webnovel

TWIN’S PET

The Twins’ Pet (HIATUS) G: Fantasi Dark Romance. Dilarang mengcopy paste tulisan ini dalam bentuk apa pun!!! Tindakan plagiatan akan saya proses secara hukum. SINOPSIS: ========== Vol 1. Crescent Moon Perasaan yang dalam. Ikatan yang kuat. Cinta yang manis. Pengorbanan yang tulus. Membuat ketiganya bisa mengatasi tiap rintangan dalam kehidupan yang tidak masuk diakal ini. Saat gairah cinta yang menggebu melilit penuh harmoni bersamaan dengan nafsu yang membuncah. Kekuatan itu hadir, memenuhi jiwa, memenuhi tiap-tiap pembuluh darah dengan ledakkan adrenalin. “My soul will rise in your embrance,” ucap Sadewa saat memandang iris mata Liffi dengan penuh hasrat. “Sadewa,” lirih Liffi. “For I’m yours, and you’re mine!!” bisik Nakula penuh gairah, desah napas terasa hangat pada daun telinga Liffi. “Nakula,” desah Liffi. Black and White. Fresia and Hibicus Musk and Vanilla Fresh and Sweet “Mana yang kau pilih, Liffi?” Ikatan cinta yang kuat membuat Liffi enggan untuk memilih salah satu di antara keduanya. Lantas siapakah yang Liffi pilih? Nakula yang garang, liar, dan penuh kekuatan? Atau ... Sadewa yang pintar, dingin, dan penuh wibawa? Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa luar biasa.—BELLEAME. This cover novel is not mine. If the artist want to remove it, please DM, I’ll remove it. Terima kasih. Selamat membaca, Belle Ame.

BELLEAME · Fantasi
Peringkat tidak cukup
389 Chs

REGAL

Nakula merasakan lengan dan betisnya berdenyut nyeri. Racun wolfsbane yang menyangkut saat tubuhnya tergores senjata tajam milik Gilang mulai bereaksi. Nakula merasa tubuhnya semakin panas dan lemas.

Kedua shewolf itu semakin mendekat, keduanya memang tak punya hasrat untuk bertarung tapi jelas sekali kalau mereka sangat -sangat kuat, apalagi yang buta. Nakula dan Sadewa bisa merasakan aura dari kekuatannya yang melimpah.

"Jangan tertipu dengan penampilannya, Dewa. Yang buta kuat sekali." Nakula bergidik saat merasakan aura yang terpancar dari tubuh Zennith.

"Aku tahu, Naku," jawab Sadewa, ia pun merasakan hal yang sama dengan Nakula.

"Kembalikan anakku! Kalian boleh membunuhnya, tapi jangan dibawa pulang," renggek Addair, ia tak boleh mebocorkan rahasia pack mereka lewat Elroy.

Addair takut pack West mencari tahu kandungan serum aktif pada tubuh Elroy. Serum itu adalah pemicu berubahnya manusia menjadi werewolf.

Sialan sakit sekali, aku harus segera mengakhiri pertandingan ini, pikir Nakula. Di tangannya ada sebuah anak panah berlapis wolfsbane milik Gilang. Cukup menancapkan anak panah ini ke tubuh serigala buta itu, maka mereka ada kesempatan untuk menang. Apa lagi Zennith buta, shewolf itu memang tahu saat Nakula menyerangnya, tapi pasti tak tahu kalau Nakula menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.

Nakula melompat tinggi, hendak menancapkan anak panah beracun ke tubuh Zennith. Zennith telah bersiap untuk menangkis serangan Nakula.

"Kesempatan!" Nakula sudah mengangkat anak panah itu tinggi-tinggi agar bisa menancap cukup dalam di dada Zennith, namun tiba-tiba.

BRAK!!

Seorang manusia werewolf lainnya menerima panah itu dan membenturkan diri ke arah Nakula. Mendorong tubuh Nakula dengan tinjunya yang keras. Nakula terpental, terseret jauh sampai beberapa meter dan terbentur pada dinding gedung sampai retak.

