnya berubah menjadi buruk karena operasi ini?

Alden telah datang ke ruangannya setengah jam yang lalu sedangkan Selly berhalangan hadir karena jadwal praktiknya yang bentrok hari ini.

"Kau gugup hari ini?" Tanya Alden pada Alenta.

Alenta mengangguk pelan, ia hanya bisa menggerakkan kepalanya sebagai isyarat untuk menjawab lawan bicaranya.

"Baiklah perbannya akan saya buka. Nona Alenta, Anda sudah siap?" Tanya Dokter John, Dokter yang bertanggung jawab atas operasi plastik Alenta. Dokter John adalah teman ayah Selly yang bertugas khusus di bagian dermatologis.

Alenta memutar jari jemarinya lalu mengangguk pelan. Ia gugup sekali.

"Kau bisa membuka matamu, Nona,"

Alenta membuka matanya sedikit demi sedikit. Bayangan Alden langsung menyambutnya kala ia membuka mata. Ia mengangkat alis saat melihat Alden yang menatapnya tanpa berkedip.

"Ada apa? Kenapa kau menatapku seperti itu, Alden?" Kening Alenta berkerut samar, tubuhnya bergerak dengan gelisah melihat gelagat Alden yang tidak biasa, "Apa wajahku terlihat aneh, katakan padaku?"

Alden segera menerbitkan sebuah senyuman melihat wajah Alenta berubah panik,

"Kau terlihat sangat..."

Perkataan Alden yang menggantung membuat Alenta semakin panik, "Apa wajahku benar-benar buruk?"

Alden terkekeh melihat tingkah Alenta, ia segera mengangkat tangannya, "Tidak, maksudku kau terlihat lebih cantik dibanding sebelumnya. Kerja yang bagus, Dokter!" Ucap Alden lalu mengalihkan pandangannya pada Dokter John.

Alenta yang mendengar gurauan Alden segera mencebik. Ia tidak menyangka bahwa Alden akan mengerjainya seperti ini. Ia hampir terkena serangan jantung tadi.

Dokter John menundukkan tubuhnya sejenak mendengar pujian dari Alden. Ia mengambil cermin lalu mengulurkannya pada Alenta. "Silahkan, Nona, Anda pasti penasaran bagaimana rupa wajah Anda,"

Alenta mengambil cermin yang terulur dengan cepat. Ia terperangah melihat hasil operasi plastiknya yang memang tidak mengecewakan. Wajahnya terlihat lebih tirus dibanding sebelumnya, bola matanya menjadi besar, hidungnya lebih kecil namun runcing ke arah depan, bibirnya yang tipis kini disulap menjadi bibir yang penuh dengan warna merah muda merona. Alenta mengerjapkan matanya berkali-kali melihat pantulan wajahnya. Apa seperti inilah rupa bidadari itu?

"Apa ini aku?" Tanya Alenta masih tidak percaya. Pantas saja banyak wanita yang mengidam-idamkan menjalani operasi plastik, ternyata ini alasannya.

"Ya, itu adalah buah karya dari Dokter John, berterimakasihlah!"

Alenta menghadap Dokter John lalu menggamit tangannya dengan erat, "Terimakasih Dokter,"

Dokter John membalas ucapan Alenta dengan senyuman lebar, "Saya hanya merubah agar garis wajah Anda berbeda dari sebelumnya, Nona. Saya berhutang banyak pada Ayah Selly, jadi hanya ini bantuan kecil yang bisa saya berikan untuknya."

Alenta balas tersenyum lalu berterimakasih kembali.

"Kalau begitu, saya pamit,"

Mereka berdua kompak menganggukkan kepalanya lalu membiarkan Dokter John meninggalkan ruangan itu.

Sepeninggal Dokter John, Alden menatap Alenta yang tengah tersenyum lebar. Selama beberapa minggu, baru hari ini ia melihat Alenta dengan ekspresi seperti itu. "Bagaimana perasaanmu?" Tanya Alden.

"Aku sungguh antusias dengan wajah baru ini," jawab Alenta lalu tersenyum lebar.

Alden ikut tersenyum melihat wajah ceria dari Alenta. "Jadi, apa kau sudah siap?" Tanya Alden kembali, kali ini dengan sorot wajah serius.

Alenta mengangguk paham dengan apa yang Alden bicarakan, apalagi kalau bukan tentang keluarga Herenson. "Aku selalu siap Alden,"

"Ini identitasmu yang baru," Alden tiba-tiba melemparkan beberapa berkas yang tegeletak di samping nakas ke arah pangkuan Alenta.

