webnovel

Tuan CEO, Jangan Cintai Aku!

Sejak kematian Melysa, kakaknya yang meninggalkan bayi mungil bernama Liesel, Genevieve yang baru berusia 17 tahun, harus mengambil alih peran sebagai ibu dari bayi tersebut. Liesel terlahir dari hubungan semalam ketika Melysa dijebak rekan kerjanya yang iri kepadanya dengan seorang laki-laki yang tidak dikenal. Akibat peristiwa itu, Melysa terpuruk dalam depresi dan akhirnya meninggal. Genevieve harus berhenti sekolah, mencari kerja, dan membesarkan Liesel sendirian. Hidupnya sangat berat dan penuh penderitaan, hingga pada suatu ketika, ia bertemu CEO tampan dari grup Wirtz tempat ia bekerja dan mereka saling jatuh cinta. Namun ketika cinta mulai bersemi, rahasia kelam di masa lalu membuat hati Genevieve terluka dan memutuskan untuk pergi. *** Adler Wirtz tidak pernah jatuh cinta kepada wanita manapun sebelum ia bertemu Genevieve. Pengalaman buruk 4 tahun lalu ketika ia dijebak mantan kekasih untuk tidur dengan seorang wanita tidak bersalah membuatnya trauma. Selama bertahun-tahun ia menyimpan rahasia kelam itu, sambil berusaha mencari wanita yang tidur dengannya empat tahun lalu itu, setidaknya untuk menunjukkan tanggung jawab. Namun sayang, ketika Adler mulai membuka hati kepada Genevieve, rahasia masa lalunya terkuak ke permukaan bersama dengan munculnya anak perempuan yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Hidup Adler serentak berubah dan hubungannya dengan Genevieve pun hancur. Apakah Genevieve akan dapat memaafkan Adler dan melupakan dendam masa lalu? Ataukah ia akan meninggalkan Adler selamanya?

Missrealitybites · Perkotaan
Peringkat tidak cukup
296 Chs

Adler Merindukan Genevieve

Nyonya Ross hanya tersenyum samar. Tidak ada yang bisa disalahkan. Semua sudah terlanjur terjadi. Suara ketukan di pintu, menyadarkan mereka kalau sup itu sudah selesai dimasak.

Adler dan Nyonya Ross melangkah menuju ruang makan. Baru saja Adler duduk, ponselnya bergetar. Separuh malas dirogohnya saku celana untuk melihat siapa yang menghubungi. Sebelah alis matanya naik.

'Mau apa dia? Kalau ingin bermain-main, dia pikir sedang berurusan dengan siapa?' Adler mendengkus.

Panggilan itu diabaikan lalu ponsel diletakkan sembarangan di kursi kosong di sebelah Adler. Namun, rupanya Elma masih belum ingin menyerah. Ponsel Adler kembali berdering.

Adler terpaksa menjawab panggilan itu karena tatapan penuh tanya dari sang nenek. Adler menjauh dari ruang makan.

"Apa maumu, Elma?" Nada tak bersahabat langsung diucapkan Adler begitu menekan tombol terima panggilan.

"Kau di mana, Ad? Kenapa pergi? Bukannya kau sedang sakit?" Elma terdengar panik.