Manusia serigala itu menggeram marah, bulunya yangg berwarna merah maroon terlihat berkilau saat sinar bulan menerpa permukaannya. Anak panah yang harusnya menancam di dada Zennith itu kini menancap di lengannya. Manusia serigala itu sangat cepat dan lincah, dalam hitungan detik dia kembali melompat sambil berubah menjadi serigala besar menuju ke arah Nakula. Ia hendak menerkam Nakula, menghabisinya dalam satu kali gigitan.

Sadewa tak tinggal diam, ia tak mungkin membiarkan adiknya mati ditangan musuh. Dengan segera Sadewa berubah menjadi seekor serigala putih besar dan menerkam leher sang serigala merah. Serigala merah itu melingsut, menghindari serangan Sadewa. Sadewa memasang badannya di depan Nakula, ia melindungi Nakula. Para Warrior yang melihat pertandingan itu ikut menelan ludah mereka. Petarungan serigala-serigala buas itu tak bisa terbayangkan oleh mereka saat ini.

"Sa ... Sadewa?" Nakula terperangah melihat bentuk sejati Sadewa, serigala dengan bulu putih, seputih salju pertama di musim dingin. Dengan sempurnanya perubahan bentuk Sadewa, berarti Sadewa sudah memiliki mate. Lantas siapa? Siapa mate Sadewa?

Nakula melihat ke segala arah, tak ada satu pun serigala wanita yang mengikuti Sadewa.

"Grrrr ...," geram serigala merah itu terdengar garang.

"Grrrr ...," geram Sadewa juga menunjukan taring tajamnya.

Serigala merah maroon itu berubah ke bentuk manusia serigala. Ia mencabut anak panah yang bersarang pada lengan kekarnya.

"Regal, kau terluka?" Zennith yang sudah kembali ke wujud manusia menghampiri matenya, alpha pack Feuer, Regal.

"Wolfsbane." Regal mencium ujung anak panah, hidungnya seakan tertusuk dengan baunya yang tajam. Regal membuang anak panah beracun itu dan mulai memandang Sadewa kembali.

"Siapa kalian?" Sadewa bertanya, wajahnya terlihat khawatir. Regal walau terluka namun auranya tetap saja menakutkan. Hening, suasana mencekam itu bertahan cukup lama. Regal diam saja, ia mencoba mengintimidasi Sadewa dengan auranya.

"Ayo kita pergi, Regal. Kau terluka," ajak Zennith, wanita itu merasa bersalah karena keteledorannya, Regal sampai terluka.

"Aku punya penawar racun wolfsbane di laboratorium." Addair ikut membujuk Regal. Addair tahu Regal sangat kuat, akan mudah baginya untuk mengalahkan Sadewa, namun Regal juga pasti akan mati bila racun dalam jumlah besar itu mengalir ke seluruh pembuluh darah dan masuk ke jantungnya.

"Regal, kumohon!" Zennith mencengkram erat lengan Regal, pria itu menghela napasnya dan menurut. Baginya Zennith lebih penting dibandingkan pertarungannya dengan Sadewa.

"Addair, Atlas membutuhkanmu. Tuan marah karena kau pergi meninggalkan laboratorium," tukas Regal.

Regal menggendong Zennith dengan tangannya yang tidak terluka.

"Apa kau bilang? Jangan katakan Altas menanggung kesalahanku lagi?" Addair membulatkan matanya, pantas saja dari tadi dadanya berdebar tak karuan. Ternyata matenya sedang terluka.

"Benar, segeralah pulang! Sembuhkan Atlas." Regal meloncat meninggalkan Addair yang menatap nanar pada Sadewa.

"Tunggu saja, Kid. Aku akan mengambil anakku kembali!" Addair ikut meloncat pergi mengikuti Regal.

Sadewa berubah kembali menjadi manusia, ia membantu Nakula bangkit. Keringat sebesar jagung mulai mengalir dari kening Nakula. Racun wolfsbane mulai membuatnya lemah.

"Ayo, Naku, kita pulang. Aku yakin para tetua punya penawar racunnya." Sadewa memapah Nakula masuk ke dalam mobil. Emily membantu menyelimutkan kain pada tubuh keduanya.