Alenta segera mengambil berkas-berkas itu lalu membacanya dengan seksama.

"Mulai sekarang namamu adalah Kimmy Ara. Kau adalah pengangguran, merupakan lulusan universitas ternama dengan nilai IPK fantastis," tukas Alden sambil menunjuk berkas-berkas itu.

Alenta menatap berkas-berkas di hadapannya dengan takjub. Alden mempersiapkan segalanya dengan baik, bahkan ia dapat memiliki ijazah sebuah universitas ternama dengan nilai yang menakjubkan. Ia tidak bisa membayangkan apa saja yang dilalui Alden untuk mendapatkannya.

Ia menggemgam kuat berkas itu lalu berkata dengan nada lugas, "Aku akan memanfaatkan pemberianmu ini dengan baik,"

Alden menganggukkan kepalanya, "Kau pasti bisa, aku akan mendukungmu,"

"Tapi apa yang harus ku lakukan sekarang?" Tanya Alenta masih tidak mengerti kemana arah rencana Alden.

"Hal pertama yang harus Kimmy Ara lakukan adalah masuk ke perusahaan Number One."

Alenta melebarkan matanya mendengar ucapan Alden. Perusahaan Number One? Tapi bagaimana mungkin ia masuk ke perusahaan besar itu sedangkan ia tidak memiliki pengetahuan apapun soal bisnis.

"Tapi Alden, aku tidak mengerti soal bisnis. Mereka akan mencurigaiku dengan mudah,"

Alden menyeringai mendengar pertanyaan Alenta. "Tentu saja aku yang akan mengajarimu,"

****

Selama dua minggu Alenta mengebut pengetahuan soal bisnis. Kepalanya hampir pecah mendengar segala hal yang diajarkan oleh Alden. Ia ingin menyerah, namun saat teringat kembali akan dendamnya yang belum terlaksana, semangat Alenta kembali bangkit. Esoknya ia akan kembali duduk di hadapan Alden lalu memohon untuk mengulang kembali segala pelajaran mereka.

Usaha Alenta nyatanya membuahkan hasil. Alden tersenyum puas melihat kemajuan Alenta yang bisa menguasai ilmu bisnis dalam waktu singkat.

"Sepertinya kau sudah siap untuk masuk ke perusahaan mana pun."

Alenta tersenyum mendengar perkataan Alden. Ia sangat bangga akan segala pencapaiannya, kali ini ia yakin ia bisa menyusup ke perusahaan Number One tanpa dicurigai.

"Tapi bagaimana caranya aku masuk kesana, Alden?" Tanya Alenta bingung. Perusahaan besar seperti itu tentu tidak akan merekrut karyawan sembarangan.

"Aku sudah menyiapkan segalanya,"

Alenta mengangkat alisnya tidak paham. Alden terlihat mengambil dua carik kertas dari saku bajunya lalu memberikannya pada Alenta.

Mata Alenta terbelalak melihat kedua undangan yang berada di tangannya. Jelas saja ia terkejut karena undangan itu merupakan undangan untuk acara pertunangan Rafael Herenson dan Puteri Barbara.

"Darimana kau mendapatkan ini?" Tanya Alenta heran.

"Dari mantan kekasihmu,"

Alenta terperangah mendengar jawaban Alden yang singkat. Rafael? Kenapa dia bisa memberi Alden sebuah undangan? Bukankah mereka tidak memiliki hubungan apapun sebelum ini?

"Tapi bagaimana bisa?"

Alden segera memotong ucapan Alenta dengan mengangkat sebelah tangannya, "Sudahlah jangan banyak bertanya dulu. Kau hanya perlu berdandan yang cantik untuk acara besok malam, kau mengerti?"

Alenta mendesah karena Alden bersikap sok misterius sekarang. Namun kemudian ia menganggukkan kepalanya singkat.

"Ingat Alenta, kau harus menunjukkan karismamu di hadapan mereka terutama Rafael. Richard mungkin sulit untuk kau dekati, tapi kurasa mantan kekasihmu tidak sepintar itu,"

"Jadi dengan cara itu pula kau akhirnya bisa mendapatkan ini?" Tanya Alenta sambil menunjuk kedua undangan itu.

Alden melengkungkan bibirnya mendengar pertanyaan Alenta, "Ya semacam itu. Jadi apa kau sudah siap bertemu para iblis itu, Alenta?"

Tangan Alenta refleks mengepal di sudut meja. Ia menganggukkan kepalanya sungguh-sungguh sebagai jawaban atas pertanyaan Alden. Ia pasti bisa menghancurkan mereka semua.