webnovel

Bab 38-Pertemuan Lawa Agung

Mengembarai jejak hati yang patah

di antara keramaian yang lelah

dan kesepian yang tumpah ruah

bagi seorang yang memiliki api

tak sulit baginya menggapai bayangan matahari

Jaka Umbara tertarik mengikuti karena para prajurit itu bukan dari Pajang maupun Jipang. Dia penasaran mereka tergesa-gesa karena apa. Pemuda berkepandaian tinggi ini menyelinap dan berlari di antara pohon dan semak beluar. Keluar dari badan jalan karena niatnya hanya ingin mengintai. Bukan mencari setori.

Rombongan prajurit berkuda itu berhenti di sebuah tempat yang cukup lapang. Di sana mereka bertemu dengan rombongan pasukan berkuda yang lain. Pasukan berjumlah dua puluhan itu dipimpin oleh seorang wanita cantik berumur empat puluhan berbaju serba hijau.

"Kalian sudah menemukan jejak Raden Soca?" Wanita itu menatap pimpinan rombongan yang baru tiba.

Pemimpin pasukan itu memberi hormat dengan sigap.

"Belum Paduka Putri Anila. Kami hanya sempat mendengar kabar bahwa Raden Soca terakhir terlihat di Puncak Ciremai. Kemudian kami mencoba menelusuri jejaknya hingga ke Alas Roban ini tapi kami tidak menemukan apa-apa."

Putri Anila menggumam pelan. Tangannya meraih saku bajunya kemudian terayun menyambitkan jarum-jarum kecil beracun mengarah tempat Jaka Umbara bersembunyi.

Pemuda ini tentu saja terkejut bukan main. Sadar bahwa wanita itu punya kepandaian tinggi sehingga tahu dia sedang bersembunyi dan mengintai mereka. Jaka Umbara membuang tubuhnya ke samping mengelak dari sambaran jarum-jarum yang diduganya pasti sangat mematikan itu.

Putri Anila mengayunkan tangannya lagi. Kali ini bukan jarum beracun yang meluncur dari tangannya, tapi sambaran pukulan dahsyat yang bisa membuat Jaka Umbara tewas atau terluka jika tidak segera menghindar dengan melompat menjauh. Jaka Umbara bergidik. Wanita ini punya watak kejam yang tak segan-segan membunuh orang yang tak dikenalnya.

Setelah berhasil menghindar, Jaka Umbara melangkah mendekat. Puluhan prajurit itu langsung menutup semua jalan keluar dan mengepungnya. Putri Anila menatap Jaka Umbara dengan pandangan menyelidik. Kagum juga terhadap pemuda yang sanggup menghindar dari dua serangannya yang bukan main-main tadi.

"Siapa kau?! Dan kenapa kau memata-matai kami?" Putri Anila melemparkan pertanyaan tegas. Jaka Umbara menganggukkan kepalanya. Pemuda ini memang penuh sopan santun.

"Maafkan aku Paduka Putri. Namaku Jaka Umbara. Aku hanya mengikuti para prajurit yang mendahuluiku tadi. Hanya ingin tahu saja dan tidak bermaksud buruk apapun. Sekali lagi, maafkan aku." Jaka Umbara membungkukkan badan. Meminta maaf dengan tulus, dia tidak mau terjadi perseteruan yang tidak perlu. Mereka tidak punya masalah apa-apa sebelumnya.

"Hmm. Perkara maaf urusan nanti anak muda. Apakah kau mengenal seorang pemuda bernama Raden Soca? Tinggi, tampan dan berilmu tinggi? Selalu berbaju serba hitam?"

Jaka Umbara mengerutkan keningnya. Mencoba mengingat-ingat. Dia belum pernah mendengar nama Raden Soca. Pemuda itu menggelengkan kepala.

"Maafkan Paduka Putri. Aku tidak pernah mengenal yang bernama Raden Soca."

Putri Anila mengatupkan mulutnya. Matanya terlihat marah.

"Kalau begitu kau tidak ada gunanya!" Tubuh ramping Putri Anila melesat ke depan. Melepaskan pukulan Badai Laut Selatan yang dahsyat bermaksud membunuh Jaka Umbara dengan sekali pukul.

Tentu saja Jaka Umbara terkejut bukan main. Benar-benar wanita keji. Pemuda ini segera memainkan jurus-jurus pukulan Lafadz Sejati yang dipelajarinya dari Kyai Mustofa. Tubuhnya bergerak lamban namun menampilkan pertahanan yang sangat kokoh. Lafadz Sejati memang tidak diperuntukkan untuk menyerang. Ilmu yang disarikan dari beberapa surat di kitab suci ini hanya digunakan untuk bertahan terhadap serangan seganas apapun dan sihir sekuat apapun.