Para beta warrior mulai menghentikan brikade mereka dan bergegas membereskan kerusuhan. Beruntung Emily sudah berhasil menutupinya pihak media. Ia juga menghubungi seorang werewolf yang memiliki pekerjaan sebagai seorang sutradara. Kini video mencekam itu hanya akan dianggap oleh manusia sebagai syuting film. Dan kejadian menegangkan itu adalah bagian dari promosi.

"Beruntung tidak banyak yang harus diperbaiki, Tuan. Hanya beberapa fasilitas umum, dinding gedung, dan dua buah mobil. Saya sudah memberikan kompensasi pada para pemiliknya." Emily duduk di depan, sementara Sadewa merebahkan kepala Nakula pada pangkuannya. Kembarannya itu mulai menggigil kedinginan karena racun wolfsbane.

"Tetap berjagalah, Emily, blokir semua situs yang menayangan video itu. Juga kirim beberapa warrior kuat untuk melacak keberadaan para werewolf tadi. Sepertinya ia juga terluka karena panah beracun yang diberikan Nakula. Mungkin mereka belum jauh." Sadewa menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia tak pernah menyangka akan bertemu dengan manusia serigala sekuat itu.

"Baik, Tuan."

"Juga segera siapkan pengobatan untuk Nakula, Emily. Aku akan mencari Liffi." Sadewa membutuhkan matenya.

"Baik, Tuan." Emily mengangguk.

ooooOoooo

Di tempat lain, Liffi merasakan pusing dan mual. Dorongan muntah kembali terasa tajam mengaduk-aduk perutnya.

"Hei, kau tidak apa-apa?" Grey bingung karena Liffi terlihat begitu pucat saat terbangun.

"Kamar mandi, di mana kamar mandi?" tanya Liffi.

"Itu." Grey menunjuk sebuah kamar mandi di sudut ruangan.

Liffi mengangguk, dengan sempoyongan ia beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Gadis itu memuntahkan semua isi perutnya. Kini tubuhnya semakin lemas, semakin tak bertenaga.

"Di mana aku?" Liffi baru sadar setelah perutnya sedikit nyaman.

"Kau di rumahku, kita makan bersama dan kau mabuk. Mungkin efek pegar, jadi kau muntah-muntah. Ini minumlah segelas air hangat." Grey menyodorkan cangkir ke arah Liffi, Liffi mengangguk dan meminum air itu.

"Jane?"

"Dia sudah pulang."

"Ah, begitu. Maaf ya Grey, aku merepotkan kalian. Sampai tertidur di rumahmu juga," lirih Liffi merasa bersalah karena mabuk.

Grey merasa kasihan dengan Liffi. Tak seperti yang ia pikirkan, Liffi ternyata bukalah manusia picik seperti ucapan Jane. Dia hanya gadis manis biasa, yang mudah kikuk dan merasa bersalah. Tak mungkin dia merebut Black dari Blink. Tak mungkin Liffi mempengaruhi Black untuk meninggalkan teman-temannya.

"Apa mau aku antar pulang?" tanya Grey. Ia tak lagi peduli wejangan Jane untuk mencegah Liffi pulang.

Tiba-tiba dada Liffi berdenyut, sakit. Keringat dingin kembali mengucur.

Siapa kali ini? Nakula atau Sadewa? Kenapa mereka sering sekali bertarung, sih? tanya Liffi dalam benaknya.

"Hei, Hei, kau kenapa?" Grey mencoba menyadarkan Liffi dari lamunannya.

"Tidak, aku hanya memikirkan sesuatu." Liffi menghabiskan air minum dan bergegas bangkit. Ia harus kembali ke apartemennya dan secepat mungkin untuk menghubungi Nakula atau Sadewa.

"Aku antar pulang." Grey menyahut kunci mobilnya.

"Terima kasih, Grey." Liffi mengangguk.

Di tengah jalan, dada Liffi terasa semakin sesak. Liffi merasakan nalurinya sebagai seorang mate, Nakula atau Sadewa sangat membutuhkannya saat ini.

Siapa? Apa kalian baik-baik saja? tanya Liffi dalam hatinya, kekhawatiran mulai menyelimuti hati Liffi.

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana