Semua tamu fokus pada podium, tidak ada yang menyadari gelagat aneh Guo Chen. Pria itu memasukkan tangannya ke dalam saku, bersiap mengeluarkan pistol yang ia selundupkan kemari.
Ketika Jiang Shu membuka kerudung milik tunangannya, wanita berambut hitam pendek membuka matanya. Sekilas tidak ada yang mengganjal tapi orang yang melihat dari jarak dekat tahu bahwa wanita itu buta.
Meski begitu tidak ada yang berani mengolok-olok pasangan Jiang Shu di pesta miliknya. Semua orang menyambut pertunangan itu dengan meriah.
"Jiang Shu"
"Ada apa? Kaki sakit lagi?" Tanya Jiang Shu merangkul pinggang dan menopang berat tubuh tunangannya.
"Tidak.. Bisakah kita turun?" Meski buta, dia bisa merasakan tekanan kuat datang ke arahnya, "Aku merasa seseorang mengintimidasiku"
Jiang Shu memiliki pengelihatan yang baik, ia melirik tamu yang larut dalam pembicaraan host. Di sudut terjauh, Jiang Shu melihat teman yang sudah lama tak ia temui.
Jiang Shu tidak bisa menahan tawa saat Guo Chen menekukkan bibirnya. Pasti Guo Chen berpikir tunangannya adalah Ling Chu.
"Jiang Shu?" Tanya wanita itu kebingungan mendengar tawa Jiang Shu.
Jiang Shu mencubit pipi wanita itu yang mulai berisi, "Itu kenalan lamaku. Dia cemburu karena aku memiliki wanita secantik dirimu"
Wanita itu tersenyum tipis, diam-diam memeluk lengan kiri Jiang Shu. Dia beruntung bertemu pria baik di sampingnya. Jika tak ada Jiang Shu, mungkin dia sudah mati di meja operasi.
Disisi lain Guo Chen mendengus, meletakkan kembali pistol ke dalam sakunya. Meski kesal Guo Chen lega, wanita di atas podium bukanlah Ling Chu.
"Maaf, permisi"
Perhatian Guo Chen teralihkan oleh sosok berambut coklat muda yang keluar dari ruang pesta, "Ling Chu?"
Guo Chen menatap kosong pada sosok itu. Dia bergegas mengikuti wanita itu, seakan takut bahwa Ling Chu hanya imajinasinya saja.
Wanita itu mengenakan gaun biru laut senada dengan hak tingginya. Dia berdiri di balkon melamun ketika melihat langit petang tanpa bulan dan bintang.
Angin dingin menerpa rambut coklat yang terurai jelas oleh lampu balkon. Sosok cantik itu tampak kesepian berdiri sendiri di tengah balkon. Mengundang keinginan lawan jenis untuk melindungi dirinya.
Guo Chen terlalu bersemangat hingga detak jantungnya terdengar sampai ke telinga sendiri. Dia mendekati Ling Chu dengan kaku, memeluk erat-erat sampai orang di pelukannya terasa sesak.
"Ha? Guo Chen?!" Kata Ling Chu yang kaget langsung diterkam Guo Chen.
Merenggangkan pelukan di pinggang ramping Ling Chu, perlahan Guo Chen menunduk. Berlama-lama mencium kening dan pipi wanita itu kemudian berkata dengan nada lirih seperti memohon, "Jangan tinggalkan aku.. atau aku akan benar-benar gila"
Terbesit dipikiran Guo Chen untuk menembak mati Ling Chu dan dirinya. Agar mereka tak terpisahkan lagi.
"Maafkan aku.. Aku membuatmu menunggu lama" Ling Chu tersenyum cerah, mata persik itu menatap Guo Chen dengan kasih sayang dan rasa rindu yang kuat.
Ucapan Ling Chu membuat Guo Chen terpesona. Hatinya yang gelisah selama lima tahun terobati oleh satu kalimat yang diucapkan Ling Chu.
Memandangi wajah bahagia Ling Chu, bagaimana bisa Guo Chen sanggup menembaknya mati? Dia ingin melihat lebih banyak lagi senyuman indah itu.
Ling Chu menangkup wajah Guo Chen, membalas pria itu dengan ciuman singkat pipinya. Namun bibir Ling Chu terasa gatal saat bergesekan dengan kumis kecil Guo Chen yang tak terawat dengan baik.
"Kakak Chen, kamu sangat mencintaiku sampai-sampai tak mampu mengurus dirimu sendiri?" Keluh Ling Chu berpura-pura mencabuti kumis kecil di dagu Guo Chen.
Hati Guo Chen menghangat, dia tak membutuhkan cahaya bintang, bulan, ataupun matahari. Satu-satunya cahaya yang ia butuhkan adalah Ling Chu.
"Nanti akan kucukur"
"Bagus!" Kata Ling Chu melingkarkan lengan dan bersandar pada dada bidang Guo Chen yang semakin kokoh. Aroma mint bercampur tembakau, mengganggu penciuman Ling Chu.
Dahi Ling Chu mengerut, dadanya terasa sesak ketika tahu Guo Chen menjadi perokok akibat stress berkepanjangan bekerja siang dan malam.
Untuk saat ini Ling Chu menoleransi bau tembakau itu dan menikmati pelukan selamat datang kekasihnya, "Kakak Chen.. aku pulang"
.
.
.
Klik!
Suara pintu apartemen terbuka, Guo Chen membopong Ling Chu yang tidur akibat mabuk terlalu banyak minum. Dia berpesta alkohol dengan Guo Yan untuk merayakan hari bahagia Jiang Shu.
"Kamu bisa pergi" Perintah Guo Chen pada Asisten Huan.
"Baik Tuan, selamat malam" Kata Asisten Huan memberi salam hormat kemudian menutup pintu dengan hati-hati.
Guo Chen tak buru-buru, ia berjalan lambat membawa kekasihnya ke kamar utama. Meletakkan Ling Chu yang mabuk di kasur.
Dalam kegelapan, cahaya bulan tembus melalui jendela besar, menerangi Ling Chu.
Rambut cokelat panjang tergerai bebas, lembut dan harum. Wajah yang dulunya bulat, kini sedikit menirus. Bibir tipis dipadukan dengan lipstik peach segar terlihat manis menggoda. Gaun ketat dengan kerah sabrina memamerkan tulang selangka dan lekuk tubuh seorang wanita dewasa.
Guo Chen : "....." Kamu tumbuh semakin cantik.
Bulu mata lentik berkibar, tanda-tanda Ling Chu akan bangun. Mata ruby terbuka, sudut bibir Ling Chu naik memandang konyol Guo Chen yang berdiri mengamatinya.
Ling Chu yang setengah mabuk, terkekeh mengulurkan tangan di udara untuk meraih Guo Chen, "Kakak Chen~ Kenapa kamu sangat tinggi? Bagaimana bisa dalam lima tahun, kamu setinggi beruang besar?!"
Mata Guo Chen melembut pada tingkah laku Ling Chu. Ia melepas jasnya, kemudian duduk di kasur, mengelus rambut yang berserakan.
"Oh! kamu memendek?? Sekarang setinggi anjing~" Kata Ling Chu menunjuk-nunjuk pipi Guo Chen dengan tangan kirinya.
Guo Chen mengambil tangan kiri Ling Chu kemudian mencium dan menghirup ringan permukaan tangannya dan mengecup ringan. Memuaskan setetes kerinduannya pada Ling Chu.
"Terima kasih telah kembali" lirih Guo Chen yang menunduk untuk mencium bibir Ling Chu.
Ketika Guo Chen ingin meninggalkan bibir manis itu, sesuatu menahan kepalanya. Dia menyadari bahwa lengan Ling Chu mencegah Guo Chen menegakkan badan.
Ling Chu yang setengah mabuk, belum puas dengan ciuman singkat mereka.
Ia menarik kepala Guo Chen dan membuka mulutnya dekat bibir pria itu. Membiarkan Guo Chen memperdalam dan melanjut ciuman mereka.
Penyerahan Ling Chu membuat tubuh Guo Chen mendidih. Tidak ada pria yang menolak undangan dari kekasih yang dicintai.
Ciuman lembut berubah menjadi berat, penuh hasrat yang membuat orang ketagihan.
Nafas memburu, decak lidah yang beradu kuat dengan suara sengau yang keluar dari Ling Chu, terdengar nyaring dalam kamar Guo Chen.
Ling Chu tak mampu menahan invasi Guo Chen, cairan bening mengalir dari sudut mulut. Sulit baginya mengikuti irama gila Guo Chen.
Ling Chu kesusahan mengambil nafas hingga tubuhnya mati lemas di bawah kungkungan Guo Chen.
Melihat kekasihnya akan pingsan, Guo Chen dengan enggan melepaskan Ling Chu. Di Bawah cahaya bulan, benang perak tipis menjalin bibir mereka terlihat menarik.
Ling Chu meraup udara dalam keadaan lemas, mata ruby itu berair namun tetap fokus menatap mata pheonix Guo Chen. Ciuman penuh bergairah telah menyadarkan Ling Chu dari mabuk.
