“Apa-apan nih?!” Tanya Bima tidak terima ketika Rama begitu saja datang dan menghancurkan meja kerjanya, laki-laki itu sudah bergadang selama lima hari demi menyelesaikan program buatannya.
“Di mana Jenna?!”
“Kamu mabuk? Jelas-jelas Jenna ada sama kamu!”
“Aku enggak main-main Bima, di mana Jenna?!” kali ini Rama menarik kerah pakaian Bima dengan kasar.
“Aku enggak tau!” Bima tidak tinggal diam, rasa frustasi karena bisnisnya di ambang kehancuran dan juga rasa kesalnya kepada Rama membuat laki-laki itu gelap mata.
Para tuan muda keluarga Sore itu saling melemparkan makian, wajah mereka sudah babak belur karena baku hantam yang baru berhenti lima menit yang lalu.
“Gue bener-bener enggak tau Jenna ada di mana.” Ucap Bima sembari menyentuh bibirnya yang sobek. Laki-laki itu memperhatikan wajah kembarannya yang jelas sangat tertekan, kemudian bertanya.
“Ada apa lagi?”
“Jenna tiba-tiba aja ilang dari kamar perawatannya.”
“Kamar perawatan?” Bahu Bima kembali tegak, laki-laki itu tidak ragu ketika bergerak menarik kemeja kusut saudaranya.
“Apa maksudnya kamar perawatan?!”
“Jenna tiba-tiba aja pingsan dan dokter bilang dia..”
“Jenna kenapa?!”
“Dia hamil.” Mata Bima bergerak nanar, berkali-kali ia menggumamkan kata ‘hamil’ dengan nada tidak percaya.
“Jenna hamil Bim dan sekarang gue enggak tau dia ada di mana.” Bima tidak lagi menanggapi suara lirih saudaranya karena ia sendiri juga masih harus menenangkan perasaannya sendiri.
***
Bibir Rama menipis melihat beberapa rekaman cctv yang berhasil di dapatkan oleh orang-orangnya, kepala laki-laki itu seketika pening melihat bagaimana Jenna dengan tidak ragu memanjat dinding rumah sakit untuk turun ke bawah.
“Rekaman cctvnya cuma sampai sini tuan.”
“Enggak ada lagi gambar yang bisa kalian ambil?” tanya Bima mewakili Rama yang masih memijat pelipisnya, laki-laki itu benar-benar kelihatan frustasi sekarang.
“Enggak ada tuan.”
“Haah, kalian teruskan pencarian. Jangan berhenti sampai Jenna ketemu, ngerti?”
“Baik tuan.”
Orang-orang suruhan itu sudah pergi, tapi Rama belum juga bersuara, laki-laki itu terus melihat rekaman cctv yang menjadi bukti bahwa perempuan itu tidak di culik melainkan memang melarikan diri.
“Dia lagi hamil muda! Bisa-bisanya bergerak sembarangan kayak gitu.” Desis Rama murka.
“Dia enggak akan lari kalau kamu enggak bikin masalah.” Rama diam, laki-laki itu memang sudah menceritakan semua hal yang terjadi kepada Bima.
“Aku udah kasih tau ayah sama bunda, besok mereka dateng. Kali ini kita butuh kekuasaan ayah untuk bisa nemuin Jenna dengan cepat.” Rama hanya mengangguk, otaknya sudah tidak lagi bisa di pakai untuk berfikir karena sejak tadi isi kepalanya hanya kekhawatiran atas keselamatan Jenna dan juga calon anak mereka.
Hal yang pertama kali di lakukan Pandu begitu melihat Rama adalah, menamparnya. Untuk pertama kalinya laki-laki itu melakukan kekerasan kepada darah dagingnya sendiri. Laki-laki paruh baya itu mengabaikan wajah Rama yang lebam dan terus melayangkan pukulan ke tubuh anak laki-lakinya itu.
“Ayah enggak pernah ngajarin kamu untuk jadi laki-laki brengsek Rama!”
“Maaf yah.” Maira hanya bisa menutup mulutnya dan terisak di bahu Bima, kali ini perempuan itu tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan putranya karena Rama memang benar-benar sudah keterlaluan. Tidak hanya mensabotase bisnis keluarga dan juga Bima, laki-laki itu juga menghamili dan melakukan tindakan kekerasan kepada Jenna.
“Setelah Jenna ketemu nanti, jangan harap kamu bisa sama-sama dia lagi.”
“Yah!” Seru Rama tidak terima.
“Jenna sekarang lagi mengandung anak aku, itu artinya dia harus sama aku.”
“Biar Jenna yang mutusin nanti, apa dia mengingunkan kamu terlibat dalam kehidupannya lagi atau enggak. inget Ram, Jenna enggak berhutang apapun ke keluarga ini.” ucap Pandu sembari melangkah meninggalkan Rama.
“Yah! Ayah!” seru Rama dengan panik, laki-laki itu ketakutan. Rama takut pada kemungkinan tidak lagi bisa melihat Jenna dan juga anak mereka.