Pertempuran hebat terjadi di pinggiran Alas Roban. Putri Anila yang bernafsu membunuh dan Jaka Umbara yang hanya berusaha bertahan. Pukulan Badai Laut Selatan menderu-deru menghajar apa saja disekitarnya karena selalu mental dan tertahan oleh kedahsyatan Ilmu Lafadz Sejati. Membuat para prajurit bergerak mundur secara serentak. Pukulan Putri Anila sangat berbahaya bagi siapa saja yang terlalu dekat.

Jaka Umbara sama sekali tidak terdesak. Meskipun Putri Anila kemudian juga menambahkan sihir pada Pukulan Badai Laut Selatan, namun pemuda itu tak terpengaruh sedikitpun. Putri Anila semakin marah. Wanita ini menambah daya serangnya dengan memainkan jurus-jurus Kabut Laut Selatan yang langka dan aneh.

Gelanggang pertempuran perlahan-lahan tertutup kabut tipis yang berhawa sangat dingin. Para prajurit semakin jauh mundur. Tubuh mereka menggigil kedinginan.

Pukulan Putri Anila memang semakin mengerikan. Jaka Umbara terhuyung-huyung terkena pengaruh hawa dingin yang luar biasa itu. Lafadz Sejati bisa dengan mudah menolak sihir dan ilmu hitam. Tapi untuk menolak pukulan yang berdasarkan hawa sakti, tentu saja Jaka Umbara harus punya hawa sakti yang kuat juga. Sebetulnya hawa sakti Jaka Umbara bisa mengimbangi Putri Anila, namun keanehan pukulan Kabut Laut Selatan memang tidak ada duanya. Jaka Umbara langsung terdesak hebat.

Hal yang membuat Putri Anila tidak butuh waktu lama untuk mendaratkan pukulan yang telak mengenai dada Jaka Umbara. Pemuda ini mengeluh pendek dan roboh dengan nafas tersengal-sengal dan darah menyembur deras dari mulutnya. Putri Anila tertawa terkekeh. Tangannya terayun mengirimkan pukulan dahsyat yang mematikan ke kepala Jaka Umbara yang hanya bisa tergeletak pasrah.

Dukk! Dukk! Dess!

Tangan Putri Anila tergetar dan terpental. Tubuhnya terhuyung-huyung nyaris jatuh. Namun dengan berusaha sedikit keras, salah satu pemimpin Lawa Agung itu berhasil berdiri tegak kembali. Memandang orang yang telah menolong Jaka Umbara dengan mata melotot tak percaya! Raden Soca menatapnya dingin.

"Pemuda ini sudah terluka Bibi Anila. Kenapa kau ingin sekali menghabisinya? Itu kejam!" Raden Soca mendesis marah.

Putri Anila menjeritkan amarah luar biasa. Orang yang dicari-carinya hadir di sini tapi berada di pihak musuh!

"Raden! Kenapa kau malah membela musuh?! Kenapa kau berani menurunkan tangan kepadaku yang sangat setia kepada ayahmu?!"

Raden Soca tetap memasang wajah dingin.

"Musuh yang mana Bibi Anila? Pemuda ini bukan musuh yang harus dicari. Dan kalau Bibi setia tentu Bibi mati bersama Ayahku di gelanggang pertempuran kala itu."

Putri Anila kehabisan kata-kata saking marahnya. Kembali mengeluarkan jeritan nyaring yang menggema di Tlatah Alas Roban. Jeritan yang disambut jeritan lain dengan nada sama. Disusul berkelebatnya sesosok bayangan yang hadir di sisi Putri Anila dan memandang penuh amarah kepada Raden Soca dan Jaka Umbara.

Raden Soca tersentak kaget. Dengan kedatangan Putri Aruna berarti kedua pembantu penting Panglima Amranutta hadir di sini. Mereka sedang apa? Pasti ada tujuan khusus sampai keduanya keluar dari Pulau Kabut.

Namun Raden Soca tidak bisa berpikir lebih jauh. Putri Aruna menegurnya dengan pedas.

"Raden Soca! Kau diminta kembali ke Pulau Kabut oleh Paduka Panglima Amranutta. Sekarang juga!"

Raden Soca mengedikkan kepala.

"Sungguh hal yang tak bisa dipercaya Paman Amranutta memanggilku pulang Bibi Aruna. Kalaupun benar, aku harus mendengarnya sendiri dari Paman Amranutta."

Angin berkesiur tajam. Seorang laki-laki tinggi kurus tiba-tiba telah hadir di hadapan Raden Soca.

"Sekarang kau mendengarnya langsung dariku Raden Soca. Pulanglah!"

---********