Mereka saling memandang satu sama lain. Seolah memahami pikiran masing-masing, Ling Chu mengaitkan lengannya pada Leher Guo Chen. Dengan mudah Guo Chen menarik Ling Chu tidur menelungkup di dadanya yang bidang.
Nafas memburu belum tenang, keduanya sama-sama malas bergerak. Mereka tidak melanjutkan keinginan dari hasrat seksual mereka. Karena bercinta bukanlah jawaban tepat untuk melepas kerinduan.
Hanya 'bersama' yang mampu mengisi kekosongan di hati mereka selama lima tahun lalu tak bertemu.
Ling Chu awalnya bersantai di atas tubuh Guo Chen namun alisnya mengerut kebingungan. Detik berikutnya ekspresi Ling Chu berubah tegang. Ia menggerakkan sedikit kaki kanan, tanpa sengaja menyenggol adik kecil di bawah.
Tubuh bagian bawah Guo Chen merespon dengan baik, adik kecil terbangun riang membuat keduanya malu.
Lima tahun menjadi pertapa bukanlah hal mudah bagi Guo Chen.
Pria itu berdeham pelan, sedikit menggeser tubuh Ling Chu, menjauh dari adik kecilnya, "Ini reaksi fisiologis"
"Aku tahu" balas Ling Chu menghindari tatapan Guo Chen. Tiba-tiba sebuah ide nakal muncul di benak Ling Chu, dia bertanya dengan nada bersemangat memprovokasi Guo Chen, "Butuh bantuan?"
"Tidak" tolak Guo Chen dengan suara serak, menutupi separuh wajah menggunakan lengan kirinya. Jika kamar tidak gelap, Ling Chu pasti akan melihat telinga merah Guo Chen.
Ling Chu tidak ambil pusing, idenya ditolak mentah-mentah Guo Chen. Dia bersandar mendengarkan irama detak jantung Guo Chen dalam keheningan.
Ingatan lima tahun lalu masih terasa segar di kepalanya. Guo Chen pingsan dengan wajah berdarah.
Perasaan ambigu Ling Chu tersingkir diganti penyesalan, "Kakak Chen, maafkan aku. Jika waktu itu aku tidak mengundangmu, kamu tidak akan mengalami ini"
Guo Chen menunduk, matanya meredup kelam. Mengangkat wajah Ling Chu untuk membalas tatapannya, "Ini bukan salahmu"
"Jika kamu yang mati dalam kecelakaan itu, aku pasti akan menyusulmu mati" Guo Chen mengusap tetesan air mata Ling Chu, "Jangan menyesalinya. Ini adalah takdir"
Guo Chen tidak meminta Ling Chu untuk menyesali kemalangannya. Guo Chen hanya ingin Ling Chu tahu bahwa dia baik-baik saja.
Kemalangan telah pergi dan kebahagiaan datang menghampiri mereka.
Pupil Ling Chu bergetar hebat, penyesalan yang terpendam lima tahun dikikis oleh Guo Chen.
Ling Chu : "....." Takdir.
Ling Chu tersenyum kecut, Guo Chen benar. Sungguh konyol, bagaimana Ling Chu tidak menyadarinya? Dunia ini melahirkan takdir baru untuk mereka.
Kecelakaan Guo Chen tidak tertulis dalam buku asli. Mungkin perubahan ini terjadi karena kedua protagonis tidak menjadi sepasang kekasih.
Dunia XXXXX menutupi plot yang hilang dengan menciptakan adegan kecelakaan untuk protagonis pria. Sebagai penguji hubungan protagonis dengan kekasih yang baru.
Ling Chu memanjat ingin untuk mencium Guo Chen. Tapi tanpa sengaja lutut kakinya menekan keras, tepat di bagian bawah Guo Chen, "Ah, maaf!"
"Au-" Guo Chen yang biasanya diam sedikit meringis. Ia menghentikan gerakan Ling Chu, memindahkannya ke samping. Guo Chen terduduk menghimpit bagian bawahnya yang kesakitan.
Adik kecil yang malang, dibuat bangun dan layu seketika oleh Ling Chu.
Suasana hikmat penuh kasih sayang, luntur oleh gerakan lincah Ling Chu. Melirik bagian pribadi Guo Chen, Ling Chu ragu-ragu bertanya, "Apa.. 'dia' baik-baik saja?"
"Ya" Kata Guo Chen tersenyum dan mengangguk kaku.
Denyut dan nyeri seperti ini, tidak ada apa-apanya dengan penantian bertemu Ling Chu.