webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Realistis
Peringkat tidak cukup
471 Chs

Gemini 5

Aslan bersendawa cukup kencang setelah ia selesai menyantap makan malamnya di warung makan tempat Ibu Juleha bekerja. Beruntung hanya ada dia dan Ibu Juleha di dalam warung tersebut. Jika tidak, pastinya akan sangat memalukan kalau ada orang lain yang mendengarnya bersendawa seperti barusan. Ia cengar-cengir pada Ibu Juleha yang geleng-geleng kepala setelah mendengarnya bersendawa.

Selesai meminum es teh tawarnya, Aslan kemudian mengeluarkan bungkus rokok dari saku jaket jeansnya dan mengambil satu batang rokok yang langsung ia selipkan di bibirnya. Setelah itu ia mencari pemantik miliknya untuk menyalakan rokok tersebut.

"Mpok ada korek, ngga?" tanya Aslan pada Ibu Juleha setelah ia gagal menemukan pemantik miliknya.

Tanpa banyak berkata-kata, Ibu Juleha segera mengeluarkan kotak korek api dari dalam laci yang ada di bawah etalase makanannya. Ia lantas segera memberikan kotak korek api itu pada Aslan.

"Makasih, Mpok," ujar Aslan sembari menerima kotak korek api tersebut. Ia kemudian segera mengambil satu batang korek dan menyalakannya untuk menyalakan rokok miliknya.

Setelah rokok yang ada di mulutnya menyala, Aslan segera mengibas-ngibaskan batang korek api yang ada di tangannya untuk mematikannya. Ia kemudian menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya di udara sembari berjalan keluar dari warung tersebut.

Ia duduk di bangku panjang yang ada di depan warung makan yang dijaga oleh Ibu Juleha. Sambil mengamati orang-orang yang berlalu lalang, Aslan menikmati rokoknya. Perut kenyang dan sebatang rokok adalah perpaduan yang pas untuk membuat seseorang terdiam tanpa banyak berpikir. Begitu pula dengan Aslan, ia hanya duduk diam sembari menghisap rokoknya tanpa memikirkan apa pun. Hanya ada dirinya dan sebatang rokok yang semakin mengecil di tangannya.

Setelah rokok yang ada di tangannya habis, Aslan kembali masuk ke dalam warung makan untuk membayar makan malamnya. "Berapa, Mpok?"

"Lu makan pake apa aja tadi?" tanya Ibu Juleha.

"Ayam asam manis sama kering tempe, minumnya es teh tawar," jawab Aslan.

"Lima belas ribu," sahut Ibu Juleha.

Aslan lalu mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dan memberikannya pada Ibu Juleha. Tiba-tiba saja ia mencomot dua buah pisang yang ada di atas etalase makanan. "Pisangnya dua, Mpok," serunya pada Ibu Juleha.

Ibu Juleha sudah mengeluarkan selembar uang lima ribuan dari dalam lacinya ketika Aslan berseru memberitahunya bahwa ia menambahkan dua buah pisang dalam pembayarannya. "Jadi pas, ya," sahutnya. Ia pun urung memberikan yang lima ribu tersebut pada Aslan dan memasukannya kembali ke dalam lacinya.

"Makasih, Mpok," ujar Aslan sebelum ia keluar meninggalkan warung makan tersebut. Tangannya sibuk memasukkan dua buah pisang ke dalam tas ransel miliknya. Setelah ia menutup tasnya, ia segera berjalan pergi meninggalkan warung makan tempat Ibu Juleha bekerja.

Aslan kembali ke motornya dan segera memacu motornya untuk pergi ke arena tempatnya bertarung malam ini. Jalanan Jakarta yang sangat padat di malam minggu bisa dengan mudah dilibas olehnya. Motor trail yang dikendarai olehnya meliuk-liuk dengan lincah melewati kepadatan jalan.

Menjelang pukul sepuluh malam, Aslan akhirnya tiba di arena tempatnya bertarung yang ada di kawasan pergudangan di sekitar pelabuhan. Ia berdecak pelan ketika melihat banyak motor yang sudah memenuhi area tersebut. Ia bahkan kesulitan untuk memarkirkan motornya sampai akhirnya ada orang yang mengenalinya dan langsung mengarahkannya untuk memarkirkan motornya di dalam gudang.

----

Leon akhirnya tiba di kawasan pergudangan yang menjadi arena pertarungan jalanan. Ia merasa malam ini lebih ramai daripada malam minggu lalu ketika ia pertama kalinya menyaksikan Aslan bertarung di dalam arena liar tersebut. Tanpa perlu diarahkan lagi, ia segera memarkirkan motornya ke dalam gudang seperti minggu lalu.

Bahkan parkiran motor yang berisi motor-motor besar dengan harga selangit nampak penuh dibandingkan minggu lalu. Leon sedikit kesulitan untuk menemukan area kosong untuk memarkirkan motornya. Ia akhirnya menemukan sebuah area di sudut yang muat untuk motornya. Ia pun segera memarkirkan motornya di sudut tersebut.

Di seberang ruangan, Leon melihat seseorang yang menggunakan motor trail juga sedang memarkirkan motornya. Napas Leon tertahan begitu melihat orang itu ternyata adalah Aslan ketika orang itu melepaskan helmnya dan langsung berjalan menuju pintu untuk masuk ke arena.

Leon pun buru-buru melepaskan helmnya dan bergegas mengejar Aslan. Ia berlari ke arah pintu masuk arena. Begitu ia masuk ke arena ia langsung disambut oleh riuhnya orang-orang yang hendak menyaksikan pertarungan malam ini. Leon mengedarkan pandangannya untuk mencari Aslan. Begitu ia melihat siluet Aslan yang berjalan ke sebuah lorong, ia pun kembali mengejarnya.

----

Aslan akhirnya masuk ke dalam ruang gantinya setelah ia melewati kerumunan orang-orang yang hendak menonton pertandingannya malam ini. Beberapa orang yang melihatnya ketika melintas menyapa dan memberikan semangat padanya untuk malam ini agar memenangkan pertarungan.

Pintu ruang ganti tersebut tiba-tiba terbuka dan seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut sambil memanggil namanya. "Aslan!"

Aslan segera menoleh ke arah suara tersebut. Matanya membulat begitu melihat sosok itu kini berdiri di hadapannya. Ia berdiri dan segera menghampirinya. "Leon?"

Leon menghela napasnya setelah akhirnya ia berhasil menemukan Aslan. "Finally." Ia pun segera berjalan mendekat.

Kini keduanya berdiri berhadap-hadapan di dalam ruang ganti Aslan. Mereka saling menatap satu sama lain. Keduanya sama-sama tidak menyangka bahwa malam ini mereka akhirnya kembali bertemu. Aslan dan Leon saling melemparkan senyum. Mereka tertawa pelan sambil melangkah maju dan berpelukan.

Keduanya tidak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka setelah akhirnya mereka kini kembali bertemu dan bisa saling berpelukan. Leon tiba-tiba melepaskan pelukannya. "Lu harus pergi dari sini sekarang," ujar Leon pada Aslan.

Aslan memundurkan langkahnya. Ia menggeleng pelan. "Gue ngga bisa mundur sekarang."

"Lu harus mundur. Ada orang yang berencana mau nyelakain lu. Gue denger itu beberapa hari yang lalu," terang Leon.

Aslan mengenyitkan dahinya. Ia menatap Leon dengan tatapan kebingungan. "Apa maksud lu?"

Leon menghela napasnya. Ia kemudian menjelaskan pada Aslan bahwa sejak terakhir kali ia melihat Aslan bertarung, ia kerap kali membuntutinya. Dan beberapa hari yang lalu ia tidak sengaja melihat ada orang yang juga mengawasi Aslan. Karena rasa penasarannya, akhirnya Leon memutuskan untuk mengikuti balik orang itu dan di situlah ia mendengar percakapan beberapa orang yang berencana untuk menyingkirkan Aslan.

"Jadi, beberapa hari ini lu ngikutin gue? Malam itu lu juga ada di sini?" tanya Aslan setelah Leon selesai bercerita.

Leon menganggukkan kepalanya.

"Kenapa lu ngga nemuin gue dan baru nemuin gue sekarang?" Nada bicara Aslan berubah dingin.

Leon terdiam.

"Lu malu setelah liat gue bertarung kaya binatang?" Aslan memperhatikan penampilan Leon yang kini berdiri di hadapannya. "Kayanya hidup lu lebih baik dari gue."

"Bukan begitu, Lan," sahut Leon.

Aslan menatap tajam Leon. "Terus apa kalau bukan malu?" Ia kemudian berdecak pelan. "Kasian ngeliat kembaran lu harus babak belur sementara lu cuma jadi penonton? Gue ngga perlu kasian dari lu. Tanpa lu kasihanin hidup gue udah berantakan."

Leon menghela napas panjang. "Ini yang bikin gue ngga nemuin lu malam itu. Gue ngga mau lu merasa seperti sekarang."

Aslan perlahan melangkah mundur. Ia menggeleng sembari tertawa pelan. "Secara ngga langsung lu bilang kalo lu itu kasian sama gue. Bagus. Kedatangan lu makin bikin gue bersemangat malam ini."

"Please, jangan lanjutin pertandingan lu malam ini. Percaya sama gue, Lan. Gue cuma ngga mau lu kenapa-napa," bujuk Leon.

"Sorry, gue ngga bisa. Pertarungan malam ini penting buat gue. Gue ngga bisa mundur," ujar Aslan tegas. Ia kemudian memunggungi Leon. "Mending lu pergi sekarang. Gue harus siap-siap."

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it. 

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts