webnovel

Bab 20

Dinda tersenyum pada Maya "Terima kasih, Mbak saya ingin mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama ini "

"Kau mengatakan seakan-akan kau mau mengucapkan selamat tinggal"

Maya menatap Dinda lekat-lekat, selama bekerja padanya Dinda adalah salah satu anak buah kesayangannya dan Maya merasa sedih kalau harus kehilangan Dinda.

"Saya tidak tahu apakah saya masih bisa bertahan di restoran ini, tapi saya ingin Mbak tahu bahwa saya menghargai semua bantuan mbak selama ini."

Dinda mengambil sisa spageti dari pancinya dan menyiapkan satu porsi baru untuk Maya.

"Cobalah, mungkin ini masakan terakhir saya di restoran ini." Maya mengambil piring yang di sodorkan Dinda dan mencicipi makanannya rasa spageti Dinda membuatnya tercengang.

"Spageti mu benar-benar lezat."

Dinda tersenyum ia berharap Farel merasakan hal yang sama dengan Maya.

Semua pelayan dan koki berkumpul di dapur piring spageti buatan Dinda berada di tengah-tengah meja. Farel mengambil piring tersebut Dinda tidak menyangka hatinya tidak tenang saat melihat bosnya mencicipi masakannya padahal ini momen paling menentukan untuknya, apakah ia akan berhenti atau bertahan.

Setelah mencicipi masakan Dinda, Farel memandang Dinda dengan tatapan tajam tangannya menggeser piring Dinda, Dinda mengerti dia telah gagal tapu kali ini ia tidak mau Farel membuang makanan bauatanya ketempat sampah ia ingin melakukannya sendiri, Dinda berjalan mendekati Farel.

"Terima kasih atas bantuan anda selama ini. Saya akan membereskan barang-barang saya maaf kalau saya tidak bisa memasak sesuai selera anda."

Tangannya bersiap-siap untuk membuang makanan dipiring nya ketempat sampah. Tapi tangan Farel menahannya "Jangan dibuang, aku belum memakannya sampai habis."

Dinda tercengang mendengarnya baru kali ini Farel mau menghabiskan masakan buatannya, Dinda melihat Farel menghabiskan sisa makanannya. Farel memandang Dinda lagi. "Cara memasak mu masih payah tapi kau sudah membuat masakan yang berbeda dari pada sebelumnya kali ini rasanya enak"

Dinda tersenyum gembira. "Tapi, kau juga harus ingat rasa yang enak saja tidak cukup " kata Farel tegas. "Saya mengerti, apakah ini maksudnya anda tidak akan memecat saya?" harap Dinda cemas.

"Tidak hari ini." Farel memberikan sendok makannya pada Dinda.

"Kau bisa memulai pekerjaanmu di dapur ini." Dinda mengambil sendok yang diberikan Farel padanya dan untuk pertama kalinya meraih tangan bosnya.

"Terima kasih, saya yakin anda tidak akan menyesal sudah memberi kesempatan ini pada saya"

"Kau bisa memulainya dengan Dolce (mania makanan pencuci mulut Itali)" kata Farel.

"Dolce?" Dinda kebingungan

"Bukankah saya seharusnya memasak pasta?"

"Jangan serakah, Dinda," kata Farel tegas

"Kau mulai dari Dolce aku memberimu tiga bulan percobaan, aku tidak yakin kau bisa bertahan lebih dari tiga bulan." dan mendegus perlahan.

"Saya akan berusaha keras. Terima kasih," ucap Dinda gembira. Dinda menatap delapan piring tiramisu buatannya masing-masing dibuat dengan takaran bahan yang berbeda. Selama hampir tiga bulan, ia mencoba membuat berbagai macam makanan pencuci mulut italia. Ia memulainya dengan Biscotti cokelat (kue panggang berbentuk roti) Adapun semacam donat Italia yang bisa dilapisi gula atau madu).

Dan sekarang Tiramisu ia agak kesulitan membuat Tiramisu, karena ia harus mencelupkan kue spon ke dalam kopi espreso menghirup aroma kopi yang kental sudah membuat perutnya berontak tapi demi mendapat hasil terbaik, Dinda berusaha menutup hidungnya selama proses itu dan bertahan berjam-jam dalam aroma kopi. Dinda memang anak yang pantang menyerah ia selalu berusaha memberikan yang terbaik, mencoba berbagai hal baru demi cita-citanya ia juga tidak ingin Farel menyesal telah menerima nya ia akan menunjukkan bahwa menerima nya kembali kerja di restoran itu adalah pilihan yang sangat tepat. setiap malam setelah pulang kerja Dinda bukannya langsung istirahat tetapi ia membuka ponselnya dan mempelajari berbagai resep-resep pencuci mulut khas italia. Ataupun menu-menu baru yang bisa ia coba

Setelah sehari di dalam lemari es, tiramisunya sudah jadi dan siap dimakan. Ia tidak berani mencoba karena takut perutnya mual dengan aroma kopi dari dalam kue ia membuat delapan jenis Tiramisu dan berharap mama mau mencobanya satu persatu.

"Jadi bagaimana, ma?" tanya Dinda pada mama yang sudah merasakan Tiramisu satu perasatu dari ke delapan piring Dinda.

"Mama rasa tiramisu nomor lima punya rasa yang paling enak."

Dinda mengambil sendok dan mengiris sepotong kecil tiramisu nomor lima, lalu mencicipinya.

"Aku setuju dengan selera mama besok aku akan mencoba membuat tiramisu ini untuk menu makanan pencuci mulut direstoran."

Dua hari kemudian, di papan tulis depan restoran tertulis menu makanan pencuci mulut spesial "Tiramisu" dan pada hari tersebut, banyak pengujung restoran yang mencoba Tiramisu buatan Dinda. Sorenya, Dinda dipanggil ke hadapan Farel.

"Kau bisa mulai memasak pasta besok."

"Terima kasih Signor, saya akan berusaha keras memasak makanan yang disukai pelanggan ,"ujar Dinda sambil tersenyum hangat. Hatinya girang bukan main.

Farel tertawa pendek ,"Jangan yakin dulu seperti biasa, percobaan tiga bulan ," Dinda mengangguk mengerti. Setelah masa percobaan tiga bulan usai, Farel memberitahu Dinda ia akan memberi masa percobaan tiga bulan lagi, dan hal itu berjalan. Terus-menerus sampai dua tahun. Farel tidak pernah memujinya sekali pun selama dua tahun tersebut, tetapi dia tahu bahwa Farel menyukai masakannya.

Di akhir masa dua tahun Dinda sebagai koki, Farel menghampirinya.

"Kau bisa mencoba sebagai asisten ku mulai besok." Saat itu Dinda tahu ia sudah berhasil menyakinkan Farel atas kemampuan memasaknya.

Dinda, 22 tahun

"Bayu, kau masak Baked Lagasna untuk meja delapan, Donna kau masak Pasta Salad untuk meja lima, Nanda kau masak House Tortellini untuk meja enam belas dan aku memasak Pasta Jumbo untuk meja sepuluh dan sebelas." Ruang dapur terasa panas restoran dibanjiri pelanggan, hal yang biasa terjadi pada akhir pekan, Dinda membagi-bagi pekerjaan kepada ketiga teman kokinya yang sudah ia kenal selama dua tahun sejak Farel mengangkatnya menjadi asisten chef.

Dan mulai menyuruh Dinda memanggil nama nya tanpa embel-embel Signor, sedikit demi sedikit Dinda mendapat respect dari ketiga koki yang lain, lagi pula diruang dapur Dinda tidak pernah menganggap mereka bawahannya, tetapi rekan kerjanya. Karena Dinda tidak bertempramen buruk seperti Farel ketiga rekan kerjanya ini merasa lebih nyaman bekerja dengannya. Dinda melihat Maya membawa pesanan baru.

"Shrim parmigiana dengan Spageti, meja tiga" kata nya Maya sambil membaca pesanannya. Dinda merasa sangat sibuk,

"Mbak, tolong bilang meja tiga pesanannya mungkin sedikit terlambat aku akan langsung mengerjakan pesanan ini setelah Dua Pasta Combo nya selesai"

Maya mengangguk penuh pengertian. "Aku akan bilang pada mereka"

"Thanks, Mbak," kata Dinda di sela-seal kesibukan.

"Meet balk spagetti untuk meja tujuh," seorang pelayan lain masuk membawa pesanannya.

"Aku akan mengambil pesanan ini," saran Donna.

"Aku sudah hampir selesai dengan Pasta Saladnya." "Oke," kata Dinda lega. Dinda segera menyelasaikan pesanannya.