webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Realistis
Peringkat tidak cukup
471 Chs

Gemini 6

Leon menelan ludahnya setelah ia melihat Aslan yang memintanya untuk pergi meninggalkannya. Ia pun tidak tahu harus berbuat apa untuk mencegah Aslan membatalkan pertarungannya malam ini. Tekad Aslan untuk bertarung malam ini sepertinya sudah tidak bisa ia ganggu gugat. "Apa yang bisa bikin lu batalin pertandingan lu malam ini?"

Sambil memunggungi Leon, Aslan menggeleng pelan. "Ngga ada."

Leon memberanikan diri untuk mendekat. "Apa ini soal uang? Kalau iya, gue bisa bantuin lu."

Aslan menghela napasnya dan menoleh pada Leon. "Lu ngga perlu repot-repot bantuin gue. Gue bisa selesaiin ini sendiri. Simpen aja uang lu itu."

"Please, Lan. Let me help," bujuk Leon

Aslan akhirnya kembali memutar tubuhnya dan berhadapan dengan Leon. Ia kembali menatap Leon sembari tersenyum. "Gue hargai tawaran lu barusan. Tapi, yang gue butuhin saat ini bukan uang lu atau uang Nyokap yang udah ninggalin gue bertahun-tahun. Ya, emang ini semua keliatannya berat, tapi tanpa bantuan kalian pun gue masih bisa bertahan sampai sekarang. Bahkan setelah Bokap meninggal pun gue masih bisa bertahan sendirian."

Tatapan mata Leon seketika berubah ketika ia mendengar Aslan mengatakan bahwa Ayah mereka sudah meninggal dunia. "Papa udah meninggal?"

"Surprise," sahut Aslan. Ia kemudian berdecak pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Of course kalian ngga ada yang tau. Kalian hilang begitu aja setelah hari dimana kalian ninggalin gue sendirian di dalam rumah. Bahkan janji Nyokap buat jemput gue itu udah gue anggap sebagai omong kosong."

Leon kehabisan kata-kata setelah mendengar ucapan Aslan. Kabar kematian Ayah mereka benar-benar membuatnya terkejut. "Tapi, Lan, tolong pertimbangin lagi. Sekali lagi, gue ngga mau lu kenapa-napa."

Aslan kembali tersenyum pada Leon. "Gue bisa jaga diri gue sendiri. Kedatangan lu di sini ngga akan mengubah apa-apa, Le."

Leon menghela napas panjang. "Okay, kalo itu mau lu, gue bakal pergi dari sini." Ia kemudian berbalik dan berjalan ke arah pintu ruang ganti tersebut. Ketika ia tiba di bibir pintu ia kembali menoleh pada Aslan. "Bukan cuma lu yang terluka gara-gara hari itu," ujarnya sambil menatap Aslan. Ia kemudian melambaikan tangannya sembari tersenyum pada Aslan. Setelah itu ia pun melangkah keluar.

Sementara itu, Aslan hanya bisa menatap nanar Leon yang baru saja keluar dari ruang gantinya. "Sorry, Le. Gue harus melakukan ini. Gue janji ini terakhir kalinya lu liat gue seperti ini," ujarnya pelan. Ia lalu kembali melanjutkan persiapannya.

----

Leon melangkah gontai setelah ia pergi meninggalkan ruang ganti Aslan. Usahanya untuk memperingatkan Aslan sama sekali tidak diindahkan oleh Aslan yang lebih memilih untuk tetap melanjutkan pertarungannya malam ini. Selain Aslan yang tidak menghiraukan peringatan darinya, hal lain yang membuat Leon semakin terpukul adalah kabar bahwa Ayah mereka sudah meninggal dunia.

Ia akhirnya berjalan ke area yang lebih sepi. Leon memutuskan untuk menelpon ibunya untuk memastikan apakah ibunya tahu mengenai hal tersebut. Karena selama ini, ibunya sama sekali tidak pernah membicarakan tentang Aslan dan Ayah mereka.

"Halo, Ma," sapa Leon ketika ibunya menjawab telpon darinya.

"Ada apa kamu menelpon pagi-pagi buta begini?" sahut ibunya dengan suara yang terdengar setengah mengantuk.

"Sorry, If I'm bothering you. Aku cuma mau memastikan satu hal," ujar Leon.

"I'm listening," sahut ibunya.

"Aku baru aja ketemu Aslan—"

"—" ibunya terdiam.

Leon bisa mendengar ibunya yang menghela napas panjang. "Then?"

"Papa sudah meninggal," jawab Leon.

"Your Dad is sleeping next to me," sahut ibunya dingin.

"Not him," ujar Leon tegas. "Mama tahu pasti siapa yang aku maksud. Apa Mama selama ini tahu kalau Papa sudah meninggal?"

Leon kembali mendengar ibunya menghela napas panjang. "My friend told me that," jawab ibunya.

"Why don't you tell me?" nada bicara Leon seketika naik satu oktav. "He's my Dad. Harusnya Mama kasih tahu aku."

"The day when I bring you to America is the day when I decided to cut the ties between us and them," ujar ibunya.

"Not us," sahut Leon cepat. "It was just you. Not me, not Aslan and Papa. Itu semua cuma pembenaran Mama sendiri untuk sikap Mama yang egois. Now I know how terrible you are."

"Watch your mouth, Leon," bentak ibunya.

"You make me feel bad. I shouldn't have gone with you, I should have stayed with Aslan and Papa." ucap Leon sedikit bergetar. Ia kemudian segera mematikan sambungan telpon dengan ibunya.

Leon meninju tembok yang ada di dekatnya. Bagaimana bisa ibunya selama ini menyembunyikan kabar tentang kematian ayahnya. Jadi, selama ini ibunya tahu bahwa Aslan tinggal seorang diri dan ia bahkan tidak pergi untuk menjemput Aslan dan membawanya untuk tinggal bersama dengan mereka di Amerika. Ibunya membiarkan Aslan menjalani kehidupannya yang berat seorang diri.

Ia seolah menemukan pembenaran dalam kata-kata yang disampaikan Aslan padanya. Ucapan Aslan yang menyebut janji Ibu mereka yang mau menjemputnya sebagai omong kosong. Nyatanya ucapan ibunya kala itu memang berakhir menjadi sebuah omong kosong. Janji yang tidak pernah ia ditepati. Leon tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika Aslan mengetahui hal tersebut.

Leon akhirnya memutuskan untuk kembali ke area di mana motornya diparkirkan. Ia sudah tidak tahu lagi apa yang akan ia lakukan di tempat itu. Yang jelas ia tidak akan menyaksikan kembali Aslan yang bertarung dalam arena berbentuk lingkaran yang hanya dibatasi oleh pagar kawat seadanya.

Mata Leon menyipit ketika ia tiba di depan motornya dan melihat beberapa orang yang berdiri mengerubungi sebuah motor. Orang-orang itu nampak seperti sedang mengawasi situasi di sekitar mereka. Entah mereka hendak mencuri atau apa, Leon memilih untuk tidak terlalu peduli dan naik ke atas motornya.

Akan tetapi ketidakpedulian Leon berubah ketika ia melihat orang-orang yang tadi berdiri di dekat sebuah motor itu pergi dan ia melihat motor Aslan yang baru saja dikerubungi oleh mereka. Ketika orang-orang itu menjauh, Leon kembali turun dari motornya dan berjalan ke arah motor Aslan.

Leon segera memeriksa keadaan motor Aslan dan ia mendapati orang-orang tadi sudah mengutak-atik motor Aslan. Leon akhirnya kembali masuk ke dalam area pertandingan dan segera menuju ruang ganti Aslan. Setibanya di sana ia sudah tidak menemukan Aslan dan di kejauhan ia mendengar suara riuh yang menyebut nama Aslan.

"There is no time." Tanpa pikir panjang, Leon menggeledah tas milik Aslan dan menukar kunci motornya dengan milik Aslan. Ia juga mengambil helm milik Aslan dan segera keluar dari ruang ganti Aslan.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it. 